Sebelumnya, Niko juga memberiku informasi sedikit kalau Setiawan Adinata mempunyai dua orang anak. Satu putra dan satu putri. Putranya sudah menikah dan mengikuti jejaknya, menempati salah satu posisi penting diperusahaannya. Dan putrinya masih kuliah, dia terkenal sangat cantik. Awalnya aku beranggapan ucapan Niko berlebihan, namun setelah melihatnya langsung... ada desir aneh yang merambati dadaku.

"Itu dia, putri bungsu Setiawan Adinata," seketika Niko membuyarkan lamunanku. "Setiawan Adinata juga terkenal protektif terhadap putri satu-satunya itu, bahkan dia menyekolahkannya ke sekolah khusus putri sejak kecil. Namanya, Marsha Amalia Adinata. Dia selalu ikut kemanapun ayahnya pergi, bahkan kabar yang terdengar banyak kolega keluarga Adinata yang meminta perjodohan namun selalu ditolak oleh Setiawan Adinata," jelas Niko panjang lebar. "Mungkin Setiawan Adinata ingin anaknya menjadi perawan tua kali ya.. hihi..." aku mendengus kesal ke arah Niko, soalnya ini bukan waktunya untuk bercanda.

"Becanda bos."

Aku hanya menggeleng kepala.

Dia, gadis itu, terus mengamit tangan ayahnya. Jemarinya yang bebas beberapa kali terlihat meremas dress. Pipinya bersemu merah ketika mulai berbincang. Dia terus tersenyum sopan kepada semua kerabat ayahnya. Bisa kuibaratkan dia bak porselen antik yang tak tersentuh. Wajahnya, matanya, hidungnya, mulutnya, alisnya perpaduan yang sangat indah ditambah dengan tubuh mungilnya yang terus saja memanggilku untuk direngkuh. Rambut hitamnya yang panjang terurai sangat indah. Aku terus memerhatikannya lekat entah kenapa pandanganku sulit teralihkan darinya. Dia seperti terbiasa menjadi pusat perhatian, dan pastinya tak hanya aku diruangan ini yang terus memperhatikannya.

"Bisa-bisa keluar bola mata kamu kalau melotot gitu terus," lagi-lagi Niko membuatku kembali ke dunia nyata. Aku hanya mengalihkan pandanganku tak menghiraukan ucapan Niko. Meskipun aku sungguh tak rela mengalihkan tatapanku darinya.

"Nu, kamu udah siapin proposalnya kan?"

"Malam ini akan aku siapkan. Aku udah minta ke Liana buat janji temu ke Setiawan Adinata dan baru dapat hasilnya besok," jawabku. "Ya sudah balik yuk," ajakku ke Niko.

"Kok cepat amat? Kita baru beberapa menit kali disini." Memang benar kata Niko. Namun, berlama-lama di sini dan melihatnya yang terus-terusan diperhatikan oleh para lelaki membuatku gusar. Aku harus segera mengenyahkan perasaan ini. Tidak mungkin. Tidak mungkin aku jatuh hati pada pandangan pertama.

"Kalau kamu masih mau di sini ya sudah. Tapi aku masih ada Arya dan Aira dirumah," celaku.

"Oh ya, aku lupa kalau kamu singleparent. Ayo deh kalau gitu."

***

Aku memakirkan mobilku didepan rumah. Sepanjang jalan bayang-bayang gadis itu terus saja mengikutiku. Bahkan tak kuhiraukan Niko terus saja bercerita ketika kami dalam perjalanan pulang.

Kulirik jam tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Kalau Aira aku yakin telah tidur kalau Arya mungkin masih bermain playstation. tadi pagi aku sudah sempat pamit sama anak-anak kalau ada acara diluar jadi tidak usah menungguku.

Setelah selesai membersihkan diri aku kembali berkutat dengan proposal yang akan kuajukan kepada Setiawan Adinata.

Tiga jam berlalu ku cek berulang kali proposal yang kusiapkan sudah cukup baik dengan penawaran yang layak pikirku. Aku menatap bingkai foto kecil yang berisi fotoku dan Salma. Seharusnya aku tidak menghianatimu bahkan hanya untuk perasaan sesaat. Maafkan aku Salma. Bagiku dengan memikirkan gadis lain selain Salma adalah bentuk penghianatan. Ini demi perusahaan, aku terus menekankan kata-kata tersebut dalam hati.

Unfinished Fate [TERBIT]Where stories live. Discover now