Bagian 2||Kilas Balik

285 45 9
                                    

November 2006

Setelah mengganti seragam sekolah dan makan, Sira keluar dari rumah untuk menemui kedua temannya–Lannov dan Didi. Sira menggunakan sandal kaca berwarna pink. Warna favoritnya. Sebenarnya sandal itu terbuat dari bahan plastik tebal yang menyerupai kaca. Namun, orang-orang tampaknya sepakat menamai sandal itu dengan sebutan sandal kaca.

Pagar rumah Sira terbuat dari bambu yang disusun secara vertikal. Posisi pagar yang terlalu rapat dengan lantai di bawahnya, membuat Sira harus mengangkat pagar itu saat membukanya. Jangan salah sangka dulu. Sira bukan ingin pergi diam-diam. Dia hanya tidak ingin decitan yang disebabkan pagar itu mengganggu pendengarannya.

Di gang sudah ramai anak-anak yang bermain bulu tangkis. Dua orang berhadapan, memukul dan menerima bola. Namun dari sekian banyak anak-anak itu, Sira tidak menemukan Lannov dan Didi. Padahal mereka sudah berjanji untuk bermain bersama.

Sira memilih duduk di depan gudang rumahnya. Gudang itu terletak di samping kiri rumah. Tempat penyimpanan sepeda miliknya dan abang. Serta barang-barang otomotif milik ayahnya. Dan, juga, itu adalah tempat Sira bermain masak-masakkan. Tempat itu juga menjadi tempat bermain kembang api saat bulan ramadhan–jika Sira, abang, dan adiknya tidak diizinkan keluar rumah pada malam hari.

Sira berhadapan langsung dengan matahari; sehingga membuatnya memicingkan mata. Tidak tahan dengan pancaran sinar matahari yang berhadapan langsung dengannya. Dia berniat untuk masuk ke dalam rumah sesaat sebelum Lannov berteriak memanggilnya.

"Kenapa lama sekali?" keluh Sira. Dia ingin mengomel, tetapi tidak tega. Melihat Lannov kesulitan mengatur napasnya, amarah Sira lenyap seketika.

"Ibu memintaku untuk tidur siang." Setelah proses panjang yang Lannov lewati, akhirnya dia berhasil lolos dari perintah ibunya untuk tidur siang. Saat ibunya sudah tertidur, Lannov keluar dengan sangat hati-hati. Menimbulkan suara sedikit saja. Acara melarikan dirinya akan berantakan.

"Pasti Didi juga dipaksa tidur siang," ujar Sira.

Lannov mengangguk setuju. Tidur siang adalah rutinitas Didi yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun termasuk Didi sendiri. Sira dan Lannov memahami hal tersebut.

"Kita mau main apa, Nov?"

"Main bulu tangkis juga?" Lannov menunjuk orang-orang yang sedang bermain bulu tangkis.

Sira menggeleng seraya berucap, "Aku tidak punya."

"Aku punya dua di rumah. Kamu tunggu di sini, ya." Lannov berlari pulang ke rumahnya. Berharap semoga ibunya belum bangun dan memergoki dirinya yang ternyata tidak tidur siang. Bisa bahaya, pikir Lannov.

Sira mengangguk dengan semangat. Ini pertama kalinya dia main bulu tangkis. Nanti, Lannov akan menyesal mengajak Sira main bulu tangkis.

Lannov kembali dengan membawa dua raket dan satu kok–nama dari bola bulu tangkis. Lannov memberikan raket berwarna biru kepada Sira dan dia menggunakan raket berwarna merah.

Sira dan Lannov berdiri berhadapan dengan jarak sekitar empat meter.

Sira tidak bisa melakukan servis dengan benar. Dia selalu gagal mengembalikan bola kepada Lannov. Bola selalu jatuh ke tanah, tanpa ada perlawanan darinya.

"Kamu harus bergerak jika ingin membalas pukulanku." Lannov seperti main sendiri. Sira tidak pernah bergerak jauh dari tempatnya sejak memulai permainan.

"Sekarang gantian. Kamu yang memukul bola dan aku yang menerimanya," ujar Lannov.

Akhirnya Lannov menyerah dengan kebodohan Sira. Dia pasti sangat kesal, karena Sira tidak bisa bermain. Tetapi, Lannov tidak menunjukkannya. Dia benar-benar menjaga perasaan sahabatnya itu. Jika orang yang dihadapannya saat ini adalah orang lain. Maka Lannov tidak akan segan-segan untuk memaki kebodohan orang itu.

Sira memegang bola di tangan kiri dan bersiap untuk memukulnya. Percobaan pertama; Sira memukul angin bukannya bola. Percobaan kedua; bola masih berada di tangannnya tetapi raketnya sudah terbang entah ke mana.

Sedetik kemudian, Sira tahu ke mana raket itu mendarat.

"Sira, kamu hampir melukaiku," keluh Lannov.

Sudah Sira duga. Raket itu kembali pada pemiliknya.

"Aku coba sekali lagi." Sira benci kegagalan. Dia tidak mudah menyerah dalam melakukan sesuatu.

Sira menatap bola dengan seksama dan mulai mengayunkan raket dengan segenap tenaga yang dia miliki. Dalam hitungan ke tiga, Sira memukul bola. Ya! Dia berhasil. Bola itu sudah menghilang dari tangannya–beserta raketnya.

Sira menundukkan kepala; bersiap menerima omelan Lannov. Namun, yang dia dengar bukanlah suara Lannov.

Om Andi tetangga mereka, mendekati Sira dengan tawa geli. Om Andi dan anaknya membawa peralatan memancing. Menuju kolam yang tidak jauh dari kompleks perumahan mereka.

Sira menatap om Andi dengan cemas. Dia menepuk pundak Sira pelan, lalu mengambilkan bola dan raket yang tadi dihilangkan gadis kecil itu.

"Om tidak marah. Om akan mengajarkan Sira bermain bulu tangkis dengan benar." Kalimat om Andi menyiratkan bahwa permainan Sira sangatlah buruk.

"Lannov juga mau, Om," seru Lannov.

"Iya, Lannov juga. Kalian 'kan sepaket."

Om Andi mengajari Sira dan Lannov main bulu tangkis secara bergantian. Dua bocah itu mengamati om Andi dengan serius.

"Sekarang, coba kalian main lagi," ucap om Andi.

Sira dan Lannov mulai bermain lagi. Sira sudah bisa memukul dan menerima bola. Dia bahagia bukan main.

"Om pergi, ya."

"Iya. Makasih, Om," ucap Sira dan Lannov bersamaan.

Matahari mulai terbenam. Langit pun mulai redup. Sira dan Lannov sudah dipenuhi keringat. Bermain bulu tangkis sungguh menguras tenaga dan pikiran Sira. Mereka mengentikan permainan ketika bola terjun bebas ke dalam siring.

Namun, malam harinya. Berita duka menjadi kabar yang mengejutkan bagi Sira dan Lannov. Selepas isya, om Andi meninggal karena tersetrum saat sedang mengerjakan tugas kantor di komputernya. Sira yang sedang asik menonton televisi, memandang mamanya dengan mulut setengah terbuka. Mama memberitahunya jika om Andi telah tiada. Saat Sira mengatakan ingin ikut melayat, mama memintanya untuk tinggal di rumah saja.

Begini kata mama, "Sudah malam. Nanti kamu malah berkeliaran."

Sira bukannya tidak mematuhi perkataan mama. Dia merasa harus datang ke sana; mengunjungi om Andi untuk terakhir kalinya.

Setelah memastikan mama sudah pergi jauh. Sira pergi untuk memberitahu Lannov informasi penting ini. Ternyata Lannov telah mendahului Sira. Dia sudah duduk bersama anak-anak yang lain di depan rumah om Andi.

Sira dan Lannov membagikan kenangan bersama om Andi siang hari tadi kepada teman-teman mereka. Semua orang terkejut. Apalagi Sira dan Lannov yang siang harinya mendapat ilmu bermain bulu tangkis dari om Andi. Kenangan itu akan menetap abadi di ingatan mereka.

●●●


Kenangan bagian kedua!
Full love for u, readers🖤

Waktu Tak Pernah SalahWhere stories live. Discover now