SU#11 - Aku Pulang Ai ...

5.9K 634 209
                                    

Prilly dengan berat hati meletakkan gagang telepon yang sedari tadi masih dipegangnya. Bibir tipisnya mencebik. Rasanya ia tidak rela Ali memutus teleponnya. Bahkan rasa rindunya belum sepenuhnya terobati. Madi yang sudah melepaskan walkman memicingkan matanya saat melihat Prilly yang tidak seperti biasanya.

"Biasanya kalau habis telepon cengar - cengir sendiri kayak orang gila, ini kok malah cemberut," tegur Madi sembari meletakkan walkman-nya di atas meja.

"Kurang ... masih kangen," sungut Prilly membuat Madi tertawa.

"Dasar Prilly ... Prilly ... Udah bersyukur pacarmu telepon, coba kalau dia ngga telepon lagi, mewek kamu!" Sergah Madi.

"Iya juga sih," sahut Prilly, "masih bersyukur aku bisa mendengar suaranya, mendengar tawanya, daripada enggak sama sekali." Prilly tersenyum mengingat percakapannya dengan Ali di telepon. Jika ada pepatah yang mengatakan cinta datang dari mata lantas turun ke hati, namun kali ini tidak berlaku untuk Prilly, cintanya datang dari telinga lantas turun ke hati. Sungguh suara Ali bagaikan candu bagi Prilly, selalu ingin mendengarnya lagi, lagi, dan lagi.

"Udah sana pulang," titah Madi pada Prilly.

"Ngusir?"

"Bukan ngusir, tapi sebentar lagi teman-temanmu keluar untuk istirahat Nduk, kamu ngga malu apa udah bolos malah nongkrong di pos," sahut Madi seraya membenarkan letak topinya.

"Siap komandan!" Prilly bangkit dari duduknya seraya memiringkan telapak tangan kanannya sebatas pelipis.

"Mau diantar?" tawar Madi.

"Ngga usah Mas, makasih. Lagi pula Mas Madi kan lagi jaga," tolak Prilly halus melangkah menuju pintu gerbang.

"Ya sudah, hati-hati ya Nduk!" Pesan Madi sembari menutup pintu gerbang sesaat setelah Prilly melewatinya.

"Iya Mas, makasih," sahut Prilly melambaikan tangannya.

Prilly kemudian melangkah meninggalkan perusahaan tempatnya bekerja. Suasana pagi itu masih sepi, hanya satu dua orang yang Prilly temui di jalanan, itu pun petugas keamanan.

Jalan itu, jalan yang menyimpan banyak kenangan, terutama bersama Guntur dan juga Adit. Sejenak bayangan mereka berkelebat silih berganti di pikiran Prilly menari-nari menggodanya bergantian dengan bayangan Ali. Walau bagaimanapun, selama Prilly masih melewati jalanan itu ia akan selalu terkenang dengan dua sosok yang pernah mengukir kenangan indah di hatinya. Berjalan seorang diri di jalanan itu terasa begitu menyiksanya, bukan karena takut, melainkan karena semua kenangannya. Andai manusia bisa menghapus kenangan yang membuatnya tersiksa, maka Prilly akan melakukannya. Namun sayangnya, itu semua tidaklah mungkin.

***

Prilly menggeliat merenggangkan otot-ototnya. Matanya melirik ke arah jam tangan berwarna pink pemberian Teejay yang melingkar indah di tangan kirinya, pukul 11.45 WIB. Tangannya serta merta menutup mulutnya yang menguap, rasa kantuk masih menggelayut di matanya. Ia baru saja terbangun setelah tidur selama enam jam. Sepulang dari perusahaan tempatnya bekerja tadi pagi Prilly tak bisa lagi menahan rasa kantuknya, seusai menjalankan salat Subuh Prilly pun terlelap dalam mimpi.

Segera disambarnya handuk yang tergantung di samping tempat tidurnya. Prilly bergegas menuju ke kamar mandi. Sembari bersenandung Prilly membersihkan diri. Kali ini hanya memakan waktu 10 menit untuk mandi, tidak seperti biasanya yang memakan waktu hingga 1 jam hanya untuk membersihkan diri.

Selesai berpakaian dan berdandan ala kadarnya Prilly kemudian keluar rumah dan duduk di teras depan, tujuannya hanya satu, menunggu Pak Pos datang. Selama surat Ali belum sampai ke tangannya, ia akan terus setia menunggu Pak Pos lewat di depan rumah setiap harinya.

SERPIHAN USANGOnde histórias criam vida. Descubra agora