Bonus Chapter [2]

8.8K 650 70
                                    


Satu malam beberapa hari yang lalu seolah membuat Thaya kembali berjalan mundur, atau mungkin juga seolah membuka pintu baru kenangannya.

Hal yang sudah lama tidak Thaya temui, justru ia temui.

Ia mungkin tidak pernah menyesali hal itu, sampai kapan pun. Karena bohong jika ia tidak menginginkan hal tersebut.

Namun yang ia sesali adalah, kesan pertemuannya yang seharusnya tidak seperti itu.

Salah, dan selalu salah. Seperti saat ini. Thaya memilih membelokkan arah stir mobilnya dan bertekad bulat untuk menyudahi semuanya.

Mungkin sudah begitu jalannya, dan ia juga tidak begitu yakin Tama akan berada disana dan menunggunya, setelah pertemuan pertama seperti itu.

Tama memutar balik tubuhnya dan dengan begitu meninggalkan Thaya malam itu.

Dan mengingat akan hal itu,

Thaya menyesal datang.

#

Suara gelas kaca beradu rasanya membuat Thaya ingin muntah saat ini juga. Oh, ditambah lagi suara tawa dari segala penjuru, lantas membuat selera makannya semakin hilang. Maka, yang dilakukannya hanya mengetuk-ngetuk ujung sendok dan garpunya di atas piring. Toh, suaranya tidak akan terdengar. Disini terlalu berisik.

Dengan tampang wajah melangsa, Thaya menatap sekitarnya. Dilihatnya, keluarganya tengah berbincang-bincang ria, lalu sesekali tertawa. Dan entah apa yang mereka bicarakan, Thaya bosan.

Walaupun sesekali sepupu-sepupunya menyahutinya, Thaya tidak juga tergugah hatinya untuk ikut bersenang-senang. Bukan apa, tapi untuk belakangan ini... Thaya dan kata senang bukan lah perpaduan yang cukup baik.

Thaya yang sekarang, lebih banyak diam. Bisa dibilang lebih sok menyibukkan diri dengan segala aktivitas kuliah yang semua orang tahu, Thaya sangat benci dengan kegiatan melelahkan seperti itu. Namun, sepertinya perempuan itu berubah drastis dan seketika menjadi perempuan yang sangat sibuk.

"Ya? Diem aja, sih!" Suara lantang Ayahnya lantas membuat Thaya menoleh.

Bukannya mengindahkan jawaban Ayahnya, Thaya hanya tersenyum tipis tanpa bersuara. Setelahnya, ia pun beranjak berdiri beralasan ingin pergi ke kamar kecil. Pada kenyatanya, Thaya hanya ingin berkeliling saja, hitung-hitung ia dapat berbicara dengan tembok selagi ia jalan.

Maka jadilah Thaya kini berjalan sendirian di tengah lorong hotel. Oh, kebetulan hari ini adalah hari peresmian hotel milik adik Ayahnya. Maka dari itu, keluarganya mengadakan acara makan malam di restoran hotel tersebut.

Ya, siapa tau Thaya akan membutuhkan ballroom hotel ini suatu saat untuk pernikahannya.

Thaya berhenti melangkah seketika setelah mendapati isi pikirannya yang semakin kacau. Ia menepuk keningnya kesal. "Mau nikah sama siapa juga?" Kesalnya pada dirinya sendiri.

Ia mulai melangkah lagi, sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah balkon besar. Ya, angin malam memang tidak baik. Namun, kali ini tidak ada angin siang. Jadi, apa boleh buat?

Thaya pun melangkah menuju pintu pembatas antara balkon dan lorong.

Apa Tama masih sering merasa bosan dengan acara seperti tadi?

Seperti yang sudah-sudah, ia lelah untuk mengingat.

#

Entah sudah berapa lama Thaya berdiam diri di balkon tersebut, dengan posisi tubuh menyender pada pagar lalu, kedua tangan bertumpu di atasnya serta menopang dagunya yang seolah akan lelah untuk tetap berdiri sendiri menatap langit malam yang sunyi.

Brought It To An EndМесто, где живут истории. Откройте их для себя