Part 32

146K 8.6K 254
                                    

Sejak kejadian pertemuanku dengan Friska minggu lalu, baik aku dan Mas Ibnu tidak pernah lagi mengeluarkan sepatah kata pun. Kami hanya berada ditempat kami masing-masing, meski kami sama-sama menjaga Arga.

Kata dokter besok Arga sudah diperbolehkan pulang. Kali ini aku akan membawa Arga pulang kerumahku. Pasalnya, secara mengejutkan, Om Bram bilang Mas Ibnu mengizinkan aku membawa Arga. Aku tidak akan bicara lagi dengannya, itu sebabnya aku meminta bantuan Om Bram.

Mengenai Arga, walau aku sudah setiap hari menemaninya di sini, tapi dia masih tetap terlihat enggan dan takut. Arya juga telah membantuku menjelaskan pada Arga kalau aku adalah ibu kandungnya.

"Kalau ante mama Alga, kenapa nggak di lumah?" pertanyaan polos Arga pada Arya yang langsung meremas jantungku. Meski saat itu aku telah bersiap menumpahkan air mataku namun kuurungkan. Aku tetap memasang wajah senyum setidaknya Arga menyadari ketulusanku yang ingin bersamanya.

"Bisa bicara sebentar?" aku menoleh padanya yang kini berdiri tepat di sampingku. Tak langsung menjawab memilih berdiri dari kursiku tanda aku bersedia. Dia keluar ruangan lebih dulu, aku mengecup kening Arga yang sedang tertidur kilat lalu mengikutinya keluar ruangan.

Aku berdiri bersidekap, dia mulai mengamatiku. "Apa yang mau kamu bicarakan to the point saja," ucapku tak ingin berlama-lama.

"Biarkan Arga ikut denganku dulu sampai dia pulih. Aku berjanji akan mengantarnya kepadamu setelah itu."

"Apa ini taktikmu? Kamu berkata ke Om Bram aku bebas membawa Arga. Apa kamu ingin mencuci otaknya, begitu?" ujarku sarkastik.

Mas Ibnu malah mengulum senyum tipis. "Lama tidak bertemu, aku tidak menyangka kamu berubah begitu banyak." Dia mengucapkannya dengan ekpresi datar tapi aku menanggapinya dengan tatapan penuh amarah.

"Iya, aku memang berubah banyak, sejak orang terdekatku berusaha menipuku kali ini aku harus lebih waspada."

Pandangannya berubah tajam. "Apa kita perlu melakukan hitam di atas putih? aku hanya memikirkan kebaikan Arga. Kamu bisa mempercayaiku kali ini. Tolong percayalah." Dia memohon? Baru kali ini aku melihatnya memohon padaku.

Aku terdiam cukup lama memikirkan ucapannya. "Baiklah. Tetapi jika aku tahu Arga sudah pulih dan kamu tidak mengantarnya padaku maka aku sendiri yang akan menjemputnya."

"Kamu bisa pegang kata-kataku."

***

Hari yang kutunggu-tunggu akhirnya datang, aku berdiri di teras rumah menanti kedatangan Arga. Tadi malam Mas Ibnu mengabariku kalau besok dia akan mengantar Arga, aku memang sudah tak bertemu dengan Arga sejak seminggu yang lalu, sejak aku memutuskan mengikuti saran mas Ibnu.

Aku sudah menyiapkan semuanya. Kamar Arga sengaja kudesain dengan tokoh kartun kegemarannya. Aku juga telah membelikannya banyak mainan.

Arga turun dari mobil digandeng Ayahnya dengan sebelah tangannya memeluk boneka yang sudah terlihat lusuh.

"Beri salam pada Mama," ucap mas Ibnu saat mendekat. Arga meraih tanganku lalu mengecupnya. Tak dapat kugambarkan lagi perasaanku saat ini, aku langsung meluruh dan memeluk Arga erat dengan airmata yang mulai tumpah.

"Arga mulai sekarang tinggal sama mama," ucap mas Ibnu. Aku melonggarkan pelukanku, dan melihat Arga yang mulai tampak heran.

"Ayah tinggal di sini juga?"

"Enggak. Ayah ada kerjaan. Ayah sibuk, Sayang. Jadi, Arga mulai sekarang tinggal sama Mama ya," ucap mas Ibnu lagi yang kini telah berlutut menjajari tinggi Arga.

"Tapi Alga mau sama Ayah," hatiku merasa teriris melihat Arga yang memeluk Ayahnya tak rela untuk berpisah.

"Tidak Arga. Ayah kerjanya jauh, Arga nggak boleh ikut."

Unfinished Fate [TERBIT]Where stories live. Discover now