"Pakai jaketnya." Dagunya menunjuk jaketnya yang ada di tanganmu.

Kau mencoba mengembalikan jaketya, tapi ia sama sekali tidak mengeluarkan tangannya dari saku. Butuh waktu cukup lama untuknya sadar bahwa kau tidak akan memakai jaketnya dan itulah saat ketika ia memilih melakukannya sendiri. Awalnya kau menolak, tapi bisa dibilang bahwa ia memaksamu untuk memakainya.

"Taehyung, aku sudah bilang padamu agar meninggalkanku. Kenapa kau meletakkan semua catatan ini di depan pintuku? Itu ulahmu 'kan?"

Ia mengangguk, menunduk ke tanah. Tidak seperti biasanya ia tetap diam dan tak bicara apapun. Rasanya aneh melihat sisi dirinya yang ini lagi.

"Taehyung, kenapa kau melakukan ini?"

Ia mengendikkan bahu masih tidak ingin menatapmu. Saat kau sadar kalau dirinya tidak akan mengatakan apapun kau memutuskan ini sudah cukup. Kau sudah mencoba.

"Oke, terserah. Tinggalkan aku, serius." Kau hampir melepas jaketnya ketika ia menghentikanmu.

"Aku perlu mengembalikan jaketmu."

"Tidak perlu."

"Harus, aku tidak mau menyimpannya."

"Bisa kita bicara? Benar-benar bicara untuk sekali saja." Ia akhirnya menatapmu dan kau merasa terkejut. Apa yang dilakukannya?

"Aku tidak tahu."

"Kumohon?"

Kau mengangguk dan ia menggenggam tanganmu saat kembali ke apartemenmu. Setelah setahun kau bisa merasakan tangannya menggenggammu lagi. Tidak banyak berubah. Tanganmu kembali merasa hangat dan lantainya terasa seperti berjalan di atas awan. Tangan hangatnya selalu memberimu kenyamanan dan kau menyadari bahwa mungkin akan terus begitu.

Saat kau berdiri di depan pintumu, ia mengambil bunga itu, memandangnya sambil menunggumu membuka pintu. Kau membukanya dan melangkah ke dalam melepas sepatumu, tapi masih mengenakan jaket Taehyung. Ia juga sudah melepas sepatunya dan meletakkan bunga itu di gelas kaca berisi air di dapur. Kau menunggunya di ruang tamu, duduk di sofa dan memainkan kuku.

Ia muncul sambil membawa dua gelas dan sebotol wodka.

"Kau tidak mungkin serius." Kau menunjuk botol itu.

"Aku tidak bisa melakukannya jika sesadar ini." Ia duduk di sampingmu dan membuka botol.

"Cheers." Ia tersenyum padamu dan kau mencoba membalas senyumnya sebaik mungkin.

Situasinya sangat canggung, tapi kau tidak merasakan seperti itu. Entah bagaimana kau merasa nyaman dan kau benci itu.

"Apa kau suka fotonya?" ujarnya tiba-tiba setelah beberapa teguk.

"Apa?"

"Fotomu dan Jimin."

"Oh iya, tapi aku tidak tahu kenapa kau melakukannya. Kau agak menakutiku."

Ia membiarkan tawa kecilnya keluar, jemarinya memutari bibir gelas, menggambar lingkaran.

"Apa kau memikirkan apa yang kukatakan?" tanyanya masih memberikan perhatian penuh pada lingkaran di gelasnya.

"Tidak, tentu saja tidak."

"Apa, kenapa?" Ia jelas tersinggung dan jemarinya berhenti memutari bibir gelas.

"Taehyung ... kenapa aku harus memikirkan itu sedangkan satu-satunya yang seharusnya kupikirkan adalah cara untuk berhenti memikirkanmu," katamu sedikit terganggu dengan betapa seringnya kau menggunakan kata: berpikir.

Ia diam dan lanjut membuat lingkaran.

"Kau ingin berhenti memikirkanku?" Ia kembali menatapmu.

Kontak mata yang intens membuatmu menelan ludah, tapi kau tidak bisa lepas dari matanya. Matanya seperti lubang hitam.

"Iya," jawabmu gugup.

"Tidak."

"Tentu saja iya."

"Sudah jelas kau tidak bisa."

"Aku berusaha keras, tapi kau membuat semuanya sulit untukku. Taehyung, aku membencimu!" Air mata pertama turun melewati pipimu dan kau berdiri dengan sedikit pusing.

Ia mengikutimu aksimu dan berdiri.

"Kenapa baru sekarang kau menyalahkanku? Jangan katakan kau membenciku karena kau tidak membenciku!"

"What The Fuck!" Kau mulai berteriak padanya dan mengambil langkah mundur sebelum melanjutkan: "Bagaimana bisa aku yang salah?"

"Kau tidak berpikir untuk menyalahkan dirimu sendiri, mungkin kau harus melakukannya sekarang." Sekarang nada suaranya naik.

"Dasar brengsek, pergi!"

"Tidak! Tidak sebelum kau memikirkannya!"

"Soal apa? Soal kau yang meninggalkanku demi Barbie dan menyelingkuhiku beberapa bulan? Tidak, terima kasih. Aku sudah cukup memikirkan itu dan aku muak sampai rasanya ingin mati!"

"Jangan mengungkit hal itu sekarang!" Ia mendekat, tapi kau melangkah mundur.

Ini berubah jadi perdebatan lagi. Adrenalin mulai mengalir melalui darahmu dan kadar alkohol di dalamnya tidak tidak memberi efek baik.

"Lalu apa yang harus kupikirkan? Hanya kau satu-satunya untukku, Taehyung. Sepanjang waktu aku setia padamu. Aku memberikan semuanya untukmu, aku mencintaimu dengan sepenuh hati. Aku memberikan hatiku dengan mudah dan sekarang aku tidak bisa melakukan apapun untuk mengambilnya lagi, tidak peduli betapa kerasnya usahaku!" Kau masih berdiri dan membenamkan kepalamu di tangan agar ia tak bisa melihat tangisanmu.

Tidak ada suara selain tangisanmu. Taehyung tampak tegang dan marah. Ia mencoba mengatur napasnya sebelum bergegas mendekatimu.

"Itu karena aku tidak bisa mengembalikannya," gumamnya dengan suara berat sebelum menyingkirkan tanganmu dari wajah dan mengangkat dagumu. Kau tidak menyadari apa yang terjadi ketika tiba-tiba kau merasakan bibirnya yang lembut menekan milikmu.

☆☆☆

27 Juni 2016

revisi : 18 Desember 2018

Perfect ➳ KTHWhere stories live. Discover now