VI. Crossroad Demon (part II)

487 45 0
                                    

Sinopsis

Pernah dengar iblis perempat jalan? Jinyoung awalnya hanya berkeinginan untuk ibunya tak pernah sakit dan akan hidup sehat, tapi ternyata Jinyoung bertemu takdirnya yang lalu mengubah hidupnya secara drastis.

* * *


"Kenapa, kalau aku boleh tahu?"

Jaebum berbalik berjalan menjauhinya, Jinyoung menatap punggung lebar itu tak mengerti. Lelaki itu tertawa kecil seperti mengejek, ia berbalik.

"Aku bisa memberikanmu yang lain, manis," kata Jaebum dengan senyum setengahnya. "Sebutkan saja, harta, terkenal, tampan, ditunggu para gadis di tempat tidur mereka... tapi ini? Ini adalah permintaan paling egois yang pernah ku dengar hingga aku ingin muntah."

Jinyoung tersinggung dengan ucapan demon itu. Jadi dengan amarah yang bercampur dengan ketakutan yang masih melanda Jinyoung membela diri dan permintaannya. "Aku tak perlu itu semua. Bahkan jika itu permintaan paling egois sampai kau mau mati aku tak peduli."

Iris kelam Jaebum menatap Jinyoung tepat di matanya, manusia itu harus menatap ke arah lain sebelum melanjutkan kalimatnya. "Lagipula, disini aku yang memanggilmu. Aku sudah membayarmu dengan apa saja di kotak itu. Bukankah itu artinya kau harus memenuhinya?"

Lalu Jaebum tertawa keras, sangat keras hingga suaranya bisa menggema di udara yang beku.

"Oh aku tahu kemana jalan pikiranmu, Nak," kata Jaebum masih geli. "Kau piker kau yang jadi bos diantara kita. Tapi tidak,"

Jaebum melangkah mendekat pada Jinyoung hingga pemuda itu harus menabrakkan punggungnya lagi ke truk, merasa kecil dibawah tatapan Jaebum yang mengintimidasi. "Aku lah bosnya disini, aku yang memutuskan apakah permintaanmu layak atau tidak untuk dikabulkan. Apa kau lupa jika aku pergi sekarang maka kau akan mati dibawah ban truk ini?"

Jinyoung memang lupa sampai beberapa detik yang lalu punggungnya menabrak moncong truk.

"Jadi," Jaebum menegakkan punggungnya, sedikit menjauh dari Jinyoung, "kenapa?"

Pemuda manusia itu melirik ke tempat lain karena tak sanggup terus menerus menatap wajah Jaebum. Pikirannya melayang mengenang masa-masa saat ibunya masih sanggup memeluknya erat, menyambutnya setelah pulang dari kampus atau sekedar berbincang lewat telfon. Penyakit itu datang terlalu tiba-tiba dan Jinyoung tak punya waktu untuk beradaptasi pun begitu pula dengan ibunya dan semua keluargarnya.

"Aku ingin ibuku punya kesempatan kedua," kata Jinyoung pelan, "aku hanya ingin ibuku kembali seperti dulu."

Tak ada yang bicara diantara mereka tapi Jinyoung bisa merasakan pandangan Jaebum dapat melubangi kepalanya. Jadi ia dengan berani menatap Jaebum untuk meminta jawabannya.

"Kau menarik." Kata Jaebum menghembuskan nafas dan menarik senyumnya, kali ini dua sudut bibirnya tertarik ke atas. Jaebum kembali berjalan pelan menuju Jinyoung, mendempetkan tubuh mereka satu sama lain.

"Aku mengabulkannya. Membuat permintaanmu menjadi kenyataan."

Wajah pucat Jinyoung terlihat lega, ia mengangguk dan memejamkan mata, setengah berterimakasih pada makhluk neraka di depannya ini dan meminta maaf pada Tuhan akan apa yang sudah ia lakukan. Saat ia membuka matanya lagi, senyum Jaebum belum turun.

"Kau tahu peraturannya?"

Jinyoung mengangguk. Jaebum lebih mendekat, tubuhnya menempel pada Jinyoung dan kening mereka hampir bertubrukan.

"Kau tahu, bagaimana menyegelnya 'kan?"

Suara Jaebum mengundang, selembut beludru yang licin, membawa Jinyoung rela melakukan apapun untuk mendengarkan suara Jaebum lagi. Tanpa sadar, Jinyoung memandang bibir Jaebum, sudah tahu dengan apa menyegel perjanjian mereka.

"Y-ya."

Tangan Jaebum merambat lambat ke pinggang kecil Jinyoung, membuat pemuda itu mencengkeram kaus Jaebum. Iblis itu terkekeh sebentar, lalu berkata.

"Kemarilah, Jinyoung." Ia berkata tepat diatas bibir Jinyoung membuat bulu kuduknya meremang, "serahkan dirimu padaku, aku lah yang mengabulkan keinginanmu."

Segera setelahnya tak ada waktu untuk hanya sekedar saling menempelkan bibir. Jinyoung membiarkan Jaebum melumatnya seperti tak akan ada hari esok untuk melakukan ini lagi, itu pun jika memang ada. Pelukan Jaebum mengerat, begitu juga dengan cengkeraman Jinyoung. Satu tangan Jaebum menyelinap ke tengkuk Jinyoung, menyusupkan jemari diantara helai rambut hitamnya. Manusia itu membuka bibirnya pasrah pada sang iblis, membiarkan Jaebum mengeksplorasi mulutnya. Membawa mereka semakin dekat tanpa batas yang jelas.

***

"Selamat malam, Director Im."

Gadis rambut pendek dengan pakaian racy itu memanggil Jaebum dengan senyum penuhnya.

"Selamat malam, Mingkki."

"Oh, senangnya aku, Director masih ingat panggilanku!" gadis itu mencicit senang dan berjalan ringan menuju Jaebum. Mingkki yang bernama asli Minzy itu melongok ke belakang punggung Jaebum, melihat pemuda pingsan yang kini tengah dibawa supir truk itu menuju kota.

"Apa tidak apa-apa membiarkan pemuda itu dibawa olehnya?" tanya Minzy mengangkat kedua alis lalu beralih pada Jaebum yang enggan ikut melihat apa yang gadis itu lihat, "Director?"

"Saat dia berniat untuk melakukan sesuatu pada Jinyoung, kepalanya akan berpindah ke tanah dan tubuhnya tergantung di langit-langit."

"Tipikal Director sekali memang!" Minzy sama sekali tak terganggu dengan fakta Jaebum bisa membunuh karena alasan paling rancu, justru ia mendengarnya sangat menginspirasi.

"Kenapa kau berada disini, Minzy?"

"Seharusnya ini adalah tempatku menerima permintaan para manusia," kata Minzy berjalan agak menjauh dari Jaebum, memandang jalan yang kosong, "melihat mereka dengan hasrat penuh saat mendengar aku mengabulkan keinginannya. Serta mungkin tubuhku."

"Aku tak pernah ingat mengatakan bahwa iblis crossroad punya kelebihan jadi pelacur."

"Director!"

"Ubah gaya berpakaianmu, Minzy. Kau boleh datang dari neraka, tapi daripada kau begini lebih baik kau muncul dihadapan mereka tanpa busana sekalian."

"Itu bukan kerjaanku," kata Minzy melambai malas ke udara, "itu kerjaan Hyosung si succubus. Anda yang membuatnya jadi demikian."

"Ya, dan mereka berada pada hakikatnya."

"Kembali pada pertanyaan Anda, saya berada disini begitu terkejut ketika melihat Anda berpura-pura menjadi iblis perempat jalan hanya untuk mengabulkan permintaan pemuda itu."

"Menarik bukan?" kata Jaebum tersenyum setengah, "aku mengerti kesenanganmu saat melihat manusia-manusia itu memohon, meminta pada kita."

"Saya tahu itu bukan alasan Anda, Director Im."

"Kau tak perlu tahu, Minzy."

"Director Im! Apa jangan-jangan manusia itu adalah—"

"Selamat malam, Minzy. Bilang pada Chaerin aku titip salam."

"Dia tak akan punya waktu mendengarkan makhluk neraka dari tempat duduknya disamping Dragon Majesty."

"Jangan begitu." Kata Jaebum membetulkan poni Minzy, "kau adik yang ia sayangi. Sayang sekali kau tak bisa meminta pada Chaerin untuk membujuk suaminya memberikan tahtanya padaku."

"Yang benar saja, Director." Kata Minzy terkekeh, mendekat berani pada Jaebum. Mencengkeram kerah jaketnya, "negeri ini tak perlu dipimpin seseorang dari Neraka, bukan? Omong-omong, mau menghabiskan malam denganku, Jaebum?"

"Terimakasih." Jaebum melepaskan genggaman Minzy lembut dan berbisik di depan bibirnya, "dan kau harusnya menambahkan oppa di belakang namaku karena aku masih lebih tua darimu beberapa hari."

-


- finish -

The AcademyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora