6

5.1K 500 25
                                    

Arka Dhananjaya

*

Candra mendengarkanku sepenuhnya, dan ini adalah hal yang sangat jarang. Cewek ini, kalau kuperhatikan sejak lama, selalu saja mengabaikanku. Bahkan pertama kali aku bertemu dengannya ketika insiden percakapan 'wah', senyumnya yang dilontarkan padaku berupa senyum remeh.

Tapi sekarang berbeda. Dia diam dengan ekspresi datarnya, mendengarkan sambil sesekali mengangguk dan berujar, "Oke. Terus?" atau, "Lanjut."

Candra Agni, kuakui, seorang pendengar yang baik.

Lalu kalau tidak salah lihat, aku sempat menemukan kilatan marah dimatanya. Lebih tepatnya, saat aku mengungkapkan apa yang dilakukan kakakku hingga kedua orangtuaku tahu kalau dia mengonsumsi narkotika.

Dan ya, hari ini adalah pertama kalinya aku mengobrol banyak dengan pentolan cewek 10 IPS 2. Di perpustakaan, dia sempat bertanya padaku, "Kamu rasis nggak sama anak IPS?"

Yang kujawab, "Ehm. Nggak juga. Kan di kelas IPS ada kamu."

Lalu dia memasang ekspresi seolah isi perutnya diobok-obok, "Berani ya nggombalin aku."

"Ngapain takut?"

Dia tercengang beberapa saat. Kemudian ekspresinya kembali jutek, "Cih. Aku benci kamu."

Eh, dia lumayan childish kalau bicara seperti ini.

Aku menyahut, "Hati-hati. There's a fine line between love and hate. Kasus cinta dan benci."

"Pasti itu quotesnya nyontek dari tumblr," celetuknya meledek.

Aku cukup dibuat bingung oleh anak ini. Kadang dia bisa kelihatan sengak dan sombong setengah mati, lalu dia bisa kelihatan seperti anak kecil yang humoris, kadang baik dan pengertian, sekali waktu dia kelihatan dewasa (terutama kalau dibandingkan dengan Na-Na). Dan sekarang dia betul-betul berlagak cewek sabar, mendengarkan tiap kalimat yang kukatakan.

Sekarang, setelah selesai aku bercerita tentang kakak, dia bertanya, "Terus mau kamu apa?"

"Kamu cerita kenapa kamu nyari berita mahasiswa hilang," jawabku serius, "Kamu lihat sendiri kedua berita ini ada hubungannya."

Dia diam sejenak. Mata tajamnya menatapku dalam, "Kamu pikir aku mau cerita dengan gitu gampangnya?"

Ha?

Senyum remeh terukir di wajah Candra, "Ka, aku nggak suka ya asal cerita ke orang asing. Apalagi kalo orang itu kamu."

Aw.

"Gini, aku yakin kamu tau aku benci kamu. Aku sendiri nggak masalah kalo kamu benci aku juga. Tapi benci di kamusku, bukan berarti bullying atau ngomong jelek soal kamu atau hal-hal goblok semacam itu. Makanya, aku masih mau ngobrol sama kamu," Candra menarik napas, "Cuma ya, aku sama sekali nggak percaya kamu. Jadi aku nggak bakal ngomong apa-apa ke kamu. Tapi tenang, semua yang kamu omongin ke aku, aku jamin aman."

Apa?

"Tapi aku cerita karena aku percaya kamu, Can," protesku.

"Kamu sih bodo," Candra mengibaskan tangan.

Apa-apaan cewek ini?

"Percaya sama orang yang cuma beberapa kali ngobrol sama kamu? You must be kidding me," lanjut Candra sambil terkekeh.

Arka Candra [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang