8. When Jealousy Taking Control

24.2K 2.2K 277
                                    

08. Alpha Addicted

When Jealousy Taking Control

Dhe dan Yash terbangun mendadak saat mendengar jeritan yang memecah kesunyian malam. Jeritan itu terdengar lagi, tidak jauh dan nyaris membuat jantung mereka berhenti begitu menyadari siapa yang berteriak.

"Rein," desah Dhe dengan wajah memucat.

Yash segera melompat dari tempat tidur dan berlari panjang-panjang. Dhe mengikuti dari belakang. Serigala mereka sekarang mendengking gelisah.

"Rein! Rein! Buka pintunya!" Yash menggedor pintu kamarnya yang terkunci. Teriakannya masih terdengar, kali ini semakin jelas. Mereka bisa mendengar suara deritan dan gedebuk di dalam. Seseorang sepertinya berusaha menyerang puteranya.

"Minggir!" Dhe menggeram, mata menguning dan menendang pintu itu tepat saat Yash melepas kenopnya. Pintu menjeblak terbuka, miring dari engselnya.

Di dalam kamar Rein tidak ada siapapun. Jendela kamarnya tertutup, sinar dari cahaya luar samar-samar masuk ke dalam kamarnya. Menerangi tempat tidur, tepat pada Rein yang berteriak kesakitan. Tidak ada bau apapun di udara selain bau khas Rein.

"Ya Tuhan," bisik Dhe segera ke arah Rein.

Rein meronta-ronta di tempat tidur. Tubuhnya menegang, memegangi bantal dan selimut. Mulutnya terbuka, berteriak menyakitkan, seolah seseorang sedang menyakitinya. Tubuhnya basah oleh keringat. Matanya terbuka, namun dia seakan tidak melihat mereka; matanya seakan berkabut.

"Rein! Rein!" Yash mencoba menyadarkannya, memeluknya di dada. "Sadar, Rein!"

Kali ini, tangan Rein memegangi punggungnya dan Yash bisa merasakan kalau kuku-kuku pendeknya melesak ke kulit, melewati piyama yang dia kenakan.

"Apa yang terjadi padanya?" gumam Dhe ketakutan, memegangi tangannya yang satu lagi.

"Aku tidak tahu. Tapi apapun itu, dia sangat kesakitan," gumam Yash. Serigalanya jengkel dan marah karena ada seseorang yang berusaha menyakiti puteranya.

Rein masih berteriak, berkutat untuk melepaskan diri. Yash menggeram lagi.

"Aku di sini, Puteraku. Kau aman bersamaku." Yash memeluknya erat-erat, tidak peduli dengan darah di punggungnya. "Daddy, di sini Rein. Kau baik-baik saja. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu."

Perlahan-lahan teriakannya mereda menjadi tarikan napas panjang yang tersenggal. Dhe tersedak kemudian terisak-isak melihat Rein menatap mereka dengan pandangan kosong dan tubuh lemas.

"Rein..." bisik Dhe hati-hati, "kau bisa mendengarku?"

Anak muda itu hanya mengedip sekali dan menenggelamkan kembali wajahnya ke dada Yash, seakan mencari posisi nyaman.

Mereka berdua menunggu dalam diam bagaimana napas Rein berubah teratur dan membuktikan kalau dia kembali tidur.

"Aku akan menjaganya di sini," kata Yash, mengusap-usap punggung Rein. "Kau kembalilah ke kamar, Dhe."

Dhe menggeleng. "Aku juga di sini," katanya. "Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Aku tidak akan membiarkannya sendiri."

"Tapi tempat tidurnya tidak muat, Dhe," Yash menaikan alis, tapi tidak bisa menahan senyumannya melihat mate-nya menggeleng keras kepala. "Kemarilah, Sayang."

Dhe naik ke atas tempat tidur, bersempit-sempitan dengan Rein yang ada di tengah-tengah mereka. Rein tidak terlihat keberatan karena dia malah memeluk Dhe tidak lama kemudian, sembari tangan yang satunya memegangi Yash.

"My Baby," bisik Dhe mengecup kepala Rein.

*

Rion menghela napas panjang, melihat ekspresi kalut yang ditunjukkan Ayahnya dari monitor. Di seberang sana Yash tampak kacau. Ada bengkak yang muncul di bagian bawah matanya, pertanda dia kurang tidur, rambutnya berantakan dan matanya merah. Dia juga tidak luput melihat bahwa tubuh Yash sedikit lebih kurus.

Alpha AddictedWhere stories live. Discover now