Prime Minister, Yoshihide Suga

Start from the beginning
                                    

“Lalu apa yang akan kau lakukan barusan? Menolak pesanan pertamamu?” tanya Renho lagi berdiri di belakang Ayase.

Tangan Ayase terdiam mendengar pertanyaan dari Renho lalu melanjutkan pekerjaannya kembali.

“Kenapa kau berusaha menghindar dariku, Ayase? Apakah karena peristiwa empat tahun lalu?” tanya Renho lagi menarik lengan Ayase agar berbalik menghadapnya.

Ayase hanya mendengus dan tertegun melihat ekspresi Renho yang tidak biasanya. Empat tahun lalu ketika mereka berdua masih kuliah di Moskow, Renho menyatakan cintanya pada Ayase. Dengan satu ucapan, Ayase tentu saja menolak dan walaupun begitu Renho tidak pantang menyerah untuk mendapatkan Ayase.

“Tidak. Bukan itu maksudku, senpai. Hanya saja aku ingin mandiri tanpa bantuan siapapun. Aku tidak mau merepotkan orang lain.” jawab Ayase menarik kembali tangannya dari genggaman tangan Renho.

Renho menghela nafas berat, berusaha mengontrol emosinya. Dia sudah mengenal Ayase hampir delapan tahun jadi dia harus bisa menahan kesabarannya dan membuat Ayase sendiri yang akan memilihnya. Renho tidak mau membuat suasana canggung dan tidak bisa melihat Ayase lagi karena perbuatan bodohnya.

“Kau ingat aku yang menjagamu di sini sekarang?” tanya Renho lagi mengingatkan Ayase tentang surat yang kemarin ditunjukkannya.

“Baiklah. Terima kasih.” balas Ayase tidak ada pilihan lain dan tersenyum kecil.

“Apakah aku tidak merepotkan, senpai?” tanya Ayase lagi mulai mengumpulkan beberapa ikat bunga mawar hitam dan mengumpulkannya menjadi satu.

“Tidak. Beberapa minggu ini pekerjaanku sedang sedikit dan Perdana Menteri selalu bepergian jadi aku ada waktu luang.” jawab Renho ikut duduk dan membantu Ayase.

“Terima kasih atas semuanya, senpai. Aku tidak tahu harus membalas apa padamu dan Tomomi untuk semua ini. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan Murata-senpai dan Tomomi.” ujar Ayase tersenyum membuat Renho kembali berdebar – debar melihat wajah sahabat sepupunya itu.

“Aku akan mengantarkan bunga – bunga ini. Jika ada yang memesan lagi dan ingin diantar tunggu aku, Ayase.” balas Renho cepat – cepat mengambil tiga buket bunga mawar hitam dari tangan Ayase dan keluar toko tersebut.
.
.
.

Renho menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup besar dan berhalaman luas. Terdapat papan nama kayu bertuliskan “HIKAWA”. Setelah melihat kembali alamat yang terdapat di sebuah kertas di tangannya, Renho mengambil buket bunga tersebut dan keluar dari mobil.

“Murata?” tanya seseorang dari arah belakangnya.

“Perdana Menteri Suga?” kaget Renho yang hampir menjatuhkan pesanan buket bunga yang dia pegang.
.
.
.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Suga mendekat ke arah Renho yang masih terkejut.

“Mm—Saya mengantarkan pesanan buket bunga di alamat rumah ini. Lalu Perdana Menteri sendiri sedang apa di sini? Bukankah Anda seharusnya berada di Chiyoda?” tanya Renho lagi menenangkan dirinya.

Suga tidak menjawab, masih melihati Renho dengan seksama tepatnya ke karangan bunga yang sedang di pegangnya.

“Aku ada urusan di rumah ini. Aku tidak tahu kau bekerja di toko bunga juga?” tanya Suga pelan tapi mengintimidasi.

Renho memainkan bola matanya gugup.

“S--Saya masuk ke dalam dulu, permisi.” balas Renho dan membuka pintu pagar rumah itu dan memencet tombol bel rumah itu.

“Cari tahu apa yang dilakukan Murata hari ini.” gumam Suga pada seseorang berbaju hitam yang berada di belakangnya.

Pintu rumah itu terbuka ketika Renho memencet tombol bel itu dua kali.

You're Mine (Eternal)(BoyxBoy)M-Preg SeriesWhere stories live. Discover now