Scene Eleven

81.5K 6.2K 2.1K
                                    

Setibanya Bagas di kelas pagi itu, ia langsung melemparkan sebuah buku TTS bersampul foto Primus Yustisio yang baru dibelinya kemarin ke meja Angga. "Tuh, edisi minggu ini," katanya.

"Primus banget, nih? Kagak ada yang lain di Warung?" tanya Angga sambil memasukkan buku TTS tersebut ke dalam tasnya untuk diisi nanti malam.

Bagas pun mendengus. "Banyak mau lo, masih untung gue beliin."

"Woy, nanti siang Bu Rosma masuk nggak, ya?" tanya Revan entah kepada siapa karena matanya terfokus pada layar ponselnya.

"Masuk, lah. Kan, ada pelajarannya." Bagas mengingatkan, "Nggak usah bolos lagi lo, Van. Minggu depan ada ujian."

"Kecuali lo itu Vania, mau masuk ataupun nggak masuk, nilai lo tetep sempurna," tambah Aldo, kemudian matanya mengerjap saat melihat Angga. "Eh, Ngga, pagi ini kan pelajaran Bu Hanum. Sana, duduk depan!"

Angga mendecak pelan. "Biasa aja nadanya, Do. Gue berasa diusir sama majikan."

Tiba-tiba Revan menepuk pundak Angga, membuat Angga menoleh dan mencondongkan tubuhnya. "Apa?"

Sejurus kemudian, Revan membelai dagu Angga dan memperlakukannya layaknya seekor anjing. "Good boy, good boy."

Angga menepis tangan Revan keras-keras. "Bangke."

Setelah Angga menyampirkan ranselnya di bahu, ia memandang Aldo lagi sambil berkata, "Mas Dodo, aku pergi, ya."

Aldo mengangguk, senyumnya terpaksa. "Iya, Anggun."

Lantas, Angga beralih menatap Revan. "Van, jagain Aldo, ya. Jangan macem-macem," ujarnya sok dramatis. "Cukup paha aja yang diremes. Kepercayaanku jangan."

Aldo mulai gerah melihat kelakuan temannya itu. "Drama banget lo kayak Karin sama Gaga," katanya, menyebutkan gosip yang paling up-to-date. "Udah sana, pindah!"

Sewaktu Angga tiba di meja depan, Vania juga datang ke kelas di waktu yang bersamaan. Mereka sempat bertatapan selama sesaat hingga akhirnya Angga mengalihkan pandangannya duluan.

"Van, nggak apa-apa?" tanya Bagas yang langsung menghampirinya begitu Vania tiba.

"Apanya?" Vania mengerutkan kening. "Oh... ini? Masih nyeri, tapi nggak apa-apa, kok," katanya, refleks menyentuh perban yang ada di pergelangan tangan kanannya.

Sontak, Angga melirik perban di tangan Vania.

"Terkilir," jawab Vania tanpa sadar saat melihat tatapan bertanya Angga. Ia juga tidak tahu mengapa ia harus menjelaskannya kepada Angga.

Wajah Bagas terlihat khawatir. "Wah, nulisnya susah, dong?"

Vania hanya mengedikkan bahunya.

Ketika kelas sudah dimulai, tak seperti biasanya, Angga terlihat benar-benar fokus. Tangannya tak henti-hentinya bergerak dan menulis kata demi kata yang keluar dari mulut Bu Hanum saat menjelaskan pelajaran.

Angga sempat mencuri pandang melalui sudut matanya dan melihat kalau Vania agak kesulitan membuat catatan pelajaran hari itu. Tulisannya juga hampir tidak bisa terbaca.

Oleh karena itulah, Angga bertekad untuk menyempurnakan catatannya dan meminjamkannya kepada Vania setelah kelas berakhir.

"Nih, Van," Angga kemudian mengangsurkan buku catatannya kepada Vania.

Lekas, Vania mengernyit. "Buat apa?"

"Itu..."

"Van, catetan lo tadi nggak lengkap, ya? Fotokopi punya gue aja, ya. Nih," potong Bagas yang mendadak datang sambil memberikan buku catatannya kepada Vania.

The Two of UsΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα