P R O L O G

Mulai dari awal
                                    

"Kembalikan wanita itu! Tindakan kalian sangat tidak berdasar!" seru sahabatnya, setelah kedua matanya menatap jelas para penjahat itu. Ada empat pria kekar dan cukup menakutkan yang sekarang sedang tersenyum sinis ketika mendengar ucapannya. Jujur saja, mereka memang membuat sahabatnya hampir merasa goyah. Tapi dia tidak bisa menyerah. Ada gadis kesayangannya yang sedang mempercayai dia. Begitu pula dia yang percaya bahwa gadis itu bisa membawa para polisi secepatnya untuk menangkap penjahat-penjahat itu.

"Belum punya SIM tapi sudah berani ugal-ugalan di jalan. Kamu bukan target saya. Jadi, pergi menjauh atau mati saja!" pintah seorang pria dengan serius.

"Kalian gak akan dapat apa-apa kalau sampai nyelakain wanita itu!"

"Dan saya bisa bunuh wanita ini karena tidak berguna!" seru salah satu dari mereka yang kini menarik Ibu gadis itu keluar dari mobil mereka.

Sahabatnya terkejut saat Ibu gadis itu diseret paksa oleh mereka dan memperlihatkan betapa kacau kondisinya. Lebam di wajahnya terlihat jelas. Emosinya jadi meningkat drastis. Awalnya dia berusaha untuk menahan diri. Tapi tidak, ketika Ibu gadis itu membuat perlawanan dadakan dengan memukul si penjahat yang menahannya.

Keadaan berubah lebih kacau. Dia tidak bisa berdiam lagi selain melawan para mafia itu tanpa senjata apapun. Dia hanya mengandalkan kemampuan bela dirinya yang belum seberapa. Ibu gadis itu dengan segera berlari, menjauh dari mereka. Dia berlari menuju persimpangan. Sedangkan gadis itu tidak bisa melakukan apapun lagi selain berdiam diri di tempat telepon umum. Meski begitu, dia tersenyum lega melihat Ibunya yang kini berjalan kecil ke arahnya.

"Lihat! Mereka mencoba membodohi kita," ujar salah satu pria kekar itu ke pria kekar lainnya.

Sahabatnya yang sedang disibukkan melawan dua penjahat, belum sadar kalau dua penjahat lainnya sudah menangkap keberadaan gadis itu beserta Ibunya yang masih berlari kecil ke arah telepon umum itu. Mereka mengeluarkan pistol mereka.

"Tembak dua-duanya saja. Kehilangan dua anggota keluarga sekaligus bukannya sudah cukup untuk menjadi ancaman?" pintah penjahat itu pada rekannya yang sedang membidik ke arah dua target sekaligus. Tangannya sudah bersiap untuk menembak ke arah yang dituju. Bagi mereka, dapat atau target yang mati saja. Sayangnya, sahabatnya itu menangkap niat jahat mereka. Dia berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan Ibu dan gadis itu.

Hingga akhirnya, peristiwa paling kejam terjadi. Sahabatnya berhasil melindungi Ibunya dengan memakai tubuhnya sebagai penghalang. Peluru mereka tepat menembus jantungnya.

"Kurang ajar!"

"RAKA!!"

Kali ini peluru yang semestinya untuk gadis itu, malah berhasil membuat kepala sahabatnya berlumuran darah. Tubuh gadis itu terasa lemas sekarang. Dia menatap orang tersayangnya yang sudah terkulai tak bernyawa di jalan, setelah sibuk memberikan senyum terbaiknya. Seolah sahabatnya mengatakan bahwa rencana dadakan mereka berhasil dan semua akan baik-baik saja. Omong kosong, ya. Mana bisa baik-baik saja kalau gadis itu justru kehilangan orang tersayangnya. Mimpi-mimpi indah gadis itu sudah usai. Mungkin ini menjadi kehilangannya yang pertama.

Di samping itu, gerombolan polisi yang sempat ditelpon akhirnya mulai berdatangan. Penjahat-penjahat itu kehilangan kesempatan untuk membantai gadis itu dan Ibunya lagi. Mereka langsung pergi tanpa meninggalkan jejak apapun setelah malam itu. Mungkin ini belum akhirnya. Begitu yang terlintas dalam pikiran gadis itu. Bagaimanapun caranya, dia harus menjadi lebih kuat dari malam itu. Kenyataan memang harus diterima, namun nasib buruk harus dicegah. 

***

Jakarta, 1991

Seratus kali push up? Sudah.

Bad Juliet?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang