Kedekatanku dengan Marsha tidak berlangsung lama dia hanya mencium tanganku sekilas sesaat setelah aku mengucapkan ijab kabul dan aku pun menyambutnya dengan ciuman dikening.

Aku membaca note yang diselipkan Marsha ditanganku ketika aku pamit pulang. Dia berkata kalau dia ingin apa yang ditulisnya dikertas kecil ini ada dikamarnya karena dia akan tinggal padaku setelah menikah. Dia memberikannya dengan tatapan malu-malu, membuatku sangat gemas ingin mencubit pipinya saat itu juga.

Tawa ku tiba-tiba saja meledak membaca note yang diberikan Marsha. Bagaimana dia bisa berpikir seperti ini. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala sepertinya dia bahkan lebih parah manjanya dari pada Aira. Aku seperti pedofil yang menikahi gadis dibawah umur kalau begini.

Aku kembali membuka halaman selanjutnya. “Tubuhnya tegap sih. Lumayan. Nggak keliatan seperti Om-Om. Perutnya nggak buncit. Tapi kenapa Papa pilih dia? Kenapa Papa nggak pilih cowok lajang lainnya?”

Aku pun tak tahu jawabannya Marsha. Kenapa? Kenapa Setiawan Adinata memilihku?

Pembukaan cabang di Pontianak tidak berjalan mulus belum ada satu bulan departement store tersebut beroperasi seluruh bangunan sudah habis dilahap sijago merah. Kasusnya masih diselidiki oleh pihak yang berwajib namun terdapat beberapa korban jiwa karena kebakaran didahului dengan ledakan kuat diruang generator sehingga terdapat beberapa orang yang terluka.

"Nu, ini laporan dari tim legal dan keuangan.” Niko memberikan tumpukan file laporan ke atas meja kerjaku.

"Pihak asuransi pun sepertinya nggak bisa bayar penuh." Aku mengerutkan dahiku. Ini seolah menjadi pukulan bertubi-tubi yang kudapatkan.  "Kalau kita terus memberi suntikan dana, maka cabang yang lain terancam goyang. Dua minggu lagi juga akan ada rapat direksi. Pak tua itu pasti sudah merencanakan strategi baru untuk menggulingkanmu," Nico terus saja memberikan penjelasan yang sebenarnya sudah ada dalam otakku.

Perusahaan ini memang kubangun bersama dengan Niko dan dibantu dengan Friska, serta semangat dari Almarhumah Salma. Namun karna berkembangnya persaingan. Aku mau tak mau harus mempertahankan existensi . Dengan menjadikan perusahaan kami menjadi perusahaan terbuka.

"Kita harus menemukan solusinya, Nu?"

"Iya, ini aku juga sedang berfikir," ucapku ketus.

"Ini," Niko menyerahkan sebuah kartu nama kepadaku Setiawan Adinata?

"Kamu harus coba tawarkan kerja sama ke dia,” ucap Niko serius.

Setiawan Adinata adalah pemilik perusahaan rokok nomor satu di negeri ini. Termasuk jajaran orang terkaya.

"Kalau kamu meminta menemui dia? Lalu apa yang bisa kita tawarkan padanya sementara perusahaannya sudah jauh lebih besar dari pada perusahaan kita?" jawabku.

"Aku yakin kamu nggak sebodoh itu, Nu. Banyak kerja sama menguntungkan yang bisa kita berikan."

Aku menimbang perkataan Niko. "Baiklah, aku akan mempersiapkan proposalnya dan kamu cari tahu lagi tentang latar belakang Setiawan Adinata," ucapku dengan yakin. Demi perusahaan dan karyawanku, batinku.

"Sip bos, ini baru Ibnu yang aku kenal," ucap niko sambil berdiri tegap dan tangan dengan posisi hormat.

***

Aku dan Niko sedang berada di sebuah ballroom hotel ternama. Kami sedang menghadiri ulang tahun sebuah perusahaan yang telah bekerja sama dengan kami selama bertahun-tahun.

"Aku dengar kalau Setiawan Adinata akan hadir disini," ucap Niko setengah berbisik. "Nah itu dia," sambung Niko sambil menunjuk. Aku mengikuti arah tangan Niko seorang pria paruh baya dan gadis cantik yang terus mengandeng tangannya.

Unfinished Fate [TERBIT]Where stories live. Discover now