"Kenapa gak bangunin dari tadi, Julie?" tanya Rafael dengan suara seraknya.

"Lo capek habis berantem sama orang-orang brengsek itu. Jadi butuh tenaga sedikit lebih banyak dari gue." Juliet tersenyum samar. Rafael hanya mengangguk mengerti.

"Apa gue bisa becanda sekarang?" tanya Rafael tiba-tiba. Juliet merasa aneh dengan pertanyaan Rafael.

"Kenapa pakai ijin segala?" Juliet terkekeh. Padahal Rafael belum mengucapkan hal yang lucu.

"Kita berdua belum mandi. Dan sekarang udah malem juga." Rafael akhirnya mengucapkan hal yang menurutnya cukup lucu. Juliet terkekeh lalu menghentikan mobilnya.

"Sudah sampai di pemberhentian favorit gue." Rafael jadi kebingungan. Lalu dia melirik keadaan sekitar. Mereka berhenti di sebuah rumah kecil yang penuh dengan berbagai bunga.

"Ini tempat apa?" tanya Rafael, penasaran.

"You'll know." Juliet kemudian keluar dari mobil duluan, diikuti Rafael setelah itu. Mereka masuk ke dalam rumah yang tanpa penjagaan dari siapapun.

Rafael terkagum melihat isi rumah mungil itu. Tidak seperti yang terlihat dari luar, rumah itu ternyata cukup luas. Tempat itu begitu cantik. Ada banyak tanaman di sana. Kemudian terdapat sebuah kolam air panas di tengah-tengah rumah itu. Rafael masih tak berhenti kagum. Seolah dia tak mengira ada tempat sebagus ini juga di Indonesia.

Sedangkan Juliet baru saja keluar dari ruangan kecil yang ada di sana dengan mengenakan sebuah piyama. Dia mengambil sesuatu dari ruangan itu seperti kaus bersih dan dua handuk. Masing-masing diberikan satu kepada Rafael. Tentu saja Rafael jadi bertanya-tanya tempat apa ini sebenarnya.

"Gedung tua itu tempat privasi lo. Dan ini tempat gue. Tetap cantik walaupun bertahun-tahun gue gak ke sini. Berkat penjaga tempat ini," jelas Juliet. Tempat itu adalah hadiah Vina di ulang tahun Juliet yang ke 14 tahun.

"Terus penjaganya ada di mana?" tanya Rafael sembari membuka kaus yang dikenakannya dan masuk duluan di kolam itu.

"Udah pulang. Batas waktu jam 5 doang karena penjaganya harus pulang ke kampung seberang." Juliet ikut masuk ke dalam kolam itu setelah membuka piyama yang dipakainya. Gadis itu mengenakan pakaian renang.

Juliet kemudian mendekatkan tubuhnya pada laki-laki yang kini menatapnya heran. Dia menyentuh lebam yang ada di wajah Rafael dengan tatapan yang sulit diartikan. Tiba-tiba Juliet tersenyum. "Mau main, gak?"

"Main?"

Rafael jadi bertanya-tanya, permainan apa lagi yang akan mereka mainkan? Kala itu, di saat dirinya mengajak Juliet bermain, dia menggunakan momen itu untuk menyatakan perasaannya. Lalu apa yang direncanakan Juliet untuk ini?

"Dulu waktu gue sama Raka ke sini, kita punya satu permainan seru."

Baiklah. Dugaan Rafael ternyata memang salah. Juliet hanya sedang ingin bernostalgia. Hal tersebut membuat Rafael merasa canggung. Dia tak harus berpikir sejauh itu. "Apa permainannya?" tanya Rafael akhirnya.

"Truth or dare. Gak bisa jawab, ganjarannya nahan napas selama semenit atau lebih." Juliet mengingat bahwa permainan seperti itu sangat lah seru pada masanya. Rakata selalu kalah dan harus mendapat hukuman untuk menahan napas di kolam itu. Tapi Juliet kerap kali kesal karena sahabatnya itu pandai dalam segala hal. Termasuk menahan napas di air. Hal yang sepele baginya.

Rafael mengerutkan dahinya, namun dia mengangguk pada akhirnya. "Siapa yang duluan?" tanya Rafael.

"Lo aja. Tanya apapun. Tapi jangan yang kayak terakhir kalinya. Gue emang sayang sama lo." Rafael terkekeh. Ternyata Juliet masih ingat dengan permainan mereka beberapa bulan yang lalu itu.

Bad Juliet?Where stories live. Discover now