32. Too Far

6.8K 298 36
                                    

Alice membalikkan badannya memunggungi Liam. Saat hendak menutup matanya, tiba,-tiba saja Alice merasakan lengan kekar seseorang yang memeluk perutnya yang kecil.

Alice membulatkan matanya terkejut dan memilih terdiam seperti patung ditempatnya. Ia dapat merasakan pergerakan dari tubuh Liam yang memajukan badannya agar bisa lebih dekat dengannya.

"Maafkan aku, Alice." Kata Liam sedikit berbisik dengan tiba-tiba.

"Maafkan aku karena selalu menjadi orang yang brengsek didepanmu." Kata Liam lagi dengan tulus. Mata Alice lagi-lagi terasa terbakar. Ia akan kembali menangis. Oh tidak. Jangan lagi menangis di malam ini.

Alice berusaha keras agar tidak lagi menangis. Setelah terdiam cukup lama untuk mengumpulkan semua tenaga dan keberaniannya, Alice memutar tubuhnya dan menatap Liam dalam penuh dengan keyakinan. Liam membalas tatapan Alice dengan tenang.

"Kita akhiri saja segalanya Liam. Kita akhiri pernikahan kita, dan kontrak konyol yang kita lakukan."

Liam terdiam. Masih dalam posisi memeluk tubuh Alice. Lidah nya terasa kelu untuk menyahut hal yang baru saja Alice katakan padanya.

Ia hanya menatap Alice dengan tatapan pasif nya. Apakah Liam ingin semua ini berakhir?

Tidak.

Apakah Alice benar-benar ingin mengakhiri segalanya bersama Liam? Ini benar-benar membuat Liam gila. Ia tidak ingin melepaskan Alice. Tidak akan pernah ingin.

Liam memeluk Alice semakin erat yang membuat mata Alice terasa semakin membakar. Begitu pula hatinya. Pertahanan dirinya akan mulai runtuh. Oh tidak. Ini salah. Alice tidak boleh terlihat lemah didepan Liam.

Alice masih terdiam membeku ditempatnya. Bingung harus melakukan apa. Dan ia berharap Liam tidak menggerakkan tubuhnya bahkan secentipun. Karena, jika Liam melakukan itu, pertahanan Alice akan benar-benar runtuh. Ia akan kembali memangis.

Liam kembali bergerak. Ia menenggelamkan wajahnya dipuncak kepala Alice. Dan benar saja, Alice tiba-tiba terisak dipelukan Liam. Dan itu terdengar sangat keras.

Liam mencium puncak kepala Alice dengan lembut lalu mengelus punggung Alice perlahan.

"Tidak, Alice. Jangan akhiri ini." Kata Liam pada akhirnya. Mungkin ini adalah yang keseribu kalinya Liam membuat Alice menangis.

Setelah merasa lebih tenang, Alice mengangkat kepalanya pada Liam. Ia terdiam sebentar sebelum akhirnya ia membuka suaranya.

"Kau tidak ingin mengakhiri ini?" Tanya Alice dengsn suaranya yang sedikit serak.

"Tidak." Bisik Liam.

"Mengapa?" Tanya Alice dengan tenang. Ia menunggu Liam menjawab, tapi Liam sama sekali tidak mengeluarkan suaranya. Ia hanya menatap Alice dengan tatapan yang tidak dapat Alice mengerti.

"Kita akhiri saja, Liam." Kata Alice dengan nada final lalu berusaha menjauhkan dirinya dari pelukkan Liam.

"Tidak. Jangan," Lirih Liam tidak melepaskan pelukkannya pada Alice. "Biarkan tetap dalam posisi seperti ini." Lanjut Liam.

"Kita akhiri semuanya sekarang Liam. Ini semua adalah sebuah game. Dan kita sudah terlalu lama dan jauh bermain."

"Jangan katakan itu. Kumohon."

"Apa yang membuatmu tidak ingin mengakhiri ini semua?" Tanya Alice sedikit meninggikan suaranya. Alice menatap Liam dengan tidak mengerti.

"Itu karena..."

"Karena apa? Kau tidak mencintaiku, Liam. Kau tidak peduli padaku. Kau hanya mementingkan Cassie. Segalanya selalu tentang Cassie. Kau lebih membela dia dan mempermalukanku didepan publik. Kau meninggalkanku dalam keadaan yang sangat buruk disaat ayahku di masukkan ke rumahsakit hanya untuk Cassie. Segalanya tentang Cassie. Cassie akan selalu menjadi prioritasmu. Aku tidak bisa Liam. Aku tidak bisa. Kau tau aku mencintaimu. Tapi kau bersikap seolah kau tidak mengetahuinya. Itu melukaiku, Liam. Itu sangat melukaiku." Kata Alice berusaha mati-matian agar tidak lagi menangis. Ada perasaan lega dihati Alice setelah ia mengatakan semuanya pada Liam. Well, setengahnya. Bukan semuanya.

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang