e p i l o g u e

23.6K 860 174
                                    


16 tahun kemudian...

Butiran kristal beku itu hempas di hamparan tanah putih yang dipenuhi dengan patung-patung malaikat. Titik-titiknya menguasai seluruh udara. Hantaran hawa dinginnya menusuk tulang. Sekeliling memang berkabut salju yang menutupi segala ruang tiga dimensi yang berpijak di atas tanah. Bahkan dalam hembusan napas mampu mengeluarkan udara beku bagai asap rokok.

Lelaki itu berdiri sedikit bungkuk dengan tubuhnya yang kurus. Mata birunya memandang kosong sebuah nama yang terukir di nisan marmer yang menjadi sebuah lambang bahwa telah beristirahat dengan tenang seseorang yang dulu pernah dianugerahi napas kehidupan. Seseorang dengan nama yang telah terpatri abadi dan hanya mampu terkikis oleh jaman yang terus berjalan.

Ia memeluk tubuhnya yang bermantel tebal. Kedua tangannya juga tertutup sarung tangan hitam. Ia memposisikan dirinya unuk duduk di atas  pusara itu. Sendu, matanya menatap dan jemarinya membelai ukiran nama itu. Pelan, bibir pucatnya terbuka untuk mengeja tiap huruf yang tertera dengan suara serak.

Tatyana Savatostov Fyodorovna

Seseorang yang telah lebur bersama dengan bumi. Yang jiwanya telah menguar dari raga dan bertemu dengan sang pemilik semesta. Ia tak lagi mampu membendung butiran kristal dari kedua matanya. Ia terlalu lama berpura-pura kuat, terutama dibhadapan kedua anaknya. Ia terlalu banyak menyembunyikan kesedihan. Ia terlalu banyak mengumbar kepalsuan. Kini saatnya untuk lemah dan meratap, menguarkan segala sesak yang mendesak.

"Sayang, bagaimana kabarmu? Pasti kamu sangat baik. Aku selalu membayangkan kamu mengenakan gaun putih yang berkilau. Surga pasti lebih indah karena ia telah memilikimu."

Sudut bibir Keanu--lelaki itu--terangkat membentuk senyuman yang tulus meskipun ia tidak bisa menyembunyikan sendu dan tetes air mata dalam tatapnya. Birunya tak lagi penuh dengan gairah kehidupan. Garis wajahnya tirus dengan lingkar hitam di bawah mata.

"Key, apa yang mampu aku pertahankan dari sisa napas ini? Sesak sekali rasanya." Ia menekan dadanya sendiri. Mencoba menghirup udara dingin yang justru mungkin dapat membekukan paru-parunya. "Hanya karena Leon dan Khareena aku bisa bertahan. Kamu tahu bahwa Leon membutuhkan aku. Tetapi sekarang ia...." Kalimat Keanu menggantung.

Kedua manik biru itu menerawang menghadap ke langit yang bersemburat kelabu karena biru cerahnya tertelan oleh salju. Ia menggigit bibir pucatnya, menghapus air mata dan berkali-kali menghela napas berat.

"Semua ini seperti bertubi-tubi dan tak ada habisnya. Delapan musim tanpa dirimu aku seperti mati. Dan empat musim tanpa Leon aku tak memiliki alasan untuk hidup lagi."

"Daddy..."

Keanu tersentak saat sebuah panggilan lembut memenuhi ruang pendengarannya. Ia menangkap bayangan seseorang yang berdiri di sisinya. Dengan cepat Keanu menoleh dan mendapati manik mata putrinya yang dipenuhi oleh binar kerinduan.

"Khareena...," desis Keanu selirih suara angin musim dingin. "Sejak kapan kembali ke Rusia?"

Khareena tersenyum dan meletakkan buket bunga yang ia bawa di atas pusara Keylis. Ia kemudian menatap mata Keanu dan menggenggam jemari ayahnya yang tertutup sarung tangan hitam. Seketika pandangan Khareena berselimut pilu, ia tidak membayangkan bagaimana rupa jemari Keanu tanpa sarung tangan hitam itu.

"Aku merindukanmu, Dad. Entah mengapa sejak kemarin aku selalu ingin melihatmu. Akhirnya Matthew mengijinkan aku untuk pulang ke Rusia. Pagi ini aku baru saja tiba," jawab Khareena dengan meremas jemari Keanu.

Keanu tersenyum dan sebelah tangannua terlepas dari genggaman Khareena untuk mengelus rambut panjang anak gadisnya itu. "Ia calon suami yang baik untukmu."

Mr. GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang