Aku dan Sehun kembali saling bertatapan bingung.

Namun dasar Kim Jongin nakal. Dia selalu mempermainkan kami.

"Tapi bohong ...," ucapnya tiba-tiba, "Dia adalah sepupuku kok. Anak dari paman Park."

"Astaga, Kim Jongin kau bisa serius sedikit tidak?" Pekikku kesal.

Jongin menghela napasnya berat dan menoleh padaku.

"Aku serius," ucapnya sambil menunjukkan sebuah foto profil di akun SNS pada layar ponsel miliknya.

"Sekarang kalian percaya kan?"

Sehun mengangguk paham setelah mengenali sosok wanita tua di dalam foto sedang bersama pria itu. Sedangkan aku tentu saja masih bingung. Seolah antara percaya dan tidak percaya, bagaimana bisa Jongin punya saudara seperti psikopat itu.

Eh, sedikit sulit kujelaskan. Intinya meski pun dia menyelamatkanku tapi tetap saja pertemuan pertama kami tidak lah menyenangkan sama sekali.

"Aku baru menyadarinya saat aku mau menghubungi nenek mengabari keterlambatanku pulang ke rumah."

"Wah ... nenekmu sebenarnya punya berapa anak?"

Pertanyaanku membuat Sehun menatapku dengan tatapan 'emang penting?' sedangkan Jongin tertawa geli melihat wajahku yang merah padam.

"A-aku hanya penasaran." Kataku membela diri.

"Sehun-ah, aku rasa aku semakin menyukai gadis ini ..." ucap Jongin.

"Yak! Hentikan, dia milikku."

Sehun meraih tanganku dan menggenggamnya erat.

Duh, Hun ... Aku semakin melayang dengan kata-katamu, batinku.

***

Bunyi dering alarm terdengar cukup kuat seakan ingin memecahkan gendang telingaku. Dengan mata terpejam, aku mengulurkan tanganku mencari-cari alarm yang sejak tadi berbunyi di atas nakas kecil samping tempat tidur.

Assa!

Aku berhasil mematikannya. Saat aku baru saja hampir kembali masuk ke alam mimpi, kali ini ponselku yang berdering bersamaan dengan getaran yang kurasakan di samping bantal kepala.

"Halo sayang," suaraku tampak masih serak.

Terdengar kekehan kecil di seberang telepon.

"Sayang, kau masih tidur?"

Oh Sehun ... Senyumku merekah.

Suara lembut Sehun menjadi alarm paling ampuh yang faktanya bisa membuat mataku total terbuka.

Aku tersenyum sembari menggelengkan kepala.

"Aku baru bangun." 

Bohong. Aku baru saja akan kembali tidur sebelum dia membangunkanku.

"Kau sendiri Pak dokter, bagaimana tidurmu?

Sehun mendesah, "Jeong ..."

Aku terkekeh geli dalam hati. Aku memang sengaja menggodanya dengan panggilan dokter. Dia paling tidak mau kalau aku memanggilnya dokter tapi Hun.

Aku teringat beberapa tahun lalu saat aku berlari mengejar ibuku yang naik taxi.

Sehun ada di sana. Dia menguatkanku dan mendekapku.

"Han Sujeong, di bawah langit ini aku bersumpah untuk menjadi Hun-mu selamanya."

Itu janji yang Sehun buat untukku di bawah lautan bintang yang menjadi saksi lumatan-lumatan di bibir yang penuh gairah.

"Jeong?" Sehun memanggilku berulang kali, namun aku tenggelam dalam memori kami berdua.

"Sayang ..."

"Eh, hm?"

"Kau sudah siap bukan?"

"Ada apa Hun?"

"Loh, apa kau lupa hari ini kita akan pergi ke Pulau Jeju?"

"Eh, hari ini yah?"

Kudengar Sehun tertawa kecil dari seberang telepon.

"Sudah, siapkan kopermu. Aku akan menjemputmu 1 jam lagi."

"Baiklah."

Tak berselang lama setelah aku menutup telepon Sehun, kini Kim Jongin yang menelponku.

"Ada apa?"

"Sujeong-ah, apa kau sibuk?"

"Tidak juga sih," jawabku. "Ada apa?"

"Aku butuh bantuanmu."

"Bantuan apa?"

Jongin menjelaskannya ditelepon. Aku tidak bisa berkata tidak padanya. Aku berutang banyak hal padanya, apalagi terkait saudara sepupunya itu--adalah utang nyawa.

"Baiklah," kataku.

Semoga keputusanku ini tepat.

"Aku akan ke sana." 

Bersambung ...
___
Vote dan komentar diperlukan, terima kasih.
Semoga yang baca dan meninggalkan jejak dijauhkan dari virus corona. Amin.

Ain't Creeping in Your Heart? [REMAKE]Where stories live. Discover now