Part 25

112K 7.9K 70
                                    

Kepalaku sangat pusing, mataku masih terpejam namun aku bisa merasakan ada tangan seseorang yang mengenggam tanganku erat.

Kubuka mataku perlahan, pandanganku masih mengabur. Aku mengeryitkan dahiku menangkap sinaran yang memasuki retina mataku. Mataku mengerjab-ngerjab beberapa kali berusaha mengembalikan fokusku.

Aku melirik ke sisi sebelah kananku. Mas Ibnu? tatapan kami bertemu, ada yang berubah dari tatapannya, kilatan panik, aku bisa melihatnya. Air mata menggenang dipelupuk mataku, tahukah dia kalau aku sangat merindukannya?

"Jangan bergerak dulu, aku akan memanggil dokter."

Tatapanku lekat memerhatikan Mas Ibnu menghilang dari balik pintu. Semenit kemudian dokter Karina datang, namun tak kulihat mas Ibnu bersamanya.

"Suamimu menunggu diluar," sahut dokter Karina yang memerhatikan raut mukaku.

"Anakku," kataku lirih. Dokter Karina masih diam tidak menjawab dia terus memeriksa bagian tubuhku.

"Dok."

Dokter Karina menghentikan aktifitasnya lalu tersenyum tipis, "Dok, anakku mana?" tanyaku tak sabaran.

"Selamat Marsha kamu berhasil melahirkan bayi laki-laki. Anakmu masih berada di inkubator, tenang saja kondisinya mulai stabil, bayimu terpaksa harus lahir premature.”

"Mmm.. berapa lama... aku berbaring di sini?"

"Hampir empat hari. Ibnu terus menerorku menanyakan kapan kamu akan bangun? apa kondisimu baik? Kenapa tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun, dan sebagainya, telingaku sampai tak kuat lagi mendengarnya beragam pertanyaannya."

Benarkah mas Ibnu begitu mengkhawatirkanku?

"Apakah dia selalu menungguiku?"

"Menurutmu?"

"Mama...!" Aira masuk dan langsung menyerbuku, dia memelukku sangat erat.

"Aira! Mama masih dalam masa pemulihan." Arya melerai pelukan Aira.

Namun, Aira seperti tak menghiraukan dia tetap menangis tersedu di sebelahku. "Ma... Maafin Aira... karena do'a Aira mama jadi disini... Aira janji ngak bakal do'ain mama yang nggak baik lagi."

Aku tersenyum memandang Aira dan mengelus pipinya, "bukan Aira yang salah, Mama yang nggak hati-hati makanya jatuh."

"Tapi kalau nggak karena do'a Aira kan kejadiannya bisa aja berubah. Tuhan pasti nggak kabulin apa yang Aira minta." Aira meringis saat Arya menjitak kepalanya. "Bang Arya, sakit tau!"

"Mama baru sadar kamu udah ngomong ngaco. Ayo kita keluar, dokter Karina masih mau periksa mama, iya kan dok?"

Dokter Karina mengangguk seraya mengulas senyum.

"Dokter dedenya kok kecil banget, mukanya mirip banget sama mama." Aira begitu antusias saat menceritakan adiknya, aku sangat ingin bertemu dengan anakku.

"Dok, aku mau bertemu dengan anakku."

"Kamu baru sadar Marsha, kondisimu juga belum stabil."

"Tapi aku ingin bertemu sekarang, Dok. Aku mohon," kataku mengiba.

"Masih ada hari esok, Ma." Arya menanggapi ucapanku.

"Bagaimana jika nggak pernah ada hari esok."

"Ma!" tegur Arya.

Dokter Karina berusaha meredakan ketegangan. "Hmm... ya sudah. Tak apa Arya,  Mamamu bisa bertemu sama bayinya, tapi sebentar saja ya Marsha, setelah itu kamu harus istirahat kembali untuk pemulihan.”

Unfinished Fate [TERBIT]Where stories live. Discover now