Lima puluh kali pull up? Sudah.

Goresan baru di samsak seberat delapan puluh kilogram? Sudah juga – berkat segala gerakan tinjunya yang memang dipraktikkan setiap pagi meski tanpa pelatih.

Memastikan segala olahraga rutin subuhnya terpenuhi, gadis itu segera mengeringkan keringatnya dengan handuk kecil. Otot perutnya bercucuran keringat sehingga dia juga harus mengeringkan bagian tersebut. Lekuk tubuhnya memang terlihat begitu indah ketika baru saja selesai melakukan rutinitas andalannya ini. Hanya memakai pakaian khusus olahraga yang jelas tanpa lengan dan memperlihatkan berbagai otot di bagian perut, lengan, serta pahanya. Gadis itu tampak tidak main-main dalam mengurus kekuatan fisiknya.

Begitu memastikan keringatnya sudah tidak ada, gadis itu bersegera untuk membersihkan tubuhnya, bersiap untuk menyambut hari yang selalu sibuk itu. Sedang sibuknya membersihkan diri, MicroTAC miliknya terus terdengar di kamar. Di jam begini,  jika dia mendapatkan panggilan seperti itu, maka artinya dia tidak perlu ke sekolah.

Dia tersenyum samar, sorotan matanya terlalu sinis ketika sedang meremehkan sesuatu seperti yang akan dilakukannya sebentar. "Masih ada aja monyet yang ngeremehin singa betina. Semestinya mereka harus tahu diri sedang berurusan dengan siapa kalau gak mau dihabisin."

Tanpa berlama-lama lagi dia akhirnya siap, tentu tidak menggunakan seragam sama sekali. Dia menyusuri rumahnya dengan langkah yang agak tergesa-gesa, tidak sabar menyambut mangsa angkuh lagi. Dia mengangkut segala yang dibutuhkannya di dalam sebuah ransel kecil kemudian benar-benar masuk ke dalam salah satu mobil mewah andalannya.

"Non gak boleh bolos lagi!!"

"Jagain aja Pak keamanan rumah saya!"

Gadis itu berteriak sembari kepalanya sedikit menengok ke arah luar mobilnya yang bernomor dua belas itu. Dia kemudian menyenggir. Masa bodo dengan kehidupan sekolah yang membosankan. Apalagi sekarang dia punya urusan yang cukup penting demi menjaga 'tempat' yang menjadi tempatnya berlatih untuk semakin kuat dari dirinya yang dulu.

Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Biasanya dia sampai ke sekolah sebelum pukul tujuh tepat. Namun pagi ini tidak akan seperti yang sudah dia rencanakan. Gadis itu terus melajukan mobilnya, meninggalkan rumah bak istana itu.

"DRRTT!!"

MicroTAC 9800x gadis itu kembali bergetar. Namun kali ini bukan dari yang memanggilnya tadi. Dengan malas dia mengambil ponselnya yang masih berada di dalam ransel kecilnya. Setelah itu pandangannya kembali fokus pada jalanan. Hari yang diawalinya memang selalu buruk. Sekalipun sudah berusaha untuk mendapatkan hari baik, tetap saja ada celah kecil agar yang buruk itu masuk ke dalam hari-harinya. Sudahlah. Lagi pula, gadis itu sudah terbiasa dengan segala buruk yang terjadi padanya.

"Siapa?"

"Siapa-siapa. Ini gue Shania! Lo jam berapa sampainya? Bel sekolah udah bunyi nih. Jangan bilang lo mau bolos lagi?"

Jangan bilang gadis itu mau bolos lagi? Bukan mau, tapi sudah.

"Woy, Jul! Lo masih di situ, kan?"

Gadis itu menjauhkan ponsel dari telinganya. Sahabatnya memang sudah dicap sebagai gadis paling heboh. Nada bicaranya tidak pernah dibuat lembut sedikit. Tidak bisa juga untuk sekedar menghemat kata meski untuk satu hari saja.

"Bolos sama gak masuk itu beda kali."

Gadis itu terdengar seperti sedang menggoda sahabatnya sekarang. Tentu saja ada kesenangan tersendiri membuat sahabat menjadi kesal. Asalkan cukup kesal saja, jangan sampai dikecewakan.

"Omagah, Jul! Sama aja buruknya! Lo tuh udah empat belas kali bolosnya. Sekarang lo ngelunjak gak masuk sama sekali. Lo mau dikeluarin dari sekolah?"

Bad Juliet?Where stories live. Discover now