CHAPTER 28

2.1K 181 8
                                    

"H..hi.. Natasha?" Balasku yang lebih terdengar seperti pertanyaan. Benarkah dia? Perempuan yang meninggalkanku hanya demi pria idamannya? Brengsek, kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?

"Kau mengenalnya?" Tanya Harry kepadaku. Aku langsung mengalihkan pandangan ke depan dan mengangguk ragu.

"Kenapa kau tampak..-"

"Sudahlah, jalankan saja mobilnya dengan cepat." Potongku sebelum Harry berkata macam-macam. Natasha masih diam di belakang, mungkin ia menyimak apa yang aku dan Harry bicarakan sedari tadi.

"Kita sampai. Tunggu, Natasha. Aku akan membantumu." Dengan cepat, Harry keluar dari mobil dan membuka pintu bagian belakang. Natasha tampak kesulitan keluar saat Harry menahannya perlahan. Entah kebaikan dari mana, aku membantunya keluar dan menuntunnya bersama Harry.

Selagi Natasha sedang ditangani oleh dokter, aku dan Harry terduduk di ruang tunggu dalam senyap. Jam menunjukan pukul 10 malam yang mana jam besuk sudah habis sekitar 1 atau 2 jam yang lalu. Hanya ada beberapa perawat yang berlalu lalang. 

Kurang lebih 1 jam lamanya hingga aku dan Harry menemui dokter yang menangani Natasha. Kami belum diperkenankan untuk menemui Natasha karena ia membutuhkan istirahat dan kami memaklumi itu.

"Maaf, sebelumnya. Tapi, bisa kau ceritakan kronologis kecelakaan itu?" Tanya Dokter itu membuka percakapan.

"Tidak perlu bertele-tele. Kau bukan polisi." Kata Harry. Wajah dinginnya kembali seperti hari-hari sebelumnya dan itu membuat ku ingin meninju wajahnya.

"Baiklah, terjadi pendarahan hebat di kepalanya karena benturan yang sangat keras dengan kap mobil, kurasa." Jelasnya.

Harry membawa tangannya ke rambut lalu menjambaknya dengan keras. Aku yakin ia pasti frustasi karena bisa saja kedua orang tua Natasha akan menuntut Harry atas insiden tadi.

"Baiklah, terima kasih banyak dokter. Ayo Harry, kita temui Natasha." Aku langsung menarik tangan Harry. Sepanjang jalan, Harry terus tertunduk lesu.

"Sudahlah, Harry. Setidaknya kau sudah bertanggung jawab membawanya ke rumah sakit. Kau tidak akan dijebloskan ke penjara begitu saja."

Napas Harry terdengar pasrah, aku pun begitu. Lagi, ia membawa tangannya ke rambut dan menjambaknya pelan. Ia berjalan mendahuluiku dan memasuki ruangan tempat Natasha terbaring.

"Kau sudah sadar?" Tanya Harry lembut kepada Natasha. Entah bagaimana datangnya, namun api cemburu mulai membakar sedikit demi sedikit hatiku.

"Aku memang tidak pingsan,.."

"Harry."

"Okey, Ha..rry."

"Tidah perlu gugup." Kata Harry.

"Hm, Natasha, kau mau minum atau makan?" Tawarku kepada Natasha dengan maksud agar dia berhenti memandangi Harry seperti itu.

"Hahaha...wajahmu lucu sekali, Alice. Aku tahu apa maksudmu. Tenang saja, aku tidak mungkin merebut Harry-mu." Katanya. Sial! Kenapa dia bisa tahu? Huh! Tapi, baguslah agar ke depannya dia bisa lebih tahu diri jika aku cemburu -ralat sangat cemburu- jika melihatnya memandangi Harry seakan Harry adalah miliknya.

"Tidak perlu repot-repot memikirkan aku tahu darimana. Aku kuliah jurusan psikologi. Tentu saja aku dapat mengetahui hati seseorang daru mimik wajahnya." Dia tertawa hambar sambil sesekali memperlihatkan lesung pipinya.

"Yeah." Jawabku singkat lalu membuka plastik yang menutupi parsel buah di sebelah ranjang Natasha.

"Jadi, kau mau buah apa? Oh. Aku tahu. Tunggu sebentar." Aku mengambil buah apel dan mengupasnya di atas tempat sampah di ujung ruangan. Setelahnya mengirisnya kecil-kecil dan meletakan di piring.

LUCKY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang