[9]

4.5K 597 34
                                    


Tama menghembuskan nafasnya panjang. "Ngobrol apa?"

"Apa aja." Jeda, "Oh iya, lo hari ini nggak latihan? Tadi si Audi bilang, mau ketemuan sama lo ya?"

"Iya, Lagi nggak mood soalnya." Jawab Tama.

Terdengar oh panjang dari Thaya. "Mau ngapain sama Audi?" tanyanya.

Sebuah senyum menyungging dari bibir Tama. "Kenapa? cemburu jangan sama Audi lah, Ya."

"Hidih ... ngapain juga harus cemburu? lagi pula, mau cewek selain Audi juga nggak apa-apa." Bantah Thaya.

"Seriusan?"

"Dasar nyebelin."

"Nggak ngerti gue sama lo, Ya." Jeda, "Eh iya, maksudnya ngirim video tadi apa ya?"

"Hmm ... apa ya?" Balas Thaya. "Perasaan udah embel-embel di bawahnya deh."

Tama ber-oh panjang. "Kangen klimaks?"

"Ah, males disebutin gitu." keluhnya, lantas membuat tawa Tama berderai.

"Asli lo kenapa alay banget sih? pake kata-kata klimaks pula. Kayak nggak ketemu berapa hari aja." Balas Tama.

"Empat hari, tau. Atau ...," Thaya ber-oh panjang lagi. "... jadi lo biasa aja ya?"

"Nggak gitu sih," bantah Tama.

"Terus? ngomongnya kayak nggak peduli sih."

Tama berhenti sesaat, seraya melihat Audi yang sudah kembali duduk di hadapannya. Dan langsung bertanya 'siapa' tanpa bersuara.

Tama pun menjawab tanpa suara juga.

"Tam? Kok diem?" Suara Thaya kembali menginterupsinya lagi.

"Nggak, ini si Audi baru dateng." Jawabnya.

Setelah Thaya ber-oh panjang lagi, sekarang hening di ujung sana.

"Ya? Masih disana kan?" Tanya Tama.

"Hah? masih kok." Jawab Thaya singkat.

"Lagi ngapain lo? Nggak ketemu sama Kalisa gitu-gitu?"

"Tuh kan, lo mah ingetnya Kalisa. Mentang-mentang dia model." Tukas Thaya langsung.

Tama pun kembali tertawa. "Ya elah, Gue inget semuanya kok, Ya. Bisa aja kan gue bilang, Mahesa gitu-gitu, Nara gitu-gitu, Praja gitu-gitu, Tara gitu-gitu, Kafi gitu-gitu, tapi ya, yang muncul di otak gue duluan aja lah." Jelas Tama panjang.

"Kepanjangan ah lo, Tam." Ujar Thaya lalu, diikuti dengan tawanya.

"Giliran panjang-panjang, salah juga." Tama menahan tawanya agar, ia terdengar seolah-olah sedikit kesal.

"Yah jangan marah dong, Tamiun."

Senyum Tama pun kembali terukir saat mendengar panggilan Thaya tersebut.

"Cie. Pasti senyum-senyum, ya kan?"

"Sotoy lo, Ayam." Balas Tama.

Di hadapan Tama, Audi yang juga lagi sibuk dengan ponselnya pun sedikit tertawa mendengar balasan Tama.

"Apa? Soto ayam? Enak juga tuh malem-malem gini." Gurau Thaya. Meski sebenarnya, gurauannya justru terdengar hambar.

"Ngode minta dibeliin, atau apa?" Lanjut Tama.

"Nanti aja hari selasa kita makan soto ayam bareng ya!" Ajak Thaya namun, setelahnya kembali terdengar hisakkan.

Kening Tama lantas bertaut. Hisakkan yang sedari tadi tidak muncul, sekarang muncul lagi. "Kenapa selasa? sekarang kan juga, bisa."

"Selasa aja." Balas Thaya singkat.

"Aya." Sahut Tama. "Lo nangis lagi ya?" Tanyanya.

"Nanti, gue telfon lagi deh ya?" Jawab Thaya mengalihkan pertanyaan Tama.

"Ya. Apa sih? Kenapa?" Desak Tama, Tama tidak ingin Thaya mematikan telfonnya begitu saja.

"Papa udah nelfon, Tam." Thaya kembali terisak. "Gue pindah malem ini."

Tama merasakan rahangnya seketika mengeras, dan tangan kirinya mengepal perlahan.

"Ay–"

"Kita ketemu selasa kan?"

Saat itu juga, Tama merasakan kehilangan. Namun, ia sulit mengartikan. Apakah ia kehilangan seseorang yang ia sayangi sebagai pacar? atau sebagai adiknya?

#

a.n

So... ada yang paham? itu sudah disebutkan!

hm hm hm

Maaf updatenya agak lamaa! huh sekolah sangat sibuk guys.

Thank you yang udah baca + Vote + Comment cerita ini!

Brought It To An EndWo Geschichten leben. Entdecke jetzt