Bagian 7||Kedai Teraneh

223 38 4
                                    

September 2019

"Tempat apa ini?"

Nicky menghentikan mobilnya di depan sebuah tempat membuat Sira mengernyit. Nicky membawa Sira ke sudut kota. Katanya, menyendiri ke kota bagian sepi adalah tempat yang bagus untuk mengenang yang telah lalu. Teori Nicky tidak selalu bisa Sira mengerti.

Sira mengintip dari balik jendela mobil. Tempat ini begitu asing di matanya. Di sekeliling tempat itu ditumbuhi pohon-pohon besar yang rimbun. Di sana tidak terlihat tanda-tanda kehidupan. Tempat itu berbentuk persegi panjang. Terbuat dari kayu yang disusun secara horizontal.

Belum sempat bertanya untuk ke dua kalinya, Nicky kembali melajukan mobil. Dia berhenti setelah melewati tanjakan dan berbelok ke kiri. Masuk ke area parkiran.

Nicky membukakan pintu mobil untuk Sira. Gadis itu melangkah keluar dengan ragu.

"Kita di mana? Kenapa gelap?" tanya Sira, sambil mengedarkan pandangan.

"Karena tidak terang."

"Aku serius, Nicky!"

"Aku belum siap, Sira." Nicky terkekeh.

Nicky meraih tangan Sira, lalu membawanya mendekati suatu titik cahaya. Mereka berdiri di depan sebuah pintu yang bertuliskan 'Selamat Datang' dengan huruf warna-warni. Warna itu sangat kontras dengan warna bangunannya yang berwarna alami dari kayu.

"Sudah siap untuk masuk?"

"Kenapa harus bertanya?"

"Mungkin saja diperlukan." Nicky mengangkat bahu.

Sesaat setelah melangkah masuk, Sira dikejutkan oleh pemandangan dari dalam. Suasana di dalam sungguh berbeda dengan keadaan di luar. Mereka disambut pelayan yang berdiri di depan meja kasir dengan ramah.

"Bahagia atau sedih?" tanya pelayan itu. Dia seorang pria dengan tinggi badan di atas rata-rata. Mengenakan seragam berwarna cokelat, serta topi yang berwarna senada. Senyum tak terlepas dari wajahnya yang tampak kelelahan.

Sira menatap Nicky dengan penuh tanya. Dia tidak tahu makna ucapan pelayan itu. Nicky yang sedang ditatap Sira, memberi tanda jika dia juga tidak tahu. Sira beralih menatap pelayan itu.

"Maaf, tadi gimana, ya?"

"Saya bertanya tentang perasaan mas dan mbak saat ini. Sedang bahagia atau sedih?" Pelayan itu kembali tersenyum.

Sira mengernyit bingung. Kenapa pelayan itu harus tahu tentang perasaan pengunjungnya?

"Saya bahagia," ucap Nicky.

"Lalu, bagaimana perasaan, Mbak?" Pelayan itu beralih menatap Sira.

"Saya–"

"Dia sedang sedih." Nicky memotong ucapan Sira.

"Saya bahagia!" sergah Sira cepat. Nicky tertawa.

"Sebenarnya kami sedang tidak sedih atau pun bahagia. Jadi, bagaimana?" ujar Nicky.

Pelayan itu terlihat mencatat sesuatu di buku kecil yang selalu setia di genggamannya. Selesai mencatat, dia membawa Sira dan Lannov ke sebuah meja yang terletak di bawah jendela. Persis di bawah lampu yang nyaris kehilangan kekuatannya untuk menerangi ruangan. Meja terbuat dari batang pohon yang dibentuk seperti tabung. Warnanya sedikit lebih cokelat dari warna batang pohon yang asli. Dan, tempat duduknya adalah ranjang gantung atau hammock. Sira menyimpulkan bahwa kedai ini bertemakan green house.

Pelayan itu pergi setelah Sira dan Nicky memesan kopi seperti yang mereka pesan di kedai sebelumnya.

"Kamu tahu tempat ini dari mana?" tanya Sira penasaran.

"Dari temanku yang suka berkelana. Dia suka tempat yang unik-unik."

"Ini pesanannya." Pelayan itu meletakkan pesanan pelanggannya di atas meja.

Sira sibuk mencari posisi duduk yang nyaman. Ternyata, hal itu mengganggu pandangan Nicky. "Kamu kenapa, sih?" Tanya Nicky.

"Aku takut jatuh." Sira punya pengalaman buruk main ayunan gantung. Dia pernah terjungkir ke belakang saat sedang bermain. Dia tidak ingin hal itu terjadi lagi.

"Aku akan menangkapmu."

"Ya, ya, ya," kata Sira dengan malas.

"Aku serius, Sira."

"Aku belum siap, Nicky."

Nicky tertawa cukup keras. Sira ikut menertawai keanehan mereka. Nicky selalu tahu bagaimana cara mengurangi kesedihan Sira mengingat kenangannya bersama Lannov.

Setelah berhasil meredakan tawa, Nicky menatap Sira serius. "Sejak hari itu kamu tidak pernah bertemu Lannov?" Sira mengangguk. Hari itu adalah hari terakhir dia melihat Lannov.

"Kamu berharap persahabatan kalian sampai tua. Aku benar?" Sira mengangguk, menyetujui ucapan Nicky. Bukankah semua orang berharap seperti itu? Memiliki persahabatan yang panjang bersama temannya?

"Di sanalah letak permasalahannya."

"Aku tidak mengerti," ucap Sira jujur.

Nicky mengangkat gelas kopinya, lalu menyeruputnya pelan. Pandangannya tetap mengarah kepada Sira.

Nicky meletakkan kembali kopinya. "Di dunia ini tidak ada yang abadi. Mereka yang bertemu setiap hari saja belum tentu bisa selalu bersama. Tidak ada jaminan untuk itu."

Sira diam. Dia tidak menemukan kalimat yang tepat untuk menyanggah ucapan Nicky.

"Kalian berpisah bertahun-tahun. Tidak ada pertemuan sekali pun. Semuanya sudah berubah. Tidak sama seperti dulu. Dia bukan lagi Lannov kecil. Dia sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Semua orang akan berubah. Kamu tidak bisa menghindari itu."

"Termasuk kamu?"

"Kita sedang membicarakan Lannov. Jangan mengubah jalan cerita ini." Nicky mengedipkan sebelah mata.

Sira menyeruput kopinya, lalu menatap sekeliling ruangan. Kedai ini memiliki dua pintu yang unik. Pintu yang berada di samping kanannya berwarna kuning pastel. Satu lagi, pintu yang berada di belakang Nicky. Berwarna abu-abu terang.

"Pintu yang di belakangku khusus untuk orang-orang yang sedang bahagia. Sedangkan pintu yang kuning itu, untuk orang-orang yang sedang sedih." Terjawab sudah keheranan Sira mengenai pelayan yang bertanya tentang perasaannya tadi. Ternyata ada ruangan khusus untuk orang yang sedang sedih atau bahagia.

Sira dan Nicky merebahkan tubuh di ranjang gantung yang tidak lain adalah tempat duduk mereka. Bercerita sekaligus mengenang benar-benar menguras energi. Kata Nicky, duduk diam mendengarkan juga melelahkan.

"Sepertinya aku tidak ingin melanjutkan cerita ini," ucap Sira dengan mata terpejam. Bersantai sejenak sebelum melanjutkan kenangan bagian selanjutnya. Semakin jauh mengenang, semakin perih lukanya.

"Kamu jangan mendalami peran."

"Aku tidak mungkin bercerita tanpa merasakan apa yang terjadi saat itu." Sira menutup wajah dengan sebelah tangan. Berharap pulih setelah memejamkan mata sejenak.

"Aku semakin ingin bertemu dengan Lannov," ujar Nicky.

Sira membuka mata, menatap Nicky curiga.

Nicky mendengus. "Aku tidak merencanakan hal buruk. Aku hanya ingin tahu pria seperti apa yang membuatmu menghabiskan tenaga dan pikiran untuk mengabadikannya di dalam sebuah buku."

"Kamu ingin kuabadikan di dalam buku juga?"

"Lebih baik tidak. Jika itu berarti aku telah melukaimu."

"Kamu yakin tidak akan melukaiku? Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan." Sira menatap lurus ke mata Nicky. Berusaha menemukan sesuatu.

"Jika memiliki pilihan lain, aku tidak akan pernah memilih untuk melukaimu."

Sira melihat sesuatu itu. Sesuatu yang disebut kesungguhan. Sudut-sudut bibirnya berkedut menahan senyum.

***

🎁 darimu tersimpan baik di memori ingatanku meski fisiknya tak lagi ada.

Waktu Tak Pernah SalahWhere stories live. Discover now