Part 12

114K 7.5K 26
                                    

Aku terbangun ketika hari masih sangat pagi. Bahkan matahari belum sepenuhnya menampakkan diri. Aku kembali teringat sehabis makan malam kami melanjutkan perjalanan pulang. Setelah itu aku tidak mengingat apa-apa lagi, karena setelahnya aku tertidur pulas.

Aku melirik ranjang disampingku. Kosong. Aku segera menyibak selimut dan memeriksa semua ruangan yang ada di kamar. Ini masih pagi, kemana mas Ibnu?  Aku keluar setengah berlari kembali mengitari ruangan, hasilnya nihil. Langkahku berhenti saat aku memeriksa mobil Mas Ibnu di garasi. Aku bergeming ditempat mendapati mobil Mas Ibnu yang tak tampak.

Hari masih pagi. Terasa dingin masih merambat dikulitku. Aku masih mengenakan dress semalam. Sisa-sisa memori semalam pun masih berputar-putar di ingatanku.

Sesak didadaku tak tertahan. Tanganku mengenggam dadaku. Tangisku pun luruh bersamaan dengan kaki yang melemas seolah tak sanggup lagi menopang tubuhku. Aku terisak dia melakukannya lagi membuatku terbang ke awan lalu berlalu meninggalkanku lagi seorang diri.

"Nyonya Marsha, kenapa pagi-pagi di luar? Nyonya bermimpi buruk ya?"

Bibi benar ini memang mimpi buruk. Akan selalu menjadi mimpi buruk ketika tidak menemukan mas Ibnu disampingku saat aku terbangun seperti ini.

Bi Nah membimbingku membawaku kembali masuk ke rumah.

"Mas Ibnu mana Bi?" tanyaku menghentikan langkah Bi Nah yang hendak menutup pintu depan.

"Tadi sehabis subuh Bapak minta dianterin Ucup ke Bandara. Kayaknya mau keluar kota. Tapi, Bapak nggak ada bilang apa-apa ke Bibi. Sepertinya Bapak buru-buru sekali. Nyonya mau Bibi buatin sesuatu?"

Aku menggeleng lemah. Hari ini sebenarnya aku ada kuliah tapi terbangun seperti ini membuatku kehilangan mood.

***

Aku memarkirkan mobilku di depan kafe. Terlihat beberapa pegawai masih sibuk berberes. Ini memang terlalu pagi karena masih pukul 9 sedangkan kafe biasa buka pukul 10 pagi. Begitu membuka pintu kaca aku melirik kesana-kemari mencari keberadaan Rangga. Aku sudah janji akan mentraktirnya makan tempo hari. Kurasa hari ini adalah waktu yang tepat, kebetulan suasana hatiku kebetulan sedang tidak baik. Setidaknya aku butuh seorang teman untuk melakukan aktifitas lain yang bisa mengalihkan perhatianku dari ingatan pagi ini.

"Hai!" Aku tersentak, menoleh ke belakang. Rangga mengulas senyum. “Kafenya belum buka,” imbuhnya.

“Aku—Um. Ingin mentraktirmu.”

"Ayo ikut aku. Aku akan menjamumu lebih dulu. Khusus untuk pelanggan setia.”

Aku tersenyum menanggapi ucapannya. "Kurasa bukan hanya aku pelanggan setiamu."

"Tapi, hanya kamu yang rela menunggu pagi-pagi hingga kafe buka seperti ini," katanya menggodaku.

"Baiklah aku kalah, berikan pelayanan terbaikmu kalau begitu," balasku sambil mengikuti Rangga menuju ruangannya.

Aku melirik properti yang terletak diruangan ini. Semua ornamennya terkesan bersih didominasi warna putih dan abu-abu. Dia juga memiliki piano di dalam ruangan ini.  

"Sepertinya kau terkesan dengan ruangan ini." Rangga datang dengan membawa nampan. Dua cangkir teh lengkap dengan cheese cake dengan toping strawberry diatasnya terlihat sangat menggoda. "Ini ruang kerjaku. Aku suka menghabiskan waktu istirahatku di sini."

"Ini tempat yang nyaman. Aku tidak menyangka kamu memiliki ruangan seperti ini di kafe mu. Aku sering melihatmu serius dengan laptopmu saat duduk di sofa diujung ruangan. Apa yang kamu kerjakan? Kenapa tidak mengerjakannya disini?"

Dia tertawa menanggapi pertanyaanku. "Aku baru menyadari kalau kamu ternyata lumayan cerewet."

Aku tersenyum kecut. "Apa itu mengganggumu? Maaf jika begitu."

Unfinished Fate [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang