Side : 8

1.2K 81 8
                                    

Cinta dan benci itu berbeda. Karena apa yang kita cintai saat ini bisa jadi akan kita benci esok hari. Sebaliknya, dan apa yang kita benci saat ini bisa jadi yang akan kita cintai esok. Waktu memang tak bisa membohongi segalanya.

•••

Sang surya pun kian beranjak menuju peraduannya. Meninggalkan semburat oranye yang terlukis indah di langit ibukota. Tinggal beberapa menit lagi, langit membentangkan warna gelap sepenuhnya.

Koridor sekolah tampak lenggang. Hanya ada suara-suara angin yang menerbangkan daun-daun kering dari dahannya. Atau suara pintu dan jendela yang mencium tembok karena ikut terbawa angin.

Kaki Chelsea membawa serta merta dirinya menuju rumah. Setelah tadi ia dan Bagas mendapatkan tambahan pelajaran hingga pulang selarut ini, gadis itu terpaksa harus naik taxi untuk pulang. Alasannya sederhana, tidak ada yang menjemput. Papanya akan lembur malam ini, dan Alex, ia beralasan sedang menginap dirumah temannya.

Jadilah ia--terpaksa--naik taksi. Beruntung, letak rumahnya tidak begitu jauh dari sekolah. Kurang lebih hanya delapan kilometer.

Gadis itu memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku hoodie hitam pemberian Marsha. Angin petang berhembus lumayan kencang, hingga membuat anak-anak rambutnya berterbangan tak beraturan.

Bagas berjalan di belakangnya. Sembari memainkan kunci mobil, ia bersiul-siul pelan. Membuat Chelsea berhenti dan langsung menoleh kearahnya.

"Lo jangan siul gitu, deh," tegur Chelsea.

"Kenapa?"

"Ini udah mau malem," jawab Chelsea nggak jelas yang dibalas kernyitan di dahi Bagas.

"Terus apa hubungannya?"

"Nanti setan-setan pada keluar." Bagas langsung tergelak mendengar ucapan konyol gadis itu.

Laki-laki itu tidak habis pikir mengenai pemikiran Chelsea yang masih mempercayai adanya mitos.

"Kata siapa?"

"Kata oranglah."

"Terus lo percaya?"

"Iya."

Lagi-lagi Bagas mengurai tawanya. Sedangkan Chelsea, ia tak mau ambil pusing dengan kelakuan absurd Bagas. Dan memilih melanjutkan kembali langkahnya.

"Chels! Tunggu, aelah," teriak Bagas, teredam petir yang--entah kenapa-- tiba-tiba muncul begitu saja. Membuat Chelsea terlonjak kaget hingga menutup kedua telinganya refleks.

"Chels, lo takut petir?" tanya Bagas sedikit agak khawatir. Catat, sedikit.

Chelsea menggeleng. "Nggak."

"Bohong. Lo punya trauma gitu, ya?"

"Emang mata gue nunjukkin kalo gue bohong?" balas Chelsea seraya mengarahkan kedua bola matanya pada mata elang Bagas.

Laki-laki itu bungkam. Mencoba menelaah sekaligus menatap keindahan mata bening di hadapannya kini. Keduanya saling terdiam, hanya terdengar hembusan angin dan gelapnya malam.

Cukup seperti itu, tidak lama, hanya sepersekian detik. Tapi mampu membuat keduanya merasakan sensasi berbeda jika seperti itu. Aneh, bukan?

Tidak ingin larut dalam moment 'rogal' atau yang mereka sebut sebagai Romantis Gagal, Chelsea kemudian memutus tatapan mereka. Menyisakan Bagas dengan senyum tipisnya.

Other SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang