5 - Aa dan Teteh

41.4K 3.4K 203
                                    

Udah lama.

Ya, udah lama Fila nggak berantem sama orang, dia emang sering berantem dari dulu. Mulai dari dia masih jadi bocah perempuan unyu yang ingusan dengan pipi bakpao yang sering berantem berebut mainan sama anak teman arisan emaknya atau dia yang berantem jaman SD karena nggak terima nama bokapnya dijadiin bahan candaan.

Pokoknya dari jaman bocah, SD, SMP udah nggak keitung berapa seringnya dia berantem sama orang.

Gue, Bisma. Selalu jadi pahlawan bertopengnya Fila. Selalu jadi tameng dia dan pembelanya di barisan terdepan. Gue selalu berada di sisinya sejak Tante Ninda alias mamanya Fila ngelahirin dia. Gue yang baru berumur lima tahun saat itu menyaksikan betapa luar biasanya suasana saat Fila akan dilahirkan ke dunia.

Nyokap gue sama tante Ninda itu udah jadi partner in crime dari jaman SMA. Ketika nyokap gue sibuk, gue selalu dititipin ke tante Ninda. Saat itu tante Ninda udah hamil Fila di bulan ke sembilan tapi dia tetap maksa buat gue dititipin ke dia aja. Saat itu gue lupa-lupa inget sih sebenarnya, yang gue inget cuma gimana gue digendong sama om Arkan, suami tante Ninda lari-larian di rumah sakit mengiringi isterinya yang terbaring digiring berlari menuju ruang bersalin sama petugas rumah sakit.

Dan ketika anak pertama keluarga itu lahir, gue ikut merasakan kebahagiaan dan kehangatan yang membuncah saat itu.

Gue sama Fila tumbuh kembang bersama karena kita sama-sama anak tunggal. Kita selalu masuk satu sekolah yang sama dan gue selalu ingat saat dia nangis kejer karena gue harus lulus duluan.

Mungkin kita udah dekat layaknya adik dan kakak kandung. Gue tau dia luar dalam dan sebaliknya pun dia juga tau segala hal tentang gue. Dia tau siapa cewek yang pertama kali gue taksir dan bahkan gue masih inget betapa paniknya dia saat pertama kali datang bulan.

Pokoknya Fila termasuk orang penting dalam hidup gue.

Makin ke sini orang tua Fila makin sibuk. Sedangkan orang tua gue emang udah sibuk dari dulu. Kita bergantung satu sama lain. Dan khususnya, orang tua Fila menitipkan anak cewek mereka itu ke gue. Gue sama sekali nggak menganggap Fila sebagai beban, melainkan sebuah tanggung jawab.

Terakhir kali dia berantem pas kelas 1 SMP dan saat itu gue kelas 3 SMA. Entah gue harus bersyukur atau apa, sekolahan kita itu emang sebelahan.

Fila berantem sama teman sekelasnya, cewek. Mereka jambak-jambakan dan orang tua diwajibkan untuk datang ke sekolah. Karena orang tua Fila sibuk semingguan diluar kota bersama orang tua gue, maka dari itu gue lah yang diberi mandat untuk berhadir menggantikan orang tua Fila.

Gue berhadapan dengan orang tua musuhnya Fila. Emak-emak coy, lu pikir aja anak cowok kelas 3 SMA versus emak-emak. Ye di mana-mana emak-emak selalu benar. Mulutnya membrebet kayak knalpot bocor ngomelin Fila dan gue juga kena semprot.

Anak tuh emak mewek dan ngadu-ngadu ke emaknya dan si Fila-- pengin gue pites ribuan kali karena menunjukkan ekspresi yang sangat tidak bersahabat. Mukanya dingin banget kayak putri es. Saat disuruh minta maaf dia juga nggak mau. Kata dia, bukan dia yang salah. Well, gue percaya sama Fila karena selama ini dia nggak pernah duluan nyari gara-gara. Dia bakalan ribut pasti karena dia rasa masalah itu termasuk dalam kategori fatal.

Gue sempat speechless ketika dia dengan dinginnya menyahut pada emak musuhnya yang kayaknya udah capek ngomel.

"Ibu, Ibu boleh omelin saya sepuasnya tapi jangan Aa saya. Dia nggak salah dan saya pun sebenernya nggak salah. Anak Ibu yang salah. Jangan mentang-mentang dia anak Ibu, Ibu bisa menghakimi anak orang tanpa berpikir terlebih dahulu. Tanpa tau dengan jelas permasalahannya."

"Dan lo" Tatapannya beralih pada lawannya yang masih mewek itu. "Lo tau siapa yang salah sebenarnya, and gue ingetin kita bukan anak SD lagi. Jadi, coba lo pikir baik-baik."

Fangirl Enemy [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang