Bagian 8||Akhir dari Perpisahan

133 16 0
                                    

Agustus 2013

Cuaca begitu cerah. Matahari sedang menuju pulang ke peraduannya. Sira duduk di ayunan depan rumahnya. Sibuk bertukar pesan dengan Tania; teman lama. Mereka berteman sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Tania adalah salah satu teman dekat Sira saat itu. Tania baik dan cantik. Pipinya berlubang saat dia tersenyum.

Dua sahabat lama itu saling bertukar ucapan rindu. Lalu Sira iseng bertanya kepada siapa saja Tania bertukar pesan. Pertanyaan itu lumrah pada masanya.

Rencana Tuhan memang selalu tidak terduga. Sira tidak berharap menemukan apa-apa dari pertanyaan tidak penting itu. Namun, Sira justru mendapatkan jawaban yang membuat hatinya bersorak bahagia.

Tania sedang bertukar pesan dengan Sira, kekasihnya dan Lannov. Sira berharap Lannov yang dimaksud Tania adalah Lannov yang dikenalnya. Dan kebahagian Sira menjadi nyata. Tania mengatakan bahwa Lannov itu adalah orang yang pernah bersekolah di Sekolah Dasar yang sama dengan mereka.

Tanpa berlama-lama, Sira meminta nomor telepon Lannov. Tania mengatakan dia harus meminta izin dari Lannov. Sira sedikit tidak rela. Menurutnya Lannov pasti mengizinkan. Tania tidak tahu jika Sira dan Lannov bersahabat. Sira dan Tania menjadi teman dekat saat duduk di kelas empat.

Pesan baru masuk. Sira membukanya dengan tangan keringat dingin. Dia sudah tidak sabar ingin bertukar pesan dengan Lannov. Sejak berpisah beberapa tahun yang lalu, mereka tidak pernah bertemu atau pun berbicara. Sira dan Lannov benar-benar berjarak.

Harapan Sira musnah. Bukan Tania yang mengiriminya pesan. Pesan yang baru masuk itu berisi sapaan yang dikirim dari nomor asing. Saat sedang memikirkan siapa pengirimnya, pesan masuk dari Tania. Dia memberikan Sira nomor telepon Lannov.

Mungkin kalian sudah menduganya. Dugaan kalian benar. Nomor asing dan nomor yang baru saja dikirim oleh Tania adalah nomor yang sama. Sebuah keadaan yang tidak akan terlewat di memori ingatan Sira. Jika ada kata yang lebih tinggi dari bahagia, maka itulah gambaran perasaan Sira di sore yang mendung itu. Dia berencana untuk menghubungi Lannov, tetapi malah Lannov yang menghubunginya.

Sira dan Lannov saling bertukar kabar dan rindu. Berbicara dengan Lannov adalah hal yang diimpikan Sira sejak lama. Dia rindu semua hal tentang Lannov.

[Seandainya kamu tidak pindah rumah.]

Lannov masih tidak setuju atas kepindahan Sira. Saat Sira mengatakan akan pergi, dia melihat Lannov menyimpan semua rasa di wajahnya pada saat itu. Berdiri di depan rumah Sira dengan bulir-bulir keringat mengalir di wajahnya yang tampak lelah.

"Oh, iya, kamu belum cerita kenapa kamu pindah sekolah?"

[Maaf, aku tidak sempat menceritakannya Sira. Waktu itu aku diminta ibu kandungku untuk tinggal bersamanya. Jadi, mau tidak mau aku harus ikut.]

"Kenapa harus pindah sekolah?"

[Karena rumah ibuku jauh dari sekolah kita. Jadi, aku pindah ke sekolah yang dekat dari rumahku.]

Setelah selesai membahas masa lalu, topik pembicaraan Sira dan Lannov berganti alur. Sira merasa, bercerita dengan Lannov tidak akan cukup satu hari saja. Dia butuh banyak waktu untuk bercerita pada Lannov, apa-apa yang dilewatkan pria itu selama mereka berpisah.

[Nanti kamu mau masuk SMA mana Sira?]

"Rencananya SMAN 3, Nov."

[Sama, Sira. Aku juga mau masuk SMA itu.]

"Benarkah? Berarti kita satu sekolah."

[Iya, Sira. Nanti kalau kita satu sekolah, kita bisa bertemu lalu jalan-jalan.]

Waktu Tak Pernah SalahWhere stories live. Discover now