SERPIHAN USANG #1- Mendadak Jadian

20.1K 967 78
                                    

Prilly menatap terkejut pria yang saat ini berada di hadapannya. Pria bernama Guntur itu yang merupakan adik dari mantan kekasihnya tiba-tiba meminta Prilly untuk menjadi kekasihnya. Padahal mereka baru dua hari berkenalan.

"Kak Prilly... please be my girl," lagi-lagi pria itu mengulang permintaannya.

Prilly hanya menghela nafas panjang, ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Guntur, adik dari Rendy mantan kekasihnya. Prilly baru saja putus dari Rendy satu bulan yang lalu dan kini tiba-tiba adiknya Rendy memintanya untuk menjadi kekasihnya.

"Gila, ini gila..." gumam Prilly menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Apanya yang gila? Aku serius meminta Kak Prilly menjadi pacarku, bukan main-main Kak! Meskipun kita baru dua hari berkenalan, tapi aku merasa nyaman sama Kakak," Guntur masih bersikeras menunggu jawaban Prilly. Bahkan ia memanggil Prilly dengan panggilan 'Kakak' karena Guntur tahu Prilly mantan kekasih kakaknya.

Prilly tersenyum sinis.

"Kalau Kakak sampai menerimamu apa kata orang? Kakak beradik dijadikan pacar, lebih baik kita berteman saja, lagipula Kakak masih sakit hati sama Rendy, jadi buang jauh-jauh keinginanmu untuk menjadikan Kak Prilly pacar kamu, Kakak juga belum banyak mengenalmu, siapa tahu kamu sama buayanya seperti Rendy. Jadi maaf, Kakak ngga bisa." Prilly membuka pintu dormitory lantas menutupnya rapat-rapat.

Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Prilly merebahkan tubuhnya di ranjang, ia masih kepikiran kata-kata Guntur. Ia pun tak habis pikir, kenapa Guntur begitu cepat menyatakan perasaannya sementara ia belum saling mengenal terlalu jauh. Dua hari terakhir memang mereka berjalan berdua, menyusuri jalanan sepanjang Muka Kuning, bercerita tentang diri masing-masing berbekal 6 buah apel yang sempat Prilly beli di pasar Pujasera. Prilly yang pembawaannya ramah dan supel tak sulit untuk berkomunikasi dengan orang meskipun baru kenal, bahkan terlihat begitu akrab meski baru berkenalan, itulah Prilly yang humble dan smart.

"Kak Prilly mau buah apel yang warna apa? Merah atau hijau?" tanya Guntur saat mereka berhenti di sebuah bangku taman.

"Kakak mau yang hijau saja," sahut Prilly menerima Apel dari tangan Guntur lantas menggigitnya tanpa rasa canggung, sementara Guntur memandangnya takjub, entah apa yang membuatnya terpesona.

"Sekarang tanggal berapa Kak?" tanya Guntur di sela-sela kegiatannya menggigit apel merah di tangannya.

"Tanggal 14 Juni, memangnya kenapa?" sahut Prilly asyik menatap langit malam yang terang oleh cahaya bulan.

"Ngga terasa, kita baru kenal dua hari tapi serasa kita udah kenal dua tahun," balas Guntur.

"Perasaanmu saja, biasa aja kali."

"Itu bagi Kak Prilly, tapi bagiku itu lain, Kak Prilly beda dengan yang lain. Bodohnya Kak Rendy yang menyia-nyiakan Kak Prilly," ujar Guntur tersenyum menatap Prilly yang masih asyik menatap langit.

"Jangan bahas Rendy lagi, Kakak yang bodoh mau saja dimanfaatkan sama dia. Sudahlah, beruntung Kakak cuma dua bulan pacaran sama dia." Prilly menggigit bibir, menyesali kebodohannya. Rendy memang pacarnya waktu itu, tapi perlakuan Rendy tak ubahnya hanya sebagai kakak terhadap adiknya, dan bodohnya lagi Prilly tidak tahu jika di belakangnya Rendy berselingkuh dengan wanita lain, bahkan mereka akan segera menikah karena 'virgin tragedy'. Dan beruntungnya lagi ia tak diapa-apakan oleh Rendy. Perasaan Prilly pada Rendy hanya sekedar suka bukan cinta, namun yang membuatnya sakit hati adalah karena Rendy adalah laki-laki pertama yang pernah menjadi kekasihnya, Prilly juga tidak bisa begitu saja melupakan Rendy secepat itu.

"Kamu belum tidur Pril ?" sapa Yuli teman satu bed-nya membuyarkan lamunan Prilly.

"Belum, tumben jam segini baru pulang?" sahut Prilly seraya melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Ia tahu Yuli masuk shift dua, biasanya jam 11.30 malam sudah sampai dormitory.

"Biasa, oti ," jawab Yuli sambil melepaskan baju kerjanya. Oti adalah istilah lembur dari Over time.

"Oh ya Pril, by the way cowok yang kemarin jalan sama kamu ada di luar tuh, ngga tahu sedang nungguin siapa, kasihan banget tahu duduk di bangku teras sendirian,"celetuk Yuli yang membuat Prilly terkejut bukan main.

"Whatttt??" Prilly membulatkan matanya.

"Biasa saja kali," timpal Yuli sembari membersihkan mukanya di depan kaca.

"Emang dasar gila nih anak, keras kepala," gumam Prilly seraya bangkit dari ranjangnya hendak menuju keluar rumah.

Dibukanya perlahan-lahan pintu rumahnya, Prilly terbelalak mendapati Guntur yang masih duduk di atas bangku sambil mendekap kedua kakinya sementara kepalanya ia tumpukan di kedua lututnya.

"Nunggu apa lagi ?" tanya Prilly pada Guntur yang masih duduk di bangku teras rumahnya.

"Jawaban Kak Prilly," Guntur mendongakkan wajahnya menatap Prilly.

"Keras kepala banget sih!" Gerutu Prilly kemudian duduk di samping Guntur. Ingin rasanya Prilly berteriak mengumpat lelaki di sampingnya itu, bagaimana bisa ia memaksakan perasaannya sementara ia bahkan tidak ada perasaan sama sekali terhadap Guntur.

"Oke, kalau Kak Prilly kesusahan untuk menjawabnya, sebelum aku pulang Kak Prilly hanya tinggal mengatakan 'langkah kaki kanan dulu' jika Kak Prilly menerimanya, tapi jika Kak Prilly menolaknya Kak Prilly tinggal mengatakan 'langkah kaki kiri' berarti aku sial." Terang Guntur yang membuat Prilly semakin bimbang. Di sisi lain hatinya ia mengakui jika Guntur itu menyenangkan, bisa menjadi penghibur hatinya di kala patah hati, namun di sisi lain Prilly tidak mungkin berpacaran dengan Guntur, apa kata orang nanti? Setelah berpacaran dengan kakaknya kini berpacaran dengan adiknya.

"Kakak tetap tidak bisa kasih jawaban," Prilly menunduk memainkan jemarinya.

"Kalau begitu aku akan menunggu di sini sampai besok, sampai Kak Prilly memberikan jawaban," tegas Guntur menatap tajam Prilly. Wajah Guntur memang lebih tampan dari Rendy, tapi yang namanya perasaan tak bisa dipaksakan, setampan apapun dia tetap tak bisa merubah hatinya. Guntur meskipun memanggilnya dengan panggilan 'Kakak' tapi usianya lebih tua darinya dua tahun.

Untuk beberapa lama tak ada percakapan diantara mereka, yang ada hanya kesunyian, keduanya bergelut dengan perasaannya masing-masing.

"Okey, sekarang pulanglah," ujar Prilly memecah kesunyian.

"Jawabannya?" tagih Guntur menyipitkan matanya.

"Hati-hati pulangnya, langkah kaki yang kanan," jawab Prilly kemudian berbalik ingin membuka pintu namun tangan Guntur keburu menahannya. Wajahnya berbinar mendengar jawaban Prilly.

"Makasih Kakak, mimpi yang indah ya," ucap Guntur sembari tersenyum manis kemudian mendaratkan bibirnya di kening Prilly, setelah itu ia membalikkan tubuhnya perlahan meninggalkan Prilly yang masih mematung di depan pintu. Prilly masih tak habis pikir dengan jawaban yang ia berikan pada Guntur, hatinya gamang. Di sisi lain ia patah hati, namun di sisi lain pula ia butuh seseorang untuk bersandar. Apakah ia salah jika menerima Guntur demi mengobati luka hatinya?

***













SERPIHAN USANGWhere stories live. Discover now