1. Wedding

13.2K 523 40
                                    

Tiga hari setelah perkumpulan keluarga. Dan kini, aku sedang bersama Liam untuk mengambil gaun pernikahan ku.

Liam menjemputku di kantor saat jam pulang kantor. Tadi aku dapat melihat tatapan orang-orang disekitarku yang menatap kami dengan pandangan yang tidak bisa kumengerti. Apakah berita pernikahan kami sudah menyebar? Yang benar saja. Secepat ini?

Suasana di mobil hening. Baik aku maupun Liam tidak ada yang berniat membuka suara. Liam sedaritadi hanya fokus menyetir sedangkan aku hanya menatap keluar jendela bingung harus melakukan apa.

Handphone ku berbunyi. Aku segera mengambilnya. Oh tidak. Niall.
Aku menggigit bibir bawahku. Bingung. Harus kah aku mengangkat teleponnya? Ataukah aku harus mengabaikannya?

Liam melirik kearahku. "Ada apa?" Ia bertanya singkat. Aku menggelengkan kepalaku cepat.

"Tidak ada."

"Tidak kau angkat teleponnya?" Liam bertanya sambil melirikku.

"Aku tidak mengenal nomor nya. Aku tidak biasa mengangkat telepon dari seseorang yang tidak kukenal." jawabku asal.

"Biasanya seseorang menelepon karena ada hal yang penting."

"Haruskah aku mengangkatnya?" Tanya ku menatap Liam.

Haruskah aku?

"Terserah padamu. Namun kurasa,lebih baik kau mengangkatnya." Jawab Liam lalu kembali fokus menyetir.

Baiklah. Angkat teleponnya. Hanya untuk terakhir kalinya.

'Hallo?'

'Kau mengangkat teleponku, Alice? Kau benar-benar mau mengangkat teleponku?'

'Katakan saja apa yang ingin kau sampaikan, Niall.'

'Sekarang kau ada dimana? Bisakah aku menemuimu?'

'Tidak!'

'Apa kau sedang bersama Liam? Calon suamimu?'

'Ya.'

'Untuk apa kau bersamanya? Kembalilah padaku Alice. Aku merindukanmu.'

'Tidak usah mengatakan hal yang konyol, Niall.'

'Aku tidak mengatakan hal yang konyol, A. Aku mencintaimu. Aku membutuhkanmu.'

'Maafkan aku.'

Aku segera memutuskan sambungan teleponnya. Oh sial, mengapa harus sekarang? Aku menyeka air mata yang sedikit keluar dari mataku. Liam menatapku bingung.

"Ada apa? Niall. Dia kekasihmu bukan?"

"Dia hanya mantan kekasihku. Tidak usah membicarakannya, kumohon?"

Liam menghembuskan napasnya berat sebelum menjawab.

"Kenapa kau putus dengannya? Apa karena pernikahan kita? Kau tidak perlu melakukan itu Alice. Pernikahan kita hanya pura-pura. Kau ingat?"

"Itu bukan urusan mu, Liam. Bukankah kita telah sepakat untuk tidak mengurusi urusan pribadi?" Aku berkata malas.

"Oh. Maafkan aku." Kata Liam.

Perjalananpun kembali hening. Liam memberhentikan mobil nya didepan butik yang cukup mewah. Kami segera turun dan hendak memasuki butik itu.

Namun tiba-tiba handphone Liam berbunyi. Yang sukses membuat kami menghentikan langkah kami.

"Masuklah duluan." kata Liam.

"Tidak. Aku akan menunggumu. Angkat saja teleponnya."

Liam menurut. Ia segera mengangkat teleponnya. Sepertinya itu dari kekasihnya. Dengan iseng aku sedikit mendekatinya ingin tau apa yang dibicarakannya.

AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang