"Sudah puas menangisnya?" tanya Jongin setelah hampir lima belas menit aku menangis dipundaknya.

Aku mengangguk.

"Eh, lukamu?"

Aku baru tersadar, bukan cuma ayah yang terluka tapi Jongin pun tampak berantakan dengan lebam disudut bibirnya dan beberapa luka lecet.

Jongin tersenyum. "Anak kecil suka makan gulali ketika mereka sakit dan setelahnya mereka akan sembuh sendiri."

Aku mengernyit. Kadang ucapan Kim Jongin sering sulit diterka maksudnya.

"Kau tahu apa maksudnya?"

Aku menggeleng pelan.

"Melihat senyummu saja aku sudah bisa sembuh."

Tentu saja aku langsung tertawa mendengarnya.

Satu lagi keanehan Kim Jongin.

"Aku senang kau bisa tersenyum lagi," ucap Jongin lembut, "Sering-seringlah tersenyum, Han Sujeong ..."

Entah sudah berapa lama kami berdua duduk di bangku halte bus. Sampai aku teringat sesuatu dan melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 22.00 KST.

"Jongin-ah ...,"

"Hm?"

"Bukankah seharusnya Joyoung sudah pulang sekarang?"

Jongin tampak terdiam dan memikirkan sesuatu. "Aku baru sadar seminggu ini Joyoung sering pulang larut malam." Katanya.

Aku langsung berdiri menatap cemas ke dalam semua bus yang singgah di halte ini.

Bagaimana ini, bagaimana ini ...

Tanganku gemetar. Tubuhku mengigil tidak mendapati satu-satunya adik lelakiku di dalam bus.

"Han Sujeong, tenanglah." Jongin berusaha menenangkanku. "Aku akan mencarinya. Aku janji."

Aku mengangguk singkat dan kembali menatap ke bus atau taxi yang lewat. Sedangkan Jongin sibuk menelpon seseorang meminta bantuan.

"Sujeong-ah, aku sudah menemukannya."

"Dimana?" tanyaku cemas.

"Di klub malam dekat sini," jawab Jongin sambil berusaha mendekapku. Dia paling tahu emosiku tidak stabil terutama bila mengenai adikku.

"Apa?"

***

Aku mendatangi klub malam yang terletak di Gangnam. Saat aku hendak memasukinya, tangan Kim Jongin menahanku.

"Sujeong-ah, kau tidak perlu masuk ke sana."

Aku menatap geram Kim Jongin. Ini bukan saat yang tepat dia mencegahku masuk di saat dia juga sudah tahu adikku ada di dalam.

"Apa maksudmu Jongin?" tanyaku dengan nada kesal. "Oh, sepertinya kau takut aku membuatmu terlibat masalah lagi. Kalau begitu, kau bisa pergi."

Aku melepas tangannya yang menahanku.

"Han Sujeong ...," Jongin kembali menahanku. "Kau dan keras kepalamu sampai kapan akan terus seperti itu?"

Aku mengernyitkan dahi.

"Maksudku melarangmu ke dalam adalah tidak baik untuk perempuan baik masuk ke dalam."

Jongin menunjuk ke arah sebuah pintu lain klub ini. Tampak beberapa wanita nakal sedang bersama pria masing-masing dan bercumbu.

Aku terdiam dan menatap Jongin dengan perasaan bersalah.

"Aku akan ke dalam untukmu," Jongin membuatku duduk menunggu di salah satu bangku yang tak jauh dari sana.

"Aku akan membawa Joyoung pulang. Kamu tunggu saja di sini."

"Baiklah ..." Aku pun menurut menunggu mereka berdua di sini.

Tak berselang lama, aku mendengar keributan di depan klub. Aku teringat pada adikku dan Jongin. Kedua kakiku langsung berlari menuju klub.

Dari jauh aku bisa melihat seorang pria muda yang sedang berkelahi dengan beberapa gangster, errh ... atau bisa kuceritakan kalau pria itu sedang dipukuli mereka.

"Hentikan ... hentikan ... Tolong hentikan!"

Aku berlari melerai mereka. Para gangster itu menatapku tajam membuat tubuhku bergidik ngeri.

Sial.

Aku merutuki diriku sendiri yang terlalu sok pahlawan dengan keadaan ini di saat tidak ada orang yang tampak peduli menyelamatkannya.

"Pergilah nona, kami tidak ada urusan denganmu." Ujar salah seorang gangster.

Aku menatap mereka penuh percaya diri sambil menyembunyikan rasa takutku.

"Maju bila kalian berani," kataku menantang.

"Cih, kau menganggap remeh kami nona."

"Aku sudah memvideokan perkelahian kalian tadi," kataku tanpa rasa takut seperti tadi. "Dengan bukti ini saja cukup untuk membuat kalian dipenjara."

Aku menunjukkan ponselku. Tak disangka, seorang pria di antara mereka mengambilnya, menjatuhkan dan menginjak ponselku hingga rusak.

"Yak!"

Emosiku memuncak. Sontak memukul pria gangster itu dengan kayu yang tadi mereka gunakan untuk memukul pria yang kini sudah terkapar di tanah.

"Gadis sialan!" Umpat gangster yang kupukuli. Dia melangkah maju dan hendak memukuliku namun sebuah tangan besar meraih tangannya di udara dan memukul gangster itu tepat di wajahnya.

"Eh?" Aku kaget menatap pria yang tadi terkapar lemah di tanah sudah berdiri tepat di depanku meski pun sedikit sempoyongan akibat alkohol.

"Bos, bos, kau tak apa-apa?"

"Sialan! Habisi mereka!" Perintahnya pada beberapa pria lainnya.

"Kyaa!"

Bersambung ...
___
Vote dan komentar diperlukan. Terima kasih.
Hehe, versi baru tahun 2020 ini semoga menarik ya.

Ain't Creeping in Your Heart? [REMAKE]Where stories live. Discover now