BAB 8

6.3K 361 3
                                    

thank you for reading, vote and comment.

Setelah kejadian di lapangan basket tempo hari. Entah kenapa Arlin akhir-akhir ini selalu saja terjebak dengan Arkan. Seperti sekarang, Bu Anet -guru sejarah 12IPA3 baru saja memberi tugas sebelum pelajarannya berakhir. Tugas kelompok yang terdiri dari dua orang, mereka diminta untuk merangkum BAB 3 dan 4 serta mengerjakan soal essaynya. Tidak mau repot, para murid lebih memilih untuk mengerjakan dengan teman sebangkunya. Yang berarti Arlin harus mengerjakan tugas kelompoknya bersama Arkan.

"gue kerjain bab 3 ya, lo bab 4." kata Arlin dengan tatapan yang masih fokus membolak-balikkan buku paketnya.

"kerjain sendiri-sendiri aja ya biar gampang, cepet selesai juga." kata Arlin lagi.

"gabisa gitu dong ai, ini kan tugas kelompok. Ya ngerjainnya barengan lah." jawab Arkan tak setuju.

Arlin menutup buku paketnya, lalu menoleh menghadap Arkan. "biar cepet Arkan. gue kerjain bab 3, terus lo kerjain bab 4. Nanti tinggal digabung aja kertasnya. Selesai." jelas Arlin.

"ya tetep aja harus barengan kalo tugas kelompok itu." kekeuh Arkan.

Arlin mendengus sebal. "yaudah terus mau gimana?"

"kerjain bareng ai." jawab Arkan gemas.

"yaudah sana beli kertas folionya, kerjain sekarang. Bu Nova kan gamasuk." kata Arlin akhirnya.

"ih aing mah! atuh masa tugas kelompok dikerjain di sekolah." rengek Arkan.

"ya terus dimana?!" tanya Arlin kesal.

"ya jangan di sekolah." jawab Arkan pelan.

"di sekolah aja Arkan. mumpung lagi jam kosong juga, biar cepet selesai. yang lain juga pada ngerjain sekarang." kata Arlin dengan nada memelas berharap Arkan mau menurut.

"gamau!" jawab Arkan sambil menggelengkan kepalanya.

"bodoamat ah!"

"bodoamat gamau di sekolah!"

"ribet!"

"biarin!"

Dan akhirnya selama dua jam pelajaran kosong yang harusnya dimanfaatkan Arlin untuk mengerjakan tugas sejarahnya, malah terbuang sia-sia karna harus berdebat dengan Arkan. Sebenarnya bisa saja Arlin mengerjakan bagiannya dan sisanya ia serahkan kepada Arkan, tapi lelaki keras kepala itu menyita tempat pensil Arlin dan mengancam kepada siapa saja yang berani meminjamkan pulpen pada Arlin harus mau mentraktirnya bakso selama seminggu.

***

Bel tanda pulang berbunyi, membuat seluruh murid Al Azhar girang dan  segera berhambur ke luar kelas untuk segera pulang. Termasuk gadis yang masih saja setia menekuk wajahnya, ia mulai merapihkan barang-barangnya dengan malas.

"yuk." ajak Arkan sambil menyampirkan tasnya di bahu kanan.

Arlin tidak menjawab. Gadis itu masih sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.

"gue tunggu luar ya ai." kata Arkan dan segera berlalu.

selesai memasukan barang-barangnya ke dalam tas, Arlin menghembuskan nafasnya lelah. Gadis itu masih kesal dengan Arkan. Setelahnya gadis itu segera menggendong tasnya lalu berjalan meninggalkan kelas.

Arlin berjalan menyusuri koridor sekolahnya yang mulai semakin sepi.
Sepanjang perjalanan menuju gerbang sekolah, gadis itu berjalan sambil menundukan kepalanya, sampai diujung koridor tiba-tiba...

DUKKK!

kepala gadis itu menabrak dada seseorang yang berjalan dari arah berlawanan dengannya. bau mint yang langsung masuk kedalam indra penciuman gadis itu membuatnya tersadar, Arlin segera mundur selangkah dan menatap orang yang di tabraknya itu. Saat tau Arkan yang berada di hadapannya, gadis itu berdecak melihat sosok cowok yang benar-benar tidak ingin dilihatnya saat ini.

"lama banget sih ai! daritadi ditungguin di parkiran juga! ini gue sampe mau nyusul lo ke kelas lagi tau." kata Arkan menggerutu.

"ayo ah nanti kesorean." kata Arkan lagi.

sebelah alis Arlin terangkat. "ayo kemana?"

"kan mau kerja kelompok."

"kerja kelompok apaan?"

"ya mau ngerjain tugas sejarah kan."

"siapa yang mau ngerjain sekarang?"

"kita atuh ai. masa Bu Anet sama suaminya sih."

"ga mood mau ngerjain juga."

"kenapa?"

"ya nanti aja. Tugasnya buat minggu depan ini ih."

"katanya tadi biar cepet selesai, kenapa sekarang di nanti-nanti?"

"ya elo tadikan gue ajakin ngerjain pas jam kosong gamau!"

"emang engga."

"kerjain sendiri- sendiri aja kenapa si Ar, nanti kertasnya tinggal di gabung. Gampangkan."

Arkan menggelengkan kepalanya, lalu tanpa persetujuan Arkan segera menarik tangan Arlin dan membawanya ke area parkiran sekolah.

"naik ai." kata Arkan yang sudah bertengger manis diatas motor sport hitamnya.

"marah nih ceritanya?" goda Arkan menoel pipi Arlin. Dengan cepat Arlin menepis tangan Arkan dari pipinya.

"Ar sumpah deh gue udah ga mood banget. Nanti aja ya kerjainnya? atau gue aja deh yang kerjain semunya gapapa kok."

"tinggal naik aja kenapa sih ai susah banget."

Arlin menggeram dalam hati. Harusnya ia sadar berdebat dengan Arkan tidak akan ada akhirnya. Lelaki itu tidak akan pernah mengalah. Akhirnya mau tak mau Arlin naik juga ke atas motor Arkan. Setelah menemukan posisi yang pas, Arlin segera berpegangan pada tas Arkan yang disampirkan di punggungnya.

"kenapa ga jalan?" tanya Arlin yang sadar motor Arkan belum dinyalakan juga setelah beberapa detik Arlin naik.

Arkan berdecak. "gapeka ih kesel!"

"apalagi sih Ar?!" tanya Arlin frustasi.

Arkan menghembuskan nafasnya pelan. "pegangan atuh ai, nanti kalo lo jatoh gimana?"

"ya ini kan udah!" jawab Arlin kesal.

"engga gitu ih" protes Arkan ikutan kesal. Lelaki itu segera menarik tangan Arlin dan melingkarkan pada perutnya. "pegangan tuh kaya gini ai! awas loh di lepas! nanti gue culik terus gue jadiin pengamen di lampu merah!" sambung Arkan lalu menyalakan mesin motornya dan segera keluar dari halaman sekolahnya.

***



ig/kurniaauliak

BAD BOYWhere stories live. Discover now