6. Necromancer

25.8K 2.2K 348
                                    

Rion menggertakan gigi. Matanya menyapu kamarnya yang berantakan saat ini. Sudah dua jam berlalu ketika serigalanya mengamuk karena kehilangan keluarga dan menghancurkan nyaris seluruh ruangan.

Tempat tidurnya berantakan, dengan isi yang berhamburan di lantai. Meja belajarnya terbalik, dan kursi yang biasa dia gunakan patah. Bukan hanya itu saja, buku-buku pelajarannya juga robek. Bahkan lemari yang dia gunakan juga terbalik.

Ada beberapa orang yang terganggu dan mencoba menenangkannya, namun mereka tidak bisa melakukannya. Bahkan pacarnya sama sekali tak bisa melawannya dan memilih mundur teratur ketika serigalanya mengambil alih dan menggeram ganas pada mereka.

Sekarang, setelah dia sedikit tenang dan serigalanya mulai mendengking menyedihkan, Rion mulai bisa berpikir.

Dia harus segera kembali dan memastikan kabar bahwa Rein--dia tak ingin mengakui hal itu. Beberapa jam lalu Rein masih ngobrol dengannya di skype.  Adiknya bahkan masih bisa bercanda soal tingkah Eryn.

"Rein," gumamnya. Hatinya kembali teriris. Wajah adiknya masih terbayang dalam kepalanya. Rein adalah keluarga. Mereka lahir dari bunga yang sama. 

Dia masih mengingat dengan jelas, ketika masih berusia dua tahun, saat di mana bunga Rein terbuka perlahan seperti kepompong. Dari cerita Faye, kelahiran Rein sedikit berbeda darinya. 

Bila Rion lahir dalam bentuk telur berwarna biru dengan pendaran bintang, maka Rein lahir dari bunga besar yang berbentuk kepompong. Dari cerita kawanan, warna bunga Rein selalu berbeda setiap waktu, pernah satu kali warna bunga itu berwarna kelabu dan menghitam dalam beberapa menit, membuat Faye panik karena mereka berpikir bahwa dia gagal, namun warna gelap itu berubah menjadi sinar biru temaram indah sedikit demi sedikit tak lama kemudian, lalu berganti kembali menjadi hijau dan kuning cerah.

Rion ingat bahwa dia selalu terpesona dengan warna bunga milik Rein. Memang tidak ada para fairy yang menghampiri mereka, namun makhluk-makhluk kecil seperti burung,  tupai dan kelinci akan berkeliaran di sekitar bunganya, seakan mengajaknya untuk mengobrol.

Mengingat kejadian yang sudah berlalu seakan membuat seluruh kejadian hari ini menjadi nyata. Seolah-olah Rein sudah menjadi kenangan.

Dengan lelah Rion berusaha bangkit dari tempatnya saat ini, mencari-cari tasnya. Dalam kepalanya hanya ada keinginan kuat untuk pulang, kemudian mengucapkan selamat tinggal untuk adiknya.

Suara dering perlahan ponselnya membuatnya menoleh. Dia menunduk untuk mengambil ponsel yang terjatuh tepat di bawah tumpukan buku. Sambil menyeka matanya, dia mengangkat telepon dengan suara serak, "Halo?"

"Jangan bilang kalau kau menangis karena kabar yang kau dapat dari SMS."

Rion nyaris menjatuhkan ponselnya. Dengan tangan gemetar dia melihat layar ponselnya, menatap nama yang membuatnya jadi seperti ini.

"Rein?"

"Mhm, apa kau tak lagi mengenal suaraku?"

Rion seperti ikan kehilangan air. "Tapi, kenapa--Dad mengirimkan pesan kalau kau--" Air matanya nyaris keluar lagi. "Apa yang terjadi, Rein? Apa kau tak tahu betapa paniknya aku?" Kini, setelah dia mendengar suara Rein yang baik-baik saja, dia malah ingin marah-marah.

"Daddy dan Papa mengira aku meninggal karena mereka tak mendengarkan suara denyut jantungku yang lemah sekali. Kau kan tahu sendiri kalau denyut jantungku memang lebih lemah dari yang lain."

"Tapi mereka Alpha dan Luna. Kemampuan dan indera mereka lebih sensitif daripada yang lain--"

"Mungkin mereka hanya panik karena melihatku berdarah."

Alpha AddictedTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon