Chapter 21: Feelings

3K 320 22
                                    


Louis POV.

"Pergi lah, Lou!" seru gadis di hadapanku. Dia menatapku tajam sambil memegang sebuah bantal yang siap di lemparkan ke arahku kalau aku mengatakan hal yang membuatnya tidak senang. Oh, shit. "Kalau kau datang kesini hanya untuk membicarakan hal yang berhubungan dengan Harry, sebaiknya kau pergi." tambahnya cepat membuatku mau tak mau sedikit merinding. Freya bisa menjadi sangat mengerikan saat dia marah.

Tapi aku berusaha terlihat setenang mungkin dan berjalan mendekat ke arahnya, "Aku tidak datang kesini untuk berbicara soal Harry."

Freya melempar pandangan curiga ke arahku sebelum berkata, "Jadi untuk apa?"

Aku baru saja membuka mulut untuk menjawab tapi Freya sudah terlebih dulu berkata, "Ah sudahlah. Apapun tujuanmu datang ke sini, ujung-ujungnya pasti kau akan menanyakan soal Harry padaku." Dia berhenti sebentar untuk menghela nafas. Ekspresi kesal jelas terpancar di wajahnya, "Dan aku benar-benar tidak mood untuk membicarakan si anak anjing senang itu. Jadi sebaiknya kau pergi."

Oh, sudah berapa kali dia mengusirku? Padahal aku belum lima menit berdiri disini.

Aku terdiam tapi tak lama kemudian tertawa kecil mendengar perkataanya. Anak anjing senang? Dia memanggil Harry dengan kata 'anak anjing senang'? Apa-apaan itu?

Sepertinya Freya menangkap ekspresi bingung di wajahku jadi gadis itu menambahkan, "Yah, kau lihat sendiri kan bagaimana ekspresi wajahnya saat melihat Hazel?" Freya berhenti sebentar kemudian melanjutkan dengan lirih, "Dia terlihat bahagia, matanya berbinar-binar. Seakan dia bisa melompat dari atap satu gedung ke gedung lainya. Benar-benar seperti anak anjing yang di belikan mainan baru."

Aku hanya menggelengkan kepala dan bergumam pelan, "Kalian berdua benar-benar bodoh."

Tapi ternyata tidak cukup pelan karena Freya bisa mendengarnya dan langsung melotot marah ke arahku, "Apa katamu? Kau mengataiku bodoh?"

Kemudian Freya melanjutkan omelannya dengan nada tinggi yang membuat telingaku sakit, "Jelas-jelas dia yang bodoh. Kau juga bodoh. Kita semua bodoh. Harusnya kita tidak pernah menjalankan taruhan bodoh itu. Karena kita tidak berpikir sama sekali tentang resiko apa yang ada dihadapan kita. Ini semua benar-benar salah. Aku benci semua ini."

"Tidak ada gunanya menyesali semua yang sudah terjadi." balasku pendek.

Kalau boleh jujur, aku bahkan tidak menyangka taruhan kami akan berakhir seperti ini. It was all for fun. Tidak terlintas sama sekali di pikiranku kalau taruhan itu akan menimbulkan keretakan hubungan dua sahabatku ini. Bahkan dulu saat Harry tidak menyetujui taruhan itu, Freya yang merayunya sehingga dia berubah pikiran.

Freya menyilangkan tanganya di depan dada. Pandanganya jauh menerawang ke jendela. Sementara aku hanya diam membeku. Tak tau harus mengucapkan apa. Karena aku yakin gadis di hadapanku benar-benar tidak ingin di hibur.

"Panggilkan Doraemon." katanya dengan lirih, memecah keheningan di antara kami.

Aku mengernyit, "Untuk apa?" tanyaku. Kurasa dia sudah mulai gila.

Freya mendesah pelan sebelum menjawab, "Aku ingin memutar waktu." Mataku tak lepas dari sosok gadis itu, menunggu kata selanjutnya yang akan dia ucapkan.

Setelah rasanya lama sekali dia melanjutkan, "Aku tidak mau kehilangan Harry."

Dan perkataanya membuatku sadar, bahwa taruhan yang ku kira tadinya akan sangat menyenangkan ternyata malah membawa kehancuran bagi kami semua.

* * *

Setelah beranjak dari flat Freya yang super duper berantakan, aku baru sadar kalau flatnya tidak seberantakan itu. Kenapa? Karena flat Harry terlihat seperti kapal Titanic di dasar laut yang baru karam. Benar-benar kacau. Botol minuman dimana-mana, sofa terbalik, bahkan baju di lemari pakaiannya saja berserakan entah kemana. Aku sampai heran apa yang di lakukan pria ini semalaman.

Peter Pan [h.s//l.p]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang