1

9.6K 810 147
                                    

Candra Agni

*

Sejak dulu aku selalu yakin kalau Bu Rus sangat menyayangiku.

Hal itu terbukti hari ini. Bu Rus membiarkanku berpetualang dan bergembira melakukan hal produktif lainnya selagi teman-temanku mendengarkan ceramahnya mengenai otoritas jasa keuangan atau apalah itu. Aku anak IPS, aku suka ekonomi. Tapi tidak kalau pengajarnya Bu Rus.

Biarpun asik dalam hal kesiswaan, mengerjai Bu Rus saat pelajaran efektif bukanlah hal yang menyenangkan. Bisa jadi malah tumpukan tugas yang kamu dapat.

Tapi aku tidak menyangka bakalan ketemu cowok playboy ini di kantin dekat aula.

Arka Dhananjaya. Sejauh yang aku tahu dia ini lumayan terkenal di angkatan kami. Waktu aku bilang 'lumayan', yang kumaksudkan adalah 'dia kalah terkenal denganku'.

Aku tidak tahu apa yang dilakukannya hingga membuatnya lumayan terkenal. Kalau aku sih, sudah jelas karena aku membolos saat MOS dan tiba-tiba mengacaukan apel pagi pertama kami sebagai siswa kelas sepuluh. Tapi, aku bersumpah aku tidak punya niat mengacaukan apel ketika itu. Aku hanya datang terlambat lalu kakiku menyangkut di kabel mic, hingga mengakibatkan benda itu terjatuh dan menggelinding.

It was an accident. Sumpah.

Ngiiinnggg...

Mic berbunyi nyaring saat itu dan Pak Basuki a.k.a Kepala Sekolah langsung menggerakkan jarinya seperti gerakan mengupil, semacam kode untuk memerintahkan Wakil Kesiswaan yaitu Bu Rus tercinta agar segera mengamankanku. Sedangkan anak-anak OSIS buru-buru memperbaiki mic.

Sudah kubilang aku tidak sengaja. Tapi tidak ada yang percaya padaku.

Parahnya, ketika aku ditahan di ruang BK, Ketua OSIS datang dan melaporkan kalau aku adalah satu-satunya siswi yang tidak mengikuti MOS. Lalu kalian tahu apa yang dia katakan?

"Saya mengajukan permohonan MOS ulang bersamaan masuknya murid tahun ajaran baru bagi siswi bernama Candra Agni."

Kampret. KAMPRET.

"Maaf ya, Mas," kataku saat itu, "Kenapa sih pengen aku MOS ulang?"

"Sopan santunmu dimana ya?" Ketua OSIS, yang belakangan kuketahui bernama Braja, malah membahas sopan santunku. Dia pikir dia siapa mau menasihatiku tentang kesopanan?

"Segitu ngebetnya ya pengen liat aku MOS? Atau Mas nggak mau seorang pun siswi luput dari pembalasan dendam?" sahutku ketus, emosi mendadak. Mungkin efek pms.

"Sopan santun," ujarnya memperingatkan.

"Tau nggak sih, Mas? MOS itu cuma ajang balas dendam," kataku tidak mempedulikan peringatannya, "Siswa-siswi baru diperlakukan seperti budak. Disuruh macak gendheng. Dimarah-marahin dengan berkedok pendidikan mental. Mikir dong, pendidikan mental nggak gitu juga keles. Terus MOS yang biasanya itu apa kalo nggak buat mental? Ya jelas buat balas dendam. Mas sama mbak OSIS dulu itu pasti kan dimarah-marahin juga pas mau masuk sekolah. Makanya sengaja ikutan OSIS biar: Satu, bisa eksis. Dua, bisa bikin anak baru ngerasain yang dulu kalian rasain. Ini nih alasanku bolos MOS. Nggak guna. Mending umbah-umbah di rumah."

Mas Braja menahan napasnya. Sedangkan guru BK diam, menunggu tindakan Mas Braja selanjutnya.

"Terus maksud kamu, MOS yang saya pimpin kemarin nggak berguna?"

Aku menjetikkan jari, "Sama sekali nggak guna. Kalo Mas adalah Ketua OSIS yang genah, Mas harusnya inisiatif bikin perubahan. Bikin MOS yang mendidik. Di luar negeri, orientasi siswa ditujukan melatih anak buat jadi pemimpin. Bukannya memperbudak penerus bangsa."

Arka Candra [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang