Bagian 12||Surat Alasan

196 31 2
                                    

Oktober 2015

"Kirani, ke kantin yuk." Sira mengajak Kirani, teman semeja sekaligus teman baiknya di kelas. Kirani adalah salah satu orang yang tidak asing lagi bagi Sira. Mereka merupakan teman di Sekolah Dasar. Dengan sejarah itu, membuat mereka menjadi teman dekat seperti sekarang. Sira merasa bahwa dia dan Kirani memiliki banyak sekali kecocokan. Salah satunya, menyukai pembalap motoGP yaitu Valentino Rossi dengan nomor motor 46.

"Iya. Nanti kita ke komite dulu, ya. Aku mau bayar uang sekolah," jawab Kirani, sambil memasukkan alat tulisnya ke dalam tas.

Sira dan Kirani berjalan keluar kelas menuju ruang komite. Mereka melewati lorong-lorong kelas untuk menuju ruang komite. Cuaca sangat panas hari itu. Membuat keduanya tidak tahan berjalan dengan terpapar matahari secara langsung. Setiba di tempat tujuan, beruntung petugas di ruang komite itu ada di tempat. Biasanya siang hari seperti ini, yang menjaga komite izin keluar untuk menjemput anaknya sekolah.

Kirani menyimpan bukti pembayaran di saku. Dia berpaling pada Sira yang berdiri di sebelahnya, "Ayo ke kantin," ujarnya.

Mereka berjalan santai menuju kantin. Sesekali bercanda mengenai tingkah teman-teman di kelas, yang sangat beragam. Namun, saat mereka berbelok ke arah kiri menuju kantin, tawa mereka terhenti tanpa diminta. Di depan laboratorium kimia ada perkumpulan anak laki-laki yang seangkatan dengan mereka. Sira dan Kirani saling bertanya, tetap lewat situ atau berputar mencari jalan lain.

"Mereka tidak akan mengganggu kita," ucap Kirani. Dengan keyakinan Kirani, Sira melanjutkan langkah dengan sedikit. Jantung Sira berdegup kencang saat semakin dekat dengan gerombolan lelaki itu. Dia memegang tangan Kirani erat.

Dan benar saja, terjawab sudah keraguan Sira. Dua orang lelaki berdiri menyambut Sira dan Kirani. Satu dari mereka memegang gagang sapu. Sira dan Kirani mundur satu langkah sanking terkejutnya. Tidak ada ruang untuk Sira dan Kirani melarikan diri dari mereka. Sira dan Kirani mencoba untuk melawan. Namun tenaga keduanya tidak mampu menahan kekuatan dua lelaki itu. Teman-teman dari dua lelaki yang sedang mengerjai Sira dan Kirana, tertawa melihat aksi temannya. Sira mengumpat di dalam hati. "Bukannya membantu, malah tertawa," desis Sira.

Setelah mencoba beberapa kali dan gagal menerobos dua lelaki yang menahan mereka dengan gagang sapu itu, Sira dan Kirani berbalik arah mencari jalan lain.

"Keputusan yang sangat salah melewati jalan itu. Mereka sungguh menyebalkan." Sira mendumel di sepanjang jalan. Dia dan Kirani menuju kantin melewati aula yang sedang digunakan untuk praktik nari.

"Aku takut sekali tadi," sahut Kirani.

"Coba ada Lannov, aku akan minta bantuan dia. Mereka semua 'kan temannya Lannov," ucap Sira bersungut-sungut. Emosinya masih berada di puncak. Mungkin akan mereda setelah dia minum yang dingin di kantin.

"Lannov ada kok tadi."

"Benarkah?" Sira menoleh dengan cepat kepada Kirani. Dia tidak bisa menutupi rasa terkejutnya. "Aku tidak melihatnya tadi. Memangnya dia di mana?"

"Dia duduk di balik dinding. Mungkin karena itu kamu tidak melihatnya."

Sira tidak menyangka jika Lannov setega itu. Mengapa Lannov diam saja saat ada yang menganggu Sira? Apakah Lannov ikut menikmati apa yang dilakukan temannya tadi? Amarah Sira tergantikan dengan kecewa. Dia sedih, orang yang dianggapnya sebagai sahabat mengabaikan dirinya.

Lannov benar-benar tidak peduli dengan kehadiran Sira. Dia seolah-olah tidak mengenal Sira. Mereka persis seperti orang asing yang tidak saling mengenal. Sira tidak tahu apa yang membuat Lannov menjauhinya. Namun, Sira selalu berusaha untuk mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. Meskipun kemungkinannya sangat kecil. Mengingat Lannov saja tidak mau menatap wajahnya saat bertemu.

Jangan mendiamkan aku seperti ini, Nov. Apakah kesalahanku begitu besar? Jika benar begitu, aku minta maaf. Namun percayalah, aku tidak pernah berniat menyakitimu sedikitpun Aku sedang berusaha memperbaiki hubungan kita. Jadi jangan membuat perjuanganku sia-sia.

Sebenarnya aku sudah lelah menantimu. Berjuang menunggumu. Bersabar atas sikapmu. Aku telah sampai pada titik lemahku.

Apa begitu sulit menjawab pertanyaanku? Tidakkah kamu tahu bahwa aku sangat membutuhkan jawabanmu. Setidaknya beri aku satu alasan untuk berhenti berjuang.

Jadi, Apa alasan dari perubahanmu?

Sira menulis surat itu dengan perasaan yang campur aduk. Dengan ditemani Kirani, sepulang sekolah dia menyelipkan surat itu di motor Lannov yang masih terparkir di pinggir lapangan sepak bola. Kemudian Sira dan Kirani kembali masuk ke kelas, yang kebetulan berada di depan lapangan. Mereka mengintip dari balik jendela.

Lannov datang bersama teman-temannya. Dia mengambil surat itu dengan ekspresi bingung. Tidak mau ambil pusing, Lannov mengantongi surat itu lalu pergi melajukan motornya.

●●●

Selamat membaca💙

Waktu Tak Pernah SalahWhere stories live. Discover now