Part 15 [Archangel (Han) and Kinara]

19.6K 1.1K 70
                                    

Kinara's POV
Mulanya kupikir Han hanya bercanda denganku, tapi saat dia menampakkan wajahnya yang serius dan memperlihatkan foto pernikahan yang berada di belakangnya, tanpa terasa air mata menuruni pipi putihku.
Air mata bahagia membasahi wajahku, siapa yang tak bahagia telah melihat seseorang yang selalu ingin di temui tetapi sangat sulit di temukan, kini telah di ketahui keberadaannya.
Aku bahkan tak percaya dengan apa yang kulihat, wanita itu pasti Kiara.
Siapa lagi yang memiliki wajah serupa denganku selain saudara kembarku sendiri?
Sudah sangat lama aku tak pernah bertemu dengan Kiara dan sekarang saat aku mengetahui keberadaannya,dia sudah menikah dengan seorang pengusaha sukses.
Siapa yang tak mengenal Angelo Mevil Armstrong.
Dia merupakan pebisnis muda yang sangat sukses dengan harta yang melimpah.
Aku ikut merasa bahagia saat saudara kembarku bisa menikah lebih dulu daripada diriku.

Aku sungguh merindukan Kiara, dia adalah pahlawan yang selalu membelaku ketika aku menerima caci maki dari banyak orang.
Dialah satu-satunya teman, sahabat dan saudara yang selalu membanggakanku dan memberikan banyak motivasi kepadaku di saat aku merasa terpuruk dan membenci hidupku.
Aku benar-benar terpuruk ketika mendapatkan kecelakaan yang membuatku harus kehilangan pendengaranku, di saat itu aku berubah menjadi gadis yang tak suka bicara dan lebih memilih diam.
Aku merasa hidupku kosong, tanpa suara dan selalu sepi.
Ketika aku kembali bersekolah, aku merasa sekolah menjadi tempat yang menakutkan, karena aku tak bisa mendengar apapun dan hanya melihat wajah teman-temanku yang merengut ke arahku.
Aku seakan merasa dunia begitu menakutkan tanpa suara.
Sebising apapun keadaan kelas, aku tak dapat mendengarnya.
Senyaring apapun teriakan temanku, aku tak dapat mendengarnya.
Hidupku seakan berada di dalam kotak kaca yang kedap suara dan aku berada di dalam kotak itu sambil melihat temanku yang sedang tertawa di luar kotak.

Tapi aku mulai merubah cara pandangku, saat Kiara tak pernah berhenti menuliskan surat untukku.
Dia selalu membuatku tersenyum, membuatku percaya bahwa aku bisa hidup di dunia yang kejam ini walaupun aku sudah tak bisa mendengar suara kicauan burung, rinai hujan yang membasahi bumi, deru mobil yang saling bersahutan, dan berbagai suara yang ada di dunia ini.
Bahkan dia bersusah payah belajar bahasa isyarat agar bisa berbicara denganku, walau mulanya dia gagal dan menyerah belajar bahasa isyarat yang menurutnya menyulitkan.
Aku tau dia begitu banyak berkorban agar bisa membuatku bahagia.
Dia harus belajar lebih keras agar orang tuaku bangga dengannya, aku tau dia berusaha membuat orang tuaku bangga agar aku tak selalu di marahi dan didiskriminasikan, karena dia selalu memberikan syarat kepada orang tuaku.
Ketika dia mendapatkan nilai yang memuaskan, orang tuaku harus menyayangiku dan mencintaiku serta tak pernah bersedih memiliki anak cacat sepertiku.
Sejak kecil aku sudah belajar membaca gerak bibir orang lain dan aku mengerti semua yang di katakan oleh lawan bicaraku walaupun aku tuli.
Ya, aku adalah seorang gadis yang tunarungu,
Aku bukan seorang yang bisu, tetapi karena tak bisa mendengar apapun, karena tak ada jawaban yang bisa kudengar dari lawan bicaraku, aku menjadi malas untuk berbicara.
Alhasil banyak orang yang mengiraku bisu.
Aku tak mempermasalahkannya, biarkanlah mereka semua berpikir aku bisu.
Biarkanlah mereka semua tak mengetahui diriku, karena aku tak pernah berharap mereka mengetahui perasaanku.

Tapi benar kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Dan akhirnya ada seorang pria yang mengetahui aku bisa bicara, bahkan dia mendengarku saat aku bernyanyi.
Jujur, ibuku sendiri juga berpikir aku bisu, Kiara juga berpikir aku kehilangan kemampuan berbicaraku, dan selama ini aku hanya berbicara dengan Han.
Ya, Han adalah lelaki yang selalu mendengarkan keluh kesahku.
Dia tau aku bisa berbicara, tetapi dia tetap diam.
Karena dia tau, aku tak ingin orang lain mengetahui hal ini.
Aku tak ingin media menjadi ribut dan keadaan menjadi semakin heboh.
Aku masih mengingat saat pertama kali kami bertemu, saat itu aku sedang berada di sebuah taman lavender yang jarang di datangi orang.
Di taman itu terdapat sebuah ayunan yang tergantung di bawah pohon, dan aku senang duduk dengan bernyanyi sambil menikmati semilir angin yang membelai lembut wajahku.
Aku senang ke sana karena di sana aku bisa bernyanyi dengan puas tanpa ada satu orang pun yang mendengarnya.
Aku sudah sering ke sana, hampir setiap hari aku mampir ke sana untuk melepas lelah dan menikmati aroma lavender yang menenangkan hatiku.
Tak pernah terpikir akan berkenalan dengan seorang Han yang bisa membuatku merasa begitu di cintai.
Pikiranku melayang ke kejadian di masa lampau.

The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang