-Tiga-

6.6K 247 7
                                    

Alvi berjalan di lorong yang sangat sepi. Alvi merasa sangat takut, rasanya ia benar-benar tidak bisa jalan kaki untuk pulang ke rumahnya kedua kalinya.

"Bang Arga mana, sih. Gue takut." keluhnya

Alvi merasa ada yang mengikutinya dari belakang, Alvi berbalik tapi tidak menemukan siapapun dibelakangnya.

Alvi kembali berjalan seolah tidak ada apa-apa dibelakangnya, tetapi tetap was-was. Perasaannya tidak enak, dia bisa merasakan ada yang mengikutinya.

Tiba-tiba ada yang membekap mulut Alvi dari belakang, Alvi bisa melihat dengan jelas wajah orang itu.

Alvi sangat kaget, matanya mulai mengeluarkan air mata.

Orang itu melepas bekapan di mulut Alvi, dan memeluk Alvi dengan erat, seolah tak ingin Alvi pergi darinya.

"Lepasin gue!" Geram Alvi

Tapi cowok itu tidak mau melepaskan Alvi, "Biarin kayak gini, Ana. Gue kangen sama lo." Ucap cowok itu pelan.

Ana? Apa masih pantas cowok itu memanggilnya dengan nama Ana? Setelah membunuh orang yang sangat disayangi olehnya?

"Gue gak mau kenal sama lo lagi. Lo pembunuh!" Ucap Alvi dengan histerisnya menginjak kaki cowo itu.

Cowo itu adalah Raka Sebastian. Sahabat Erlangga, kekasih Alvi yang meninggal.

"Ana, gue minta maaf atas semu—" Alvi melarikan diri dari Raka. Raka mengejar Alvi hingga akhirnya, Raka kehilangan jejak Alvi.

Raka mulai kesal dan merasa bersalah. Raka pergi dari sana meninggalkan sejuta rasa bersalah dihatinya.

Sedangkan Alvi bersembunyi dibalik pohon yang ada disebelah Raka tadi. Alvi menahan isakannya agar tak terdengar oleh Raka.

💕💕💕

Gio selalu pulang melewati lorong-lorong yang sepi, utamanya jika ada pemeriksaan lalu lintas. Lorong itu juga menghubungkan jalan sekolahnya dengan jalan sekolah Geisha, adik bungsu Gio.

Tiba-tiba Gio mendengar suara tangis seorang cewe dibalik pohon.

"Gue kok merinding, ya?" Gumamnya sambil memegang tengkuknya.

"Biasanya juga gue lewat sini, tapi gak ada suara serem gini." lirihnya sambil memelankan laju motornya.

Gio mematikan mesin motornya, lalu turun dan berjalan kearah pohon tersebut.

Gio menemukan sosok cewek yang sedang berjongkok dan menunduk sambil menangis.

"Lo kenapa nangis?" Tanya Gio dengan takut-takut.

1 menit

2 menit

Tak ada jawaban, Gio menelan salivanya, Bulu kuduk Gio merinding seketika.

"Gue bukan hantu." ucap cewek itu sambil menahan isakannya.

Gio menghela nafas, ternyata cewek itu manusia.

"Terus, ngapain lo nangis disini? Tunggu, baju seragam lo, Lo siswa SMA Garuda?" Tanya Gio

Cewe itu masih menunduk, dia masih berusaha menetralkan perasaannya yang campur aduk.

"Hm." jawab cewe itu lalu berdiri.

Gio menatap cewek itu, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia mendekat untuk melihat dengan jelas apakah yang ia lihat adalah Alvi?

"Alvi?"

Cewek itu, Alviana.

Alvi mendongak, hanya menatap Gio datar.

"Lo kenapa?" Tanya Gio

Alvi menggeleng, "Gak apa-apa." Jawabnya singkat.

"Lo bohong, buktinya lo nangis." Gio tetap khawatir pada cewek dihadapannya.

"Gue gak apa-apa kok." mata Alvi berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh dihadapan Gio.

Pikirannya masih tentang Erlangga. Dia benar-benar tidak tau harus bagaimana lagi.

"Kalo lo mau nangis lagi, silahkan. Gue siap kok jadi pelampiasan lo." ucap Gio sambil memeluk Alvi.

Alvi tidak memberontak, tidak juga melepaskan pelukan Gio, ia hanya nyaman. Walau hanya beberapa saat, setidaknya ia bisa meredakan tangisnya di pelukan Gio.

"Pembunuh itu, kembali." Lirih Alvi ditengah-tengah tangisnya.

Gio hanya mendengar, Alvi sepertinya ingin bercerita.

"Gue takut." Ucap Alvi kemudian menatap wajah Gio dari bawah.

"Baju lo basah." Lirih Alvi sambil melepaskan pelukan Gio.

Gio tersenyum, "Gak apa-apa kok, yang penting lo udah tenang."

Alvi membuka tasnya, dan menarik beberapa lembar tissu, kemudian me-lap baju Gio yang basah karena air matanya.

Gio memegang tangan Alvi yang membersihkan titik-titik air mata Alvi di bajunya.

"Gak usah, nanti juga kering sendiri. Lo mau gue anter pulang?"

Alvi menggeleng, "Gak, makasih. Rumah gue udah gak terlalu jauh dari sini." ucapnya setenang mungkin.

Gio pun mencegahnya, "Gak, gue gak terima penolakan. Naik!" Dengan memberikan helm biru yang bergambar 'frozen' kepada Alvi.

Alvi mendengus, lalu menerima helm tersebut kemudian naik ke jok motor Gio.

Senyum Gio mengembang, step by step berhasil.

❤❤❤
to be continue..
Chapter 3 of 3 end..

Ice Girl And Cool Boy(Versi REVISI)Where stories live. Discover now