"Denger dulu, Lang." Rena memejamkan matanya sejenak. Seharusnya ia tahu, ia tidak pernah bisa berpura-pura di hadapan Gilang. Meski ia bisa menahan air matanya, tapi laki-laki itu selalu tahu jika ia menyimpan sesuatu. "–gue... butuh waktu, ok?"
Gilang diam selama beberapa detik. "Ok," jawabnya lalu menghindari Rena yang berdiri di hadapannya untuk berjalan keluar.
"Lang."
"Kalo ini masih tentang Raffa," ucapan Gilang menggantung. "Gue gak tau harus apa lagi."
Rena hanya terdiam karena nama itu lagi-lagi disebut.
***
Jika ada yang bertanya, 'Gilang tuh siapanya lo sih, Ren?' Maka Rena hanya bisa menggedikan bahu dan menjawab, 'Temen. Kebetulan aja kenal.' Meski sesungguhnya, hubungan mereka lebih dari sekadar itu.
Lebih dari teman, semacam sahabat, kurang dari kekasih.
Lebih dari rasa suka, semacam sayang, tapi bukan cinta.
Atau setidaknya, begitulah menurut Rena.
Ia sudah mengenal Gilang selama beberapa tahun, menjadikannya orang pertama yang masuk ke dalam hidupnya setelah ia kehilangan dua orang yang paling berarti baginya. Ia mempersilakan laki-laki itu masuk tanpa permisi, dan entah mengapa ia memutuskan untuk menetap, tanpa diminta.
Jika ditanya mengenai karakter, jelas dua-duanya sangat bertolak belakang. Perempuan itu, Renata Latitia, cenderung tertutup dan tidak banyak omong di kelas, namanya tertera sebagai peraih peringkat atas dan menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk belajar.
Sedangkan si laki-laki, Gilang Adlar Drescher, dengan darah keturunan Jerman yang diturunkan dari nenek moyangnya terdahulu, sangat pandai bergaul dan cenderung berisik. Guru-guru mengenalnya sebagai pembuat onar, namanya nyaris berada di peringkat terbawah, dan ia menyukai pergaulan bebas.
Tapi satu yang bisa membuat keduanya saling memahami. Luka masa lalu.
***
Gilang: Lg pada di mana?
Gilang: Woi
Gilang: P
Gilang: P
Gilang: P
Gilang: P
Dimas: Lg pada main di rumah Erghi
Dimas: Gabung sini lang, bareng rensay mulu lu ye
Gilang: Rensay?
Erghi: Rena sayank
Kevin: Wtf bruh
Kevin: Woy lang gabung sini lo, nge-DOTA tuh bareng Geka
Erghi: Kevin ngomongnya kasar nanti dimarahin bunda
Erghi: Utututu
Kevin: Unch Egi :*
Gilang: Apaan sih lo pada, geli
Gilang: Gue otw ke sana
Ia langsung melesakkan ponselnya ke dalam saku jeans, menyalakan mesin mobilnya dan langsung menyusuri jalan yang sangat ia kenal. Penunjuk waktu digital yang terletak di dashboard-nya sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Mungkin ia akan menghabiskan tiga-empat jam lagi di rumah temannya itu, atau mungkin memutuskan untuk menginap dan menyambut hari pertama sebagai murid dua belas besok dengan meminjam seragam Erghi.
YOU ARE READING
R untuk Raffa
Teen FictionAda tiga hal yang paling Rena sukai: hujan, teh, dan Raffa. Karena menurutnya, tiga hal itu tidak akan pernah mengkhianati. Tapi malam itu, di bulan November keempat belasnya, Rena sadar. Bahwa fana adalah satu kata yang tepat untuk mendeskripsika...
[2] Mereka dan Sandiwaranya
Start from the beginning