"Sepertinya, sebentar lagi," ujarnya pelan. Aku berusaha tidak memutar bola mataku. Ketika tinggal di Florida, kalau Maddy akan mengalami penyakit bulanannya – dia akan selalu memiliki tempramen yang sangat tinggi. Memarahi semua orang disekitarnya yang melakukan kesalahan kecil, tapi sekarang dia akan menjadi perempuan ceneng. Yups. Cinta bisa mengubah seseorang. Maddy yang pemarah menjadi Maddy yang cengeng. "Bagaimana hubunganmu dengan Nate?"

"Er... kami sudah berbaikan dengan beberapa penyelesaian," ujarku berhati – hati memilih kata – kata.

"Ini aneh sekali. Tidak biasanya Nate marah kepada seseorang hanya karena masalah sepeleh," ujar Maddy pelan. "Dia bukan orang yang terlalu sensitif." Aku membungkam mulutku dan berusaha untuk tidak membenarkan perkataan Maddy. Tidak. Nate adalah orang paling sensitif. Dia seperti vas yang sangat tua, jika kau menyentuhnya sedikit – vas itu akan hancur berantakan. Kesan bad boy dan cuek hanya ditampilkannya agar tidak ada orang yang bisa melihat kerapuan hatinya. "Hei, Abby. Apakah kau tidak mau memberitahuku apa yang kau bicarakan dengan Daniel? Walaupun, aku sekarang tidak menuduhmu berselingkuh dengan Daniel – tapi, aku sangat penasaran dengan pembicaraan rahasia kalian."

Aku tersenyum ketika mendengar pertanyaan Maddy. "Kau berjanji tidak akan mengatakan kepada siapapun, apalagi memberitahu Daniel kalau aku membocorkan rahasianya kepadamu. Karena, kurasa kau berhak tahu masalah ini agar kau bisa lebih mempersiapkan diri."

Maddy terdiam. Aku bisa membayangkan dia sedang berpikir dengan keras. "Sebenarnya ada apa..."

"Berjanjilah terlebih dahulu!" ujarku dengan suara serius.

"Oke. Oke. Aku berjanji!" ujarnya dengan suara menyerah.

Aku menahan nafas untuk memberikan efek mendramatisir. "Daniel bertanya kepadaku berapa ukuran jarimu karena dia ingin melamarmu."

"WHAT?" teriak Maddy dengan keras sehingga aku perlu menjauhkan handphone dari telingaku.

Aku menekan mulutku agar tidak mengeluarkan suara tawa membayangkan reaksi Maddy. "Hallo... Maddy!" ujarku tidak dijawab oleh Maddy. Aku menghitung hingga dua puluh detik, membiarkan sahabatku mencerna perkataanku. "MADDY!"

"Aku belum siap menikah," ujarnya dengan suara lemah. "Aku masih berumur tujuh belas tahun dan masih memiliki impian yang belum kucapai."

"Hm... aku sudah mengatakannya kepada Daniel kalau kau belum siap menikah," ujarku berusaha menampilkan suara khawatir. "Tapi, dia terdengar seperti bersikeras untuk melamarmu."

"Abby, kau tidak sedang mengerjaiku, bukan?" tanya Maddy dengan nada suara setengah berharap. "Ini bukan ide gilamu karena meniru film komedi romantis atau apapun itu kan?"

"Hei, aku tidak mengerjaimu!" ujarku berpura – pura menggunakan nada suara sakit hati. "Kau sendiri yang memaksaku untuk memberitahu isi pembicaraanku dengan pacarmu kemarin malam."

"Damn it. Sekarang, aku berharap tidak memaksamu untuk memberitahuku isi pembicaraan kalian," ujar Maddy dengan panik.

Suara pengumuman yang mengatakan kereta akan segera berangkat menghentikan pembicaraanku dengan Maddy. "Hei, Maddy kurasa aku akan menutup teleponmu sekarang karena keretaku akan segera berangkat."

"Ha... kau akan kemana sekarang?" tanya Maddy dengan nada suara iri.

"Venice," ujarku dengan senang. "Aku akan memaksa Nate untuk naik gondola."

Maddy menggerutu pelan. "Setelah ini, aku akan memaksa Daniel untuk membuat taruhan dengan Cam dan meminta hadiah taruhannya berisi keliling dunia sepertimu."

Aku memutar bola mataku. "Kurasa kalau kau setuju menikah dengan Daniel – Cam akan memberimu hadiah pernikahan keliling dunia untuk honeymoon."

7Promises (FINISH)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora