Bagian 9

2.6K 141 0
                                    

"PURI!!!!" Teriak Radit mengagetkan kedua orangtuanya.
Setelah kecelakaan itu, Radit dan Puri langsung dilarikan kerumah sakit terdekat. Dan disinilah sekarang Radit. Diruang rawat inap ditemani kedua orang tuanya. Ibu Radit langsung memeluk putra ragilnya saat melihat Radit sadarkan diri.
"Alhamdulillah nak kamu sadar juga." Kata ibu Radit sambil terus menciumi anaknya
"Puri Bun. Puri mana Bunda? Radit mau ketemu Puri bunda." Kata Radit khawatir.
"Tenang dulu dit. Bunda panggil dokter dulu biar kamu diperiksa. Nanti habis itu kita ke ruang rawatnya Puri ya nak."
Tak berselang beberapa lama, dokter datang untuk memeriksa keadaan Radit. Selama pemeriksaan, Radit tak pernah tenang. Pikirannya selalu tertuju pada Puri.
"Keadaan semuanya stabil. Alhamdulillah. Istirahat yang banyak dit biar bisa cepet pulang. Kalau gitu saya permisi dulu. Assalamualaikum." Kata dokter sambil berlalu meninggalkan ruan perawatan Radit.
"Bun... Radit mau ketemu Puri Bun. Radit mau minta maaf sama Puri." Kata Radit tak sabar.
"Iya bunda akan antar kamu keruangannya Puri. Yah bantuin bunda yah." Kata Bunda membuyarkan lamunan ayah.
Dengan dibantu kedua orangtuanya Radit berpindah duduk dikursi roda. Kecelakaan itu tak menyebabkan luka yang parah untuk Radit. Hanya luka-luka ringan di kepala dan tangannya. Sedangkan kaki Radit mengalami retak sehingga belum boleh terlalu banyak digerakkan.
Bunda mendorong kursi roda yang diduduki Radit keluar kamar menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang ICU.
"Karena kecelakaan itu, kepala Puri mengalami gegar otak. Dia sempat kritis kemarin. Tapi alhamdulillah sekarang dia sudah melewati masa kritisnya. Dia mengalami koma sekarang. Dokter tidak bisa memprediksi kapan Puri bisa sadar." Kata bapak Puri saat Radit melihat Puri tertidur dari balik kaca. Wajah Puri sangat pucat. Tak ada lagi senyum diwajah Puri.
Radit menangis melihat keadaan gadis didepannya. Merasa sangat bersalah karena kelalaiannya gadis itu terbaring lemah disana dengan segala alat bantu medis menempel ditubuhnya.
"Om saya benar-benar minta maaf karena saya Puri jadi seperti itu. Karena kelalaian saya kecelakaan itu terjadi. Om boleh hukum saya apapun asalkan om mau maafin saya." Kata Radit sambil menangis
"Dit... ini bukan salah kamu. Ini semua sudah takdir. Sudahlah doakan saja Puri cepat bangun."
"Tapi kalau saat itu..."
"Dit kamu seorang laki-laki. Seorang laki-laki itu gak boleh lemah. Puri cuma butuh doa kamu. Sudah hapus itu air matamu, gak malu apa kamu." Kata bapak berusaha tegar. Meskipun sebenarnya dalam hatinya dia sangat rapuh melihat putri tercintanya terbaring lemah tak berdaya didalam sana.
"Istirahatlah Dit. Kamu kan juga baru sadar setelah 3 hari pingsan. Kesehatanmu juga harus kamu jaga dit."
"Om tolong ijinin Radit masuk. Sebentar saja. Radit mau minta maaf sama Puri om." Harap Radit. Bapak Puri mengangguk mantap dan mendorong kursi roda Radit masuk keruang ICU menggantikan ibu puri yang sedari entah kapan berada disana. Wajahnya sangat lelah namun masih tetap tersenyum saat melihat Radit. Bapak Ibu Puri pun keluar membiarkan Radit berdua dengan Puri.
Tangis Radit pecah saat itu. Dia sangat rapuh melihat gadis yang dicintainya terbaring tak berdaya disana. Wajah itu tetap cantik meskipun sangat pucat.
"Puri Rahmatika Zahara! Bangun loe. Gak capek apa tidur terus dari 3 hari yang lalu? Gue tau loe denger omongan gue Ri. Bangun deh." Kata Radit sambil berusaha menghapus airmata yang terus saja membasahi pipinya. ini hanya candaan Puri. Itulah yang saat ini ada dipikiran Radit. Namun tak ada satupun reaksi yang ditunjukan Puri. Puri tetap terbaring lemah.
"Puri aku mohon kamu bangun. Aku yakin kamu denger aku. Ini bukan lelucon ya. Bangun Puri Rahmatika Zahara. Bangun aku mohon kamu bangun pur." Kata Radit sambil menangis dipinggir ranjang Puri.
"Tolong jangan hukum aku seperti ini Pur. Melihat kamu galau kayak kemarin aja udah bikin aku tersiksa banget. Apalagi liat kamu kayak gini. Aku gak sanggup pur. Aku gak sanggup liat gadis yang aku cintai kayak gini. Tolong kamu bangun Pur. Bangun Puri. Kasian Bapak Ibumu Pur. PURI bangun. Please jangan hukum aku kayak gini." Kata Radit lagi masih dengan tangisnya.
Radit takut. Sangat takut kehilangan gadis didepannya ini. Rasa bersalah dan penyesalan terus saja menghantui hati dan pikirannya. Ingin rasanya Radit memutar waktu kembali namun Radit sadar ia tak mampu berbuat apapun.
"Ibu tau dit kamu saat ini sedang menyalahkan dirimu sendiri. Ini bukan salahmu nak. Ini semua sudah menjadi takdir dari Allah. Jadi berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Ibu sangat yakin kalau Puri sadar dia pun gak akan pernah menyalahkanmu." Kata Ibu puri lembut saat Radit masih menangis.
"Ibu... Radit minta maaf bu. Radit sangat menyesal bu. Ibu.... ibu boleh menghukum Radit sesuka ibu."
"Nak... kamu tak perlu minta maaf ke ibu. Kamu gak salah. Sekarang kamu kembalilah kekamarmu. Dan istirahat. Biar Puri ibu yang jaga."
"Tapi Bu?"
"Nanti kalau kamu sudah sembuh, 24 jam mau nemenin Puri ibu akan ijinkan. Makanya sekarang kamu istirahatlah biar segera sembuh."
"Terimakasih bu." Kata Radit sambil memandang wajah lelah wanita setengah baya didepannya. Ibu puri mendorong kursi roda Radit keluar ruang ICU.
"Bagunlah nak, lihatlah betapa besar cinta lelaki ini. Lihatlah nak betapa besar kasihnya untukmu. Bangun nak ibu menyayangimu." Batin ibu puri sambil terus mendorong kursi roda Radit.

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang