"Pak saya sudah konfirmasi dengan Adinata Group untuk membuat janji temu, mereka meminta Anda menemui Setiawan Adinata rumahnya pukul satu siang ini.” Liana memberikan catatan alamat kepadaku.

"Baiklah, kosongkan jadwalku siang ini kalau begitu."

"Baik Pak."

Sekarang sudah pukul dua belas siang aku bergegas mengendarai mobilku menuju ke alamat yang tadi diberikan oleh Liana. Ini pertemuan penting, aku tidak ingin terlambat dan dianggap tidak propesional.

"Sepertinya benar ini alamatnya," gumamku pelan saat berhenti disebuah bangunan besar bertembok tinggi berwarna putih. Aku turun dari mobilku dan memencet bel. Tidak ada reaksi, aku kembali memencet bel.

"Ada yang bisa dibantu?" ucap satpam rumah dari celah kecil berbentuk kotak yang ada diujung pintu pagar.

"Saya ada janji ketemu dengan pak Setiawan Adinata jam satu siang ini."

"Nama Anda?"

"Ibnu Anggoro."

"Baik, mohon tunggu sebentar.” Satpam tersebut menutup kembali celah kecil tadi.

Pintu gerbang tiba-tiba terbuka satpam tadi mengisyaratkan aku untuk masuk. Aku menjalankan kembali mobilku ke dalam rumah megah tersebut dan memarkirkan mobilku di tempat parkir yang telah disediakan. Di sana juga berjejer mobil-mobil mewah.

"Ayo, ikuti saya," ucap seorang ajudan saat aku turun dari mobil, tak lupa aku merapikan setelan jas ku terlebih dahulu dan membawa beberapa file yang telah kupersiapkan sebelumnya.

Ajudan tersebut tidak masuk kedalam rumah dan malah mengajakku kehalaman belakang dia menyuruhku duduk di bangku taman. Tempat ini dikelilingi dengan hamparan tanaman mawar yang sangat indah. Sepertinya pemilik rumah ini sangat suka dengan mawar berbeda dengan Salma yang tergila-gila dengan tanaman anggrek.

Setiawan Adinata, akhirnya datang dengan menggunakan pakaian santai dan celana pendek. Ajudannya memberikan saputangan untuk mengelap tangannya, sepertinya dia baru melakukan beberapa pekerjaan di taman.

"Oke, apa yang membuat Direktur Marco datang ke sini?"

Setiawan Adinata terlihat sangat santai.

"Saya ingin menawarkan kerja sama dengan Adinata Group." Aku membuka semua file yang telah kusiapkan dan menjelaskan secara terperinci jenis kerjasama yang akan kuajukan. “Selama setahun produk Adinata Group akan berada di rak utama, tanpa pajak—“

“Jadi, ini semacam kamu meminjam uang? Sebagai balas jasa meniadakan pajak produk yang terpajang?”

“Ini kerja sama,” kilahku.

Aku menangkap manik matanya reaksinya benar-benar tak tertebak. Dia hanya melihat sekilas lalu mencampakkan kembali file-file ku diatas meja. Aku juga menunjukkan grafik yang kubuat, namun tetap saja reaksinya sama.

"Singkirkan semua ini," ucapnya dengan nada datar. Aku menurutinya dengan memasukkan semua file-file ke tas kerjaku.

"Aku hanya mempunyai satu syarat dan sebagai gantinya aku akan memberikan berapapun investasi yang kamu minta untuk perusahaanmu.”

Aku setengah terkejut dengan pernyataannya. Apa yang sebenarnya dia inginkan kalau bukan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan bahkan aku telah menawarkan lebih kali ini.

"Apa itu?"

"Nikahi putriku," ucapnya singkat.

Aku segera berdiri dari tempatku. Terkejut dengan gagasannya. Sekaligus tersinggung karena ini tak ada hubungannya dengan masalah pribadi. Aku memang butuh investasi namun aku juga punya harga diri. "Sepertinya anda telah salah menilai saya. Maaf telah mengganggu waktu Anda yang berharga." Aku menahan emosi sebisaku. Lalu berlalu pergi.

Unfinished Fate [TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora