[2] Mereka dan Sandiwaranya

Start from the beginning
                                    

"Denger dulu, Lang." Rena memejamkan matanya sejenak. Seharusnya ia tahu, ia tidak pernah bisa berpura-pura di hadapan Gilang. Meski ia bisa menahan air matanya, tapi laki-laki itu selalu tahu jika ia menyimpan sesuatu. "–gue... butuh waktu, ok?"

Gilang diam selama beberapa detik. "Ok," jawabnya lalu menghindari Rena yang berdiri di hadapannya untuk berjalan keluar.

"Lang."

"Kalo ini masih tentang Raffa," ucapan Gilang menggantung. "Gue gak tau harus apa lagi."

Rena hanya terdiam karena nama itu lagi-lagi disebut.

***

Jika ada yang bertanya, 'Gilang tuh siapanya lo sih, Ren?' Maka Rena hanya bisa menggedikan bahu dan menjawab, 'Temen. Kebetulan aja kenal.' Meski sesungguhnya, hubungan mereka lebih dari sekadar itu.

Lebih dari teman, semacam sahabat, kurang dari kekasih.

Lebih dari rasa suka, semacam sayang, tapi bukan cinta.

Atau setidaknya, begitulah menurut Rena.

Ia sudah mengenal Gilang selama beberapa tahun, menjadikannya orang pertama yang masuk ke dalam hidupnya setelah ia kehilangan dua orang yang paling berarti baginya. Ia mempersilakan laki-laki itu masuk tanpa permisi, dan entah mengapa ia memutuskan untuk menetap, tanpa diminta.

Jika ditanya mengenai karakter, jelas dua-duanya sangat bertolak belakang. Perempuan itu, Renata Latitia, cenderung tertutup dan tidak banyak omong di kelas, namanya tertera sebagai peraih peringkat atas dan menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk belajar.

Sedangkan si laki-laki, Gilang Adlar Drescher, dengan darah keturunan Jerman yang diturunkan dari nenek moyangnya terdahulu, sangat pandai bergaul dan cenderung berisik. Guru-guru mengenalnya sebagai pembuat onar, namanya nyaris berada di peringkat terbawah, dan ia menyukai pergaulan bebas.

Tapi satu yang bisa membuat keduanya saling memahami. Luka masa lalu.

***

Gilang: Lg pada di mana?

Gilang: Woi

Gilang: P

Gilang: P

Gilang: P

Gilang: P

Dimas: Lg pada main di rumah Erghi

Dimas: Gabung sini lang, bareng rensay mulu lu ye

Gilang: Rensay?

Erghi: Rena sayank

Kevin: Wtf bruh

Kevin: Woy lang gabung sini lo, nge-DOTA tuh bareng Geka

Erghi: Kevin ngomongnya kasar nanti dimarahin bunda

Erghi: Utututu

Kevin: Unch Egi :*

Gilang: Apaan sih lo pada, geli

Gilang: Gue otw ke sana

Ia langsung melesakkan ponselnya ke dalam saku jeans, menyalakan mesin mobilnya dan langsung menyusuri jalan yang sangat ia kenal. Penunjuk waktu digital yang terletak di dashboard-nya sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Mungkin ia akan menghabiskan tiga-empat jam lagi di rumah temannya itu, atau mungkin memutuskan untuk menginap dan menyambut hari pertama sebagai murid dua belas besok dengan meminjam seragam Erghi.

R untuk RaffaWhere stories live. Discover now