1 - Two Side meet Two Side

3.1K 138 3
                                    

Yang Takkan Lekang Oleh Waktu 1

Two Side meet Two Side


Sore itu gerimis menitik. Puluhan orang dengan pakaian serba hitam dan berpayung hitam memenuhi area itu, yang tak lain adalah sebuah kompleks pemakaman. Masih banyak yang terisak, ada yang saling menguatkan, dan ada juga yang membawa karangan bunga.

Dua orang gadis, yang satu rambutnya panjang sebahu, yang satu panjang sepunggung, dalam satu payung masih bersimpuh di sebuah nisan.

"Ini kedua kalinya kita sama-sama memakai pakaian hitam lagi," ujar gadis berambut sebahu.

"Tapi dulu kan kita bertiga," jawab gadis satunya.

"Sekarang... tinggal kita berdua."

"Sampai jumpa nanti, Pris."

Jemari salah satu gadis itu menyentuh nisan dengan nama Elizabeth Pricilla, nisan yang ada di hadapan mereka.

"Ify," panggil si gadis berambut sepunggung.

"Apa Vi?"

"Setelah ini, kamu ada rencana kemana?"

"Sivia, apa itu pertanyaan?" tanya gadis itu – Ify. Lawan bicaranya – Nakagawa Sivia – menghela napas.

"Kurasa aku akan pulang. Cuti kuliah atau bahkan pindah kampus, kembali ke Kanagawa, dan memulai hidup di sana. Kau tahu, aku tak sanggup lagi. Dulu dia, sekarang... Pricilla. Semuanya berat, Ify."

Gadis berambut sebahu itu – Ify – hanya mengelus pundak Sivia. "Jangan begitu. Pricilla takkan suka melihat kita menyerah dengan cobaan seperti ini. Malu sama Pricilla, yang masih bisa tersenyum bahkan saat menghitung hari."

Keduanya kini sibuk dengan pikiran masing-masing, dengan gerimis yang belum berhenti.


Dahulu, Ify, Sivia, dan Pricilla adalah sahabat kental. Bersahabat dari balita hingga masa kuliah mereka, membuat mereka saling memahami satu sama lain. Ketiganya sangat kompak walaupun mereka mengambil jurusan yang berbeda. Ify mengambil Ilmu Komunikasi, Sivia mengambil Kriminologi, sedangkan Pricilla mengambil Kedokteran.

Ketiganya hidup dengan penuh canda tawa, penuh senyuman, sekalipun ketiganya sibuk dengan kuliah masing-masing. Selalu menyempatkan diri untuk bertemu meski hanya makan siang selama lima belas menit.

Namun suatu hari, mereka dikejutkan saat pernikahan kakaknya Ify. Dimana sang pengantin pria justru menghilang dan dikabarkan kawin lari dengan wanita lain. Yang lebih mengejutkan, dua hari setelah insiden itu, kakak perempuan Ify itu tewas bunuh diri di kamarnya sendiri.

Saat itu, Pricilla memeluk erat Ify dengan penuh kasih sayang. Dan saat Ify memperhatikan, tubuh Pricilla menjadi lebih kurus daripada biasanya, dan wajahnya terlihat pucat. Sivia yang benar-benar menyadari, ada yang tidak beres dari Pricilla.

Dan semuanya terjawab dua minggu kemudian, ketika suara ambulans terdengar di kampus. Pricilla yang didorong dengan ranjang beroda. Sivia dan Ify berlari di belakangnya, dan seorang pemuda misterius yang membantu mendorong ranjang itu bersama petugas ambulans lainnya.

Dan rasanya hari-hari berlangsung sangat cepat setelah kejadian itu. Setiap hari Sivia dan Ify bergantian menjenguk Pricilla yang divonis kanker otak, dan pemuda misterius itu selalu ada di samping Pricilla. Diam, tidak tertarik mengenalkan dirinya kepada Sivia dan Ify. Sivia dan Ify pun acuh terhadap pemuda itu. Pemuda itu hanya mengurusi Pricilla, dari menyuapi, menghibur, sampai menyisirkan rambutnya yang perlahan-lahan rontok dan menipis.

Dan dua bulan kemudian, di suatu hari dimana gerimis menitik, pemuda itu tidak ada. Hanya ada Sivia dan Ify, dan Pricilla menutup matanya untuk selamanya.

"Fy, ada pemuda itu lagi,"

Sontak Ify mengarahkan pandangan kepada arah yang ditunjuk Sivia. Dua orang pemuda. Pemuda yang selalu bersama Pricilla dulu, dan seorang pemuda oriental. Rahang Sivia mengeras.

"Kim Alvin? Gak, gak mungkin. Kita pergi, Fy!"

"Alvin? Alvin yang absolut dan sok raja itu? Yang kodok itu?" tanya Ify. Namun, sebelum mereka pergi, kedua pemuda itu sudah berada di samping nisan Pricilla. Pemuda yang satu meletakkan seikat mawar putih. Pemuda yang satunya – berwajah oriental – merangkul pemuda asing itu, sambil sesekali melirik ke arah Sivia.

Dan kedua pemuda itu berdiri, dan berjalan mendekati Sivia dan Ify. Si pemuda oriental – Alvin – mendekati Sivia.

"Apa? Kalau mau ngajak ribut jangan di sini," kata Sivia ketus.

"Nggak, aku nggak mau ngajak ribut. Aku cuman mau ngomong serius sama kamu." tangan Alvin berusaha memegang tangan Sivia, yang langsung ditepis gadis keturunan Jepang itu.

"Ga usah ngajak ngomong di sini. Lagi masa berkabung. Ayo Ify, kita pulang!"

Namun tangan Ify ditahan pemuda satunya.

"Nama gue Mario. Mario Stevanio, teman masa kecil Pricilla."

Ify melirik tangannya, lalu melihat ke wajah Mario. Tampan, matanya hitam kelam, tatapannya tajam, senyumnya manis. Wajahnya terlihat agak sembab, namun ia masih tersenyum walau sedikit.

"Lo Ify kan? Pricilla sering cerita soal lo dan... er... Silvia?"

Ify menatap Mario sengit. "Iya. Tapi namanya bukan Silvia. Permisi, gue mau pulang," lalu ia berjalan cepat bersama Sivia. Diiringi tatapan Mario dan Alvin.

"Gue rasa, tuh cewek kokoh deh, lo ga bakal bisa dapetin dia."

"Dan lo juga ga bakal bisa dapet kepercayaan lagi dari mantan pacar lo."

To Be Continued.


A/N : MAAF BANGET SEMUANYA. Author baru sadar ada part yang tertukar, jadi harusnya ini muncul part pertama. Maaaf semuanyaaaaa!!!!

Yang Takkan Lekang Oleh WaktuWhere stories live. Discover now