Bagian 13||Pintu Abu-abu

166 28 0
                                    

September 2019

"Aku ingin keluar," kata Sira, saat baru saja menginjakkan kaki di dalam ruangan.

"Kita baru saja masuk," kata Nicky.

Ruangan ini membuat perasaan Sira semakin sesak. Laranya bertambah parah sebab ruangan ini. Semua hal tentang ruangan ini mampu menciptakan kesedihan yang nyata. Mulai dari warna, dekorasi, hingga musik yang mengalun. Keputusan Sira untuk mencari suasana baru tidaklah benar.

"Menurutmu apakah Lannov membaca surat itu?" Nicky bertanya secara tiba-tiba. Membuat Sira yang sedang asik memerhatikan sekeliling, beralih menatap Nicky.

Sira mengangkat bahu. "Kurasa tidak, karena hari-hari setelah aku memberikan surat itu, Lannov masih bersikap sama; tak tersentuh."

Sira terkejut mendapati seorang pelayan sedang berjalan ke arah mereka. Sira lupa jika pelayan akan datang dari mana saja. Kali ini, pelayan itu muncul dari pintu yang Sira kira adalah dinding. Baiklah, lain kali Sira akan siap siaga dengan kedatangan pelayan.

"Permisi, maaf saya datang terlambat."

Pelayan yang kali ini, mengenakan seragam berwarna hitam abu-abu. Dia tersenyum dengan cara menyedihkan. Sira merasa, senyuman itu adalah menjadi bagian penting untuk menambah suasana sedih di ruangan ini. Pelayan itu menyerahkan menu makanan kepada Nicky.

"Mau pesan apa?" tanya pelayan itu, setelah kami terdiam cukup lama melihat menu.

"Hanya ada kopi?" tanya Sira, yang lebih terdengar seperti keluhan.

"Iya, Mbak." Sang pelayan mengangguk dengan senyum tipis. "Kafein yang dikandung kopi dapat mengganggu pola tidur dan memengaruhi mood. Mengonsumsi kafein akan memicu pergolakan batin dan kegelisahan. Singkatnya, kopi akan membuat yang meminumnya mengalami pertukaran mood; contohnya bahagia menjadi sedih. Bisa juga kesedihan seseorang akan bertambah setelah meminum kopi," terangnya tanpa diminta.

Sira mendengar penjelasan pelayan itu dengan wajah yang sangat serius. Jujur saja, dia dan Nicky adalah penikmat kopi. Namun, Sira baru mengetahui peran kafein yang dikandung kopi. Pengetahuan baru itu membuatnya semakin menyesal datang ke ruangan sedih ini.

Sira menatap Nicky dengan pandangan memelas.

"Kamu masih memiliki kesempatan untuk berubah pikiran," ucap Nicky mengingatkan.

Setelah berpikir sebentar, Sira memutuskan untuk tetap tinggal. Dia dihadiahi tatapan bingung dari Nicky. Setelah memesan dua kopi susu, pelayan itu menghilang di balik dinding.

Sira dan Nicky duduk di sudut ruangan dekat pintu masuk. Mereka sengaja memilih tempat duduk yang jauh dari loudspeaker. Sira tidak ingin dikejutkan oleh suara musik yang akan datang tiba-tiba. Cukup pelayannya saja yang mengejutkan.

"Tidak adakah kursi yang lebih nyaman?" keluh Sira.

"Kursi ini menunjukkan jika ruangan ini benar-benar menyedihkan." Nicky tertawa singkat.

"His! Tidak lucu, Nick." Sira mendengus pelan. "Aku tidak tahan berlama-lama duduk di kursi seperti ini," lanjut Sira.

"Siapa yang memaksa ke ruangan ini?" Nicky menaikkan alis.

"Aku," jawab Sira pelan. Setengah terpaksa mengakui kesalahan.

"Sekarang siapa yang mengeluh?"

Sira tidak menjawab pertanyaan Nicky. Pria itu membuat Sira semakin tidak mau berlama-lama di ruangan ini. Sira belum meminum kopi, tetapi sudah merasakan gelisah.

"Kedai ini membuat perasaanku berubah-ubah," keluh Sira untuk kesekian kalinya.

"Daripada mengeluh, lebih baik kamu melihatku. Aku yakin suasana hati kamu akan membaik," goda Nicky.

Sira memukul lengan Nicky, kemudian tertawa pelan. Dia lupa jika di depannya ada seseorang yang selalu mengeluarkannya dari jurang kesedihan. Nicky, pria satu-satunya yang siap melawan hujan bersama Sira. Seharusnya ada dua pria, tetapi Lannov lebih memilih untuk memberikan hujan kepada Sira.

"Lamunanmu tampaknya lebih berharga dari wajah tampanku," gumam Nicky.

"Kamu barusan bilang apa?" kata Sira, pura-pura tidak mendengarnya.

Nicky melipat tangan di dada dan kejadian lucu pun terjadi. Dia hampir saja terjatuh ke belakang, karena ingin menyandarkan tubuhnya pada angin. Tampaknya Nicky lupa jika kursi ini hanyalah kursi kayu kecil tanpa sandaran. Sira berhasil mencegah Nicky terjatuh dengan memegang kedua tangan pria itu.

Sira tidak bisa menghentikan tawanya. Wajah cemas Nicky terekam jelas di ingatan. Nicky membetulkan posisi duduk, lalu mengusap wajah.

"Ternyata ruangan ini bisa membuat orang yang ada di dalamnya tertawa," ucap pelayan yang tadi, dengan nampan berisi dua gelas kopi di atasnya.

"Teruslah datang tiba-tiba seperti itu. Untung saja aku tidak punya riwayat penyakit jantung," ucap Nicky kesal.

Biasanya Sira yang mengeluh soal itu, kali ini Nicky ikut menyuarakan keterkejutannya. Ini pasti pengaruh dari kejadian yang tadi.

Pelayan itu membalas Nicky dengan senyuman lebar. Dia berlalu pergi, setelah meletakkan pesanan.

"Kamu benar, kursi ini sangat menyedihkan," kata Nicky.

Sira mengambil kartu ucapan yang ditinggalkan pelayan tadi. Membukanya perlahan dan membaca isi surat itu. Sira tersenyum simpul menanggapinya.

"Apa katanya?" tanya Nicky, dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Katanya, selamat menikmati kesedihan." Setelah mengatakan itu, Sira tertawa pelan. Menertawakan keanehan kedai ini.

Sedikit waktu yang kau miliki, luangkanlah

Untukku harap secepatnya, datangi aku

Kali ini kumohon padamu, ada yang ingin kusampaikan

Sempatkanlah....

Sira menghentikan tawa ketika lagu 'Kecewa' milik BCL mengalun dengan volume rendah. Lagu itu menambah suasana sedih di ruangan ini. Ditambah lagi dengan pigura tentang quotes patah hati dan semacamnya yang dipajang cukup banyak.

"Tidak baik jika diam di sini lebih lama. Suasana hatiku ikutan memburuk," ucap Nicky.

Sira mengiyakan ucapan Nicky di dalam hati. Sira mengeluarkan buku dari dalam tas dan membuka bagian kenangan selanjutnya. Sira menatap Nicky, lalu mengalirlah sebuah cerita. Nicky mendengarkan gadis di depannya sambil menyesap kopi.

***

Waktu Tak Pernah SalahWhere stories live. Discover now