[3]

7.1K 720 24
                                    


"Eh, itu dia!" Bisik Thaya setengah berteriak kepada Yama. Kucing dengan bulunya yang berwana hitam yang lebih dikenal dengan nama 'Yama' tersebut, hanya menolehkan kepalanya dan memiringkan sedikit kepalanya. Mungkin, Thaya harus mulai belajar bahasa kucing.

Setelah seseorang yang ditunggu-tunggunya sedari tadi, menutup pintu dengan kakinya, Thaya pun beralih menaruh Yama ke lantai dan ia pun beranjak berdiri.

"Tamiun!" Serunya.

"Pala lo." Jawab Tama yang langsung menoyor kepala Thaya, lalu beralih menuju kulkas kecil yang terdapat di kamar milik Thaya tersebut.

"Idih ... sopannya kebangetan deh." Gerutu Thaya sembari mengusap dahinya.

Tama belum menjawab sampai akhirnya ia mengambil sebuah kaleng minuman soda dan membukanya. Baru setelahnya, ia menoleh ke arah Thaya lagi. "Maaf terlanjur, Ya." Tama pun meneguk minuman sodanya tersebut sembari melangkah menuju Yama.

"Yang ada bukan Yama yang nyebarin rabies. Tapi, lo." Komentar Thaya yang kembali menjatuhkan dirinya ke sofa.

Tama beralih mengangkat kucing tersebut lalu, mengedikkan bahunya. "Eh iya," Jeda. "Apa yang penting?"

Senyum Thaya pun terukir. "Apa ya ...,"

"Cepetan, Ya."

Thaya mendengus, lalu beranjak dari sofa. "Dasar nggak sabaran." Entah apa yang dilakukan Thaya, kini perempuan itu beralih menuju meja belajarnya.

Pandangan Tama mengamati gerak Thaya yang kini nampak mencari sesuatu di antara tumpukkan kertas di atas meja belajarnya. Setelah sempat berdecak kecil, Tama menaruh Yama di lantai, lalu mendekat ke arah Thaya. Tama berdiri tepat di samping Thaya dan memperhatikan gerak-gerik perempuan itu lebih dekat lagi.

"Nyari apa sih?" Melihat Thaya yang malah nampak mulai gusar, rasa penasaran Tama pun sedikit menaik. "Lagian meja belajar berantakan banget." Tambahnya.

Thaya mendengus kesal, namun ia masih mencari-cari apa yang ia cari. Ia mencari sebuah surat yang baru ia terima kemarin.

"Mau dibantuin nggak?" Tanya Tama yang sedikit memajukan wajahnya agar Thaya menoleh ke arahnya.

"Kalau niat sih, dari tadi aja dong." Balasnya tanpa menoleh sedikit pun.

Tanpa membalas lagi, Namun Tama menahan tawanya sembari ikut mencari-cari apa yang tengah dicari oleh Thaya. "Tapi, Ya," Jeda. "Gue kan nggak tau lo nyari apaan, tolol juga."

"Pokoknya kertas surat gitu deh. Warna biru muda." Jawab Thaya yang kini mulai membuka lacinya. "Ah, masa ilang sih?" gumamnya.

Tangan Tama berhenti mencari di atas tumpukkan kertas di atas meja, dan segera beralih memandang ke sekeliling kamar milik Thaya tersebut.

Sampai pada akhirnya, pandangannya berhenti kepada satu objek yang terletak di bawah guling. Biru.

Dengan langkah cepat, Tama beralih mengambil sesuatu berwarna biru tersebut. Dan dugaannya benar. Benda itu adalah kertas, dan biru.

"Ini bukan?" Tama menunjukkan kertas tersebut tepat di depan wajah Thaya, dan langsung membuat perempuan itu mendesis sebal.

"Gimana coba gue liatnya?"

"Pake mata lah, nanya lagi." Balasnya.

Thaya berdecak kecil lalu, meraih kertas tersebut. Dan nyatanya, benar. Kertas itu adalah benda yang ia cari-cari sedari tadi.

"Yah ...," Ucap Thaya dengan hembusan nafas panjangnya.

Kedua alis Tama bertaut. "Kok yah?" tanyanya.

"Nggak surprise lagi dong? lo yang nemuin gitu. Nggak asik banget." Jawabnya.

"Ya elah, entar juga ujung-ujungnya gue juga tau kan?"

Setelah beberapa detik, Thaya baru menganggukkan kepalanya pelan. "Ah yaudah bodo juga ya." Jeda. "Oke, gue bacain ya!"

Sebuah senyum pun tercetak jelas pada wajah Tama.

"Kepada Athaya Karnalis, dengan ini kami menyatakan bahwa naskah yang ada kirimkan, sudah kami baca dan ..."

"Tunggu." Potong Tama langsung. "Naskah?"

Thaya terkekeh pelan. "Jadi gini, temen SMP gue, dia itu pembuat short movie yang lumayan terkenal terus banyak yang nonton gitu. Nah, dia selalu ngangkat naskahnya dari orang-orang gitu. Dan, secara ... cukup maksa ... gue minta dia nerima naskah gue!" Thaya kembali tertawa.

Namun di hadapannya, Tama hanya termangu dan diam.

"Dan ... kenapa penting?" Lanjut Thaya.

"Kenapa?"

"Karena ...," Thaya tersenyum sesaat sebelum melanjutkan, "Gue mau ceritain tentang seorang Athaya dengan seorang Aditama!" Serunya sembari mengangkat kedua tangannya dramatis.

Tama lagi-lagi hanya diam.

"Seru banget kan?!" lanjut Thaya sembari menyentuh pundak kanan Tama. Bahkan, saking semangatnya ia tidak menyadari diamnya Tama.

"Bayangin ... nanti semua orang tau–"

"Tau apa?" Seketika suara Tama terdengar kembali dan justru terasa ... dingin.

Senyum Thaya pun seketika pudar saat mendapati raut wajah Tama yang jauh berbeda dengan lima menit yang lalu. "Tam–"

"Nggak bisa cari ide lain?"

"Emangnya kenapa sih? kan tentang lo ...," Sialnya, ia harus terpotong lagi.

"Ini nggak sepenting yang gue kira."

#

a.n

Masih abu-abu banget ya? Yaudah tunggu saja ya ...

Anyway, makasih yang udah vomments!

Brought It To An EndWhere stories live. Discover now