2.

200 15 8
                                    

Afra

Mataku menyipit ketika cahaya matahari menyeruak masuk ke jendela yang dibiarkan terbuka. Aku berusaha membuka penuh mataku dan bergerak, namun sesuatu seperti menahanku. Berat.

Saat mataku terbuka sepenuhnya. Aku mendapati sebuah tangan melingkar diperutku. Dekat sekali. Hingga aku dapat merasakan hangat napasnya yang teratur. Aku berontak, berusaha melepaskan diri. Seperti sebuah kesalahan besar berada dalam pelukannya.

Kenyataannya adalah, dia bukanlah seseorang yang aku harapkan untuk ada disini. Karna seorang yang aku harapkan ada disini telah mati. Bunuh diri.

Saat terakhir aku melihatnya, dia tergeletak di lantai dingin di apartment nya. Dia seperti tengah pingsan disana, jadi aku mendekatinya, tapi itu lebih mengerikan dari hanya pingsan. Di sudut bibirnya, buih menetes hingga lantai. Aku tak tahu harus apa. Aku ingin menyusulnya, aku ingin ikut. Kenapa dia tega sekali. Kenapa dia bodoh sekali?!

Sayangnya, keputusanku untuk tidak mati menjadi penyesalan ketika akhirnya Mami menikahkanku dengan seorang yang ia sebut sebagai pilihan terbaik. Aku hampir gila karna kehilangan, lalu Mami menyebut pernikahan dengan orang lain adalah caranya untuk sembuh.

Daniel Arga Chandra.

Tiga bulan pernikahan ini tidak juga dapat merubah apapun dalam diriku. Tidak seperti yang Mami harapkan untuk menghapus kenangan Theo begitu saja. Jelas tidak mungkin kan hanya begitu.

"Morning..." suara seraknya membuatku merinding. Ia semakin mengeratkan tangannya ditubuhku. Matanya masih terpejam. Kulit tangannya menyentuh perutku yang sedikit terbuka.

Aku meronta. "lepasin!!" tapi Daniel tidak berkutik sama sekali. "lepasin gak!!"

Alisku menyatu, mataku membesar. Menahan gejolak untuk mengoyak dagingnya hingga ludas. Aku menarik napasku dalam sebelum berteriak lagi "LEPASKAN SEKARANG!! Kamu membuatku sesak napas" dan dengan begitu Daniel melepaskanku. Lantas aku bergerak bangun dan duduk, menatapnya yang masih setengah sadar dengan penuh kekesalan.

Wajahnya juga terlihat kesal, ia mendengus turun dari kasur dan lalu berjalan menuju kamar mandi. Punggung tegapnya menjauh sampai pada ambang pintu, dia berbalik. Menatapku dengan wajah yang tak dapat kubaca.

Aku melengos.

**

Sedari tadi aku hanya memandang kosong gelas kaki yang berada dihadapanku. Isinya berwarna bening. Menandakan bahwa didalamnya hanya air mineral. Ingin rasanya aku pergi dari tempat ini.

Pada akhirnya aku patuh lagi. Pada perintah Papa mertua untuk berpindah kerja ke perusahaannya. Musibahnya adalah, kini pimpinan telah berpindah kuasa pada anak semata wayangnya, Daniel Chandra, si muka dua yang kini sedang berkhutbah di depan.

Aku sengaja mengambil duduk jauh dari tempat itu, berada di tempat terujung untuk menetralkan perasaan supaya tidak terbawa emosi melihat siapa yang sedang bicara sekarang.

Kucatat apa yang bisa kutangkap dari suaranya. Merumuskannya menjadi bahan peninjauan. Kadang ngerti kadang enggak. Aku benar-benar tertekan. Lain cerita dengan anggota rapat lain, mereka sangat serius memperhatikan atasannya memberi materi.

Siapa yang tidak takut pada atasan dingin dan galak seperti Daniel. Cuma aku. Mereka hanya tahu luarnya saja, boss yang ganteng, cool, penuh pesona. Sayang, aku gak segampang itu.

Meeting selesai setelah dua jam. Satu persatu anggota keluar ruangan. Aku mengambil air mineral yang sedari tadi sudah bersedia menjadi pemandanganku selama rapat berlangsung. Meneguk seluruh isinya seperti aku belum pernah minum selama berbulan-bulan. Lalu aku menyusun lagi kertas-kertas catatan tadi. Merapihkannya.

KepingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang