SU #13 - Selamat Tinggal, Batam

4.5K 611 165
                                    

Meski Prilly dilanda dilema namun hubungan Ali dan Prilly tetap seperti biasa, mereka masih berkomunikasi melalui surat maupun telepon, walaupun intensitas surat menyuratnya tidak segencar waktu Ali masih berada di Taiwan. Bukan karena renggang, tapi karena mereka lebih sering menggunakan jasa telepon untuk berkomunikasi daripada surat menyurat. Jika dulu Ali menelepon setiap tiga minggu sekali tapi kini hampir seminggu sekali ia menelepon Prilly, kecuali Prilly masuk pagi maka Prilly yang akan meneleponnya tiap malam Minggu di atas jam sembilan malam. Mengapa di atas jam sembilan malam? Karena di jam itu tarif telepon lebih murah hingga jam enam pagi.

Prilly pun sudah menolak secara halus tawaran Mr. Teejay, meskipun dalam hati ia sangat ingin sekali magang di Singapore, itu semua demi Ali.

Satu per satu teman satu kamar Prilly pulang ke kampung halamannya, Yuli pulang karena ia akan segera menikah dengan Hadi, pemuda Bandung teman satu kamar Adit. Beberapa hari kemudian menyusul Jenny yang mendadak pulang karena bertengkar dengan kekasihnya, dan terakhir Mia, yang resign karena menikah dengan tehnisi asal Palembang. Kini tinggal Prilly seorang diri di kamarnya yang sempit. Tak terdengar lagi suara dengkuran keras Yuli saat tidur, Mia yang sering kentut berkali-kali seperti alarm dan Jenny yang menyebalkan dengan asap rokoknya, Jenny yang suka mengintipnya saat Prilly mandi. Hal-hal yang tidak Prilly sukai namun sangat dirindukan saat mereka sudah tak berada di sampingnya lagi.

Berpisah dengan ketiga teman sekamarnya membuat Prilly merasa begitu kehilangan, terlebih ketika Ayu mengajukan resign , Prilly tampak begitu sedih. Ayu, sahabat yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri, sebentar lagi akan meninggalkannya.

Malam itu adalah malam terakhir untuk Ayu tidur di dalam dormitory yang hampir tiga tahun ia tinggali bersama teman-temannya, karena keesokan harinya ia akan pulang ke kampung halamannya di Wates, Kulonprogo. Prilly yang tidak mau melewatkan waktu kebersamaannya dengan Ayu, malam itu tidur di tempat tidur Ayu yang berada di atas.

"Tumben kamu mau tidur di atas Prill?" tanya Tukiyem teman satu bed Ayu yang tidur di bagian bawah saat melihat Prilly menaiki tangga hendak naik ke tempat tidur Ayu.

"Mumpung Ayu masih di sini Tuk, aku mau tidur sama dia, besok malam aku udah nggak bisa tidur bareng Ayu lagi," sahut Prilly sedih menaiki tangga. Setelah sampai di atas, Prilly kemudian berbaring di samping Ayu yang sepertinya sudah terlelap karena kelelahan. Seharian membereskan barang-barang miliknya kemudian memaketkannya ke Wates, tentu saja dibantu oleh Prilly.

"Yuk, jangan tidur dulu dong! Aku masih pengin ngobrol banyak sama kamu," rengek Prilly di samping Ayu sembari menarik selimutnya. Prilly menatap wajah sahabatnya itu yang sudah terlelap dalam mimpi, "aku bakalan kangen banget sama kamu Yuk," lirih Prilly menyeka setitik air yang hampir keluar di ujung matanya sembari memeluk pinggang sahabatnya, kemudian perlahan memejamkan mata. Entah kapan lagi Prilly bisa tidur bersama dengan Ayu setelah ini, mungkin beberapa bulan lagi saat Prilly sudah pulang ke kampung halamannya, atau mungkin satu tahun lagi, dua tahun atau bahkan tidak akan pernah terulang lagi momen seperti ini.

***

Keesokan harinya Prilly sudah bersiap-siap hendak mengantarkan Ayu ke bandara ditemani oleh teman satu bed Ayu, Tukiyem yang biasa dipanggil dengan nama Ituk, dan Fiska teman Prilly satu departemen yang belakangan ini mulai akrab dengannya.

"Yuk, mobil perusahaan jadi mengantar kita ke bandara?" tanya Prilly saat melihat Ayu melangkah lesu pulang dari wartel menelepon sopir perusahaan yang akan mengantarkannya.

"Itu dia Pril, sopirnya sedang berhalangan. Jadi nggak bisa ngantar ke bandara. Terpaksa kita harus naik taksi," keluh Ayu lantas duduk di bangku teras.

SERPIHAN USANGOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz