"Aku bukan vampir, apalagi drakula. I bite, but you know it's different. It's ... a tool to give a pleasure. Don't you agree with me?"

"Well, I think you're just wr"

Dengan cepat, pria itu membuka selimut yang masih menutupi tubuh kami. Aku tidak sempat bereaksi ketika tubuh telanjang kami terekspos begitu jelas.

"Aku harap kamu tidak berencana untuk berenang atau bertelanjang dada hari ini. Those marks seem ... um ... too obvious for everyone to see. I've learned not to leave mark on your collarbone. You should thank me for that."

Craig―nama pria itu¾kemudian menarik selimut itu untuk menutupi bagian bawah tubuhnya begitu dia menyandarkan punggung ke headboard. Aku memperhatikannya penuh dengan kejutan sebelum melakukan hal yang sama. Craig menatapku dengan sebuah cengiran dan bagiku itu sambutan paling menyenangkan dalam kurun satu setengah tahun sejak hubunganku dengan Arthur kandas.

"How are you feeling?"

"Okay, I guess. What about you?"

"I'm extraordinary! Tell me, did you enjoy our ... ehm ... adventure last night? It was great, wasn't it? It's been a while since I met with a compatible partner in bed. You surprised me, actually."

Aku menganga karena tidak menyangka dia akan blak-blakan seperti ini dan kebingungan harus meresponnya dengan kalimat seperti apa. Harus aku akui, semalam memang luar biasa. Craig berhasil membuatku mengeluarkan sisi diriku yang bahkan tidak aku ketahui ada. Permainan cintaku dengan Arthur memang tidak buruk, hanya saja tidak ada kejutan jika menyangkut kehidupan seks kami. Dia pria konservatif dan aku tidak pernah protes karena memang aku tidak keberatan.

"Kamu keliatan terkejut. Jangan bilang kamu kecewa soal semalam?"

Aku menggeleng cepat. "It was fantastic. You're clearly ... very skillful in that department." Ucapanku itu memang jujur, tetapi aku berusaha menghindarkan bahasan tentang semalam. Craig terlalu ... outspoken.

"Jika aku mengiyakan pernyataan itu, kamu pasti menganggapku angkuh dan besar kepala. Instead, I'll take your words as compliment without having to say yes or no."

"Wise."

Suara tawa Craig mengisi kamarku sebelum dia menghela napas. Jujur, aku semakin tidak nyaman berada sedekat ini dengannya. His charm is, indeed, dangerous. Aku tidak keberatan dengan one night stand, tapi bukan berarti aku sering melakukannya. Sejak putus dari Arthur, hanya tiga kali aku melakukannya. Tiga pria itu, anehnya, justru menjadi temanku. We casually meet for dinner, go to the beach or club, having Sunday brunch, or watch festival, but no more sex involved. Aku sering heran dengan fakta itu. Dua dari mereka bahkan sudah memiliki pacar dan aku kenal dengan mereka. Tidak ada kecemburuan dari mereka setiap kali Rhys dan Dylan menceritakan bagaimana kami saling mengenal. Pria ketiga, Sanders, sudah kembali ke Kanada, tetapi kami masih sering berkirim kabar lewat surel. Dan mereka bertigalah yang pertama kali meminta nomorku. Ada begitu banyak yang tidak bisa dijelaskan di dunia ini meskipun dengan sesuatu dengan status sejelas one night stand.

"You know what? Sudah lebih dari setahun aku tidak melakukannya."

Aku mengerutkan kening, membiarkan Craig tahu bahwa aku tidak memahami maksud kalimatnya.

"Talking to a guy in the bar and ended up ... in his bed." Craig mengucapkannya dengan begitu ringan, seperti bukan perkara besar tidur dengan orang yang baru ditemuinya. "But you ... you're just different. I wish I could, but I just have no words to explain it perfectly."

THE SHADES OF RAINBOWDonde viven las historias. Descúbrelo ahora