[1] Thaya

13.1K 958 49
                                    


Siang itu, seperti akhir pekan biasanya, Thaya menghabiskan waktunya dengan keenam temannya; Tara, Kalisa, Mahesa, Kafi, Nara dan juga Praja.

Mengingat hubungan pertemanan ketujuhnya sudah terjalin sejak mereka memasuki sekolah menengah keatas, maka tidak aneh jika setiap akhir pekannya mereka selalu menyempatkan untuk berkumpul. Entah itu penting atau tidak.

Dan hari ini, ketujuhnya menghabiskan akhir pekan mereka di rumah Kafi.

"Kenapa kita milih rumah Kafi ya kali ini?" Tanya Nara seraya melahap kentang goreng yang baru saja dibuat oleh Ibunya Kafi.

"Perasaan ... saran lo deh, Nar." Balas Thaya, yang tengah sibuk dengan ponselnya sehingga tidak menoleh ke arah Nara.

Lelaki dengan model rambut berjambul acak-acakkan itu segera mengernyitkan dahinya. "Emang iya ya?" Tanya Nara yang mulai memperlambat kunyahan mulutnya.

"Ye, bodo amat." Sebuah bantal lantas menimpuk kepala Nara. Dan sudah pasti itu adalah, Praja. Si anak basket gagal, yang mempunyai hobi melemparkan entah barang apa saja kepada siapa pun.

"Sensi-an nih, Praja." Balas Nara sembari mendecak. "Bilang aja lagi gabut karena ditinggal Hara."

"Parah, Ja!" Tiba-tiba terdengar suara Kalisa. Omong-omong, ia baru saja kembali dari kamar mandi.

"Yah, Lis. Dukung gue aja sih." Nara menampakkan wajah melasnya ke arah Kalisa, yang lantas membuat perempuan itu bergidik geli.

"Ogah." Balas Kalisa.

"Aduuh, kasian banget sih lo, Nar." Timpal Tara, yang sedari tadi sama dengan Thaya. Sibuk dengan ponselnya.

Praja kembali bersuara, "Seenggaknya gue baru ditinggal. Bukan lama sendiri." Lalu, ia tertawa pada akhir kalimatnya.

Bukan hanya Praja yang tertawa, namun juga yang lainnya.

Merasa terpojokkan, Nara beralih beranjak dari atas karpet. Namun, sebelum ia mulai melangkah pergi, ia kembali bicara, "Tai lo semua. Mending gue gangguin orang pacaran."

Orang pacaran yang dimaksud oleh Nara tentunya adalah Mahesa dan Kafi. Ya, keduanya memang satu-satunya pasangan diantara ketujuhnya.

"Eh ... tunggu-tunggu!" Seru Thaya yang seketika bersuara kembali dan sekaligus menegakkan tubuhnya. Namun, pandangannya tetap lurus menatap layar ponselnya.

"Kenapa? Doi lo ngirim Line Cookie Run?" Tandas Nara langsung sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Thaya segera menoleh ke arah Nara dengan geram. Ia menyipitkan matanya ke arah Nara tajam. "Awas aja lo, Nar. Gue suruh Kalisa cari cowok lain."

Seketika lipatan tangan Nara merenggang perlahan, dan ia pun membulatkan kedua matanya. Harga dirinya pasti sudah pudar di hadapan Kalisa saat ini.

Tepat di samping Praja, Kalisa hanya menghembuskan nafasnya panjang. Namun, lain halnya dengan Praja dan Tara yang masing-masing berpura-pura sibuk serta, tertawa dalam hati.

"E–eh?" Nara bersuara kembali. "Jangan geer dulu, Lis. Nih, Thaya kadang suka minta di tenggelemin hidup-hidup."

"Gue bakal bunuh lo lebih dulu, sebelum lo bisa melakukan motif pembunuhan lo itu, Nar." Balas Thaya kembali.

"Rumah gue bukan arena buat adu tinju ya." Entah sejak kapan Kafi sudah berada di ruang tengah rumahnya lagi, namun tiba-tiba saja ia sudah berdiri di ambang pintu. Dengan Mahesa tentunya.

"Perasaan nggak ada yang adu tinju deh, Kaf. Mabok lo." Balas Nara sedikit sinis.

"Ah, udah ah. Bertele-tele nih," Komentar Praja seketika.

"Kenapa sih, Ya?" Tanya Tara yang baru saja meletakkan ponselnya dalam saku celana jeansnya dan kini, ia menatap ke arah Thaya.

"Nggak pake lama, Ya." Timpal Nara yang kembali duduk.

Senyum sumringah terukir dari kedua sudut bibir Thaya. "Gue mau balik, boleh nggak ...?" Thaya memandang ke arah satu-persatu wajah sahabatnya yang seketika memasang wajah bingung.

"Kok?" Ucap Kalisa tanpa ia sadari.

"Kenapa tiba-tiba?" Lanjut Tara.

"Yah, gue baru juga muncul," Timpal Mahesa.

"Kenapa sih, Ya?" Kini berganti Praja.

"Ye, belom juga party-party, udah balik aja. Kenapa? ada les ngaji?" Cerocos Nara sembari mengangkat dagunya.

Thaya hanya memutar kedua bola matanya malas, lalu beranjak dari sofa. Ia menyelempangi tasnya.

"Gue punya urusan yang super penting sama Tama!" Serunya kemudian.

"Sepenting apa?" Kini Kafi yang bersuara.

Dengan senyum yang masih tercetak jelas pada wajah Thaya, ia menatap ke arah Kafi.

"Tama dan penting, itu satu paket."

#

a.n
Hai hai!

Selamat datang bulan Februari!

Anyway, maaf kalau masih banyak kekurangannya ya!

Tapi, bagi yang suka atau tertarik, kasih vommentsnya ya! HEHE

Makasih udah mau bacaa!

Brought It To An EndWhere stories live. Discover now