four

795 98 40
                                    

Liam dan Zayn tengah duduk di dalam rumah pohon milik mereka berdua. Suasana sore itu benar-benar tenang.

Zayn sedang berbaring di samping Liam sementara sahabatnya itu sedang bengong menatap keluar jendela.

"Kau kenapa, Liam?" Tanya Zayn.

"Kau tahu, aku cuma memikirkan sesuatu. Ya, hanya berpikir." Jawab Liam seadanya.

Zayn mendesah pelan. Tanpa perlu bertanya, Zayn tahu siapa yang ada di pikiran Liam. Siapa lagi kalau bukan Claire Augustine?

Tanpa memperhatikan gestur sahabatnya yang mulai tidak nyaman, Liam melanjutkan ucapannya.

"Aku ingin tahu dimana dia tinggal. Kalau dia bersekolah di tempat kita dan rumahnya melewati rumah kita, harusnya rumahnya dekat sini, Zayn."

Zayn membuang nafas kasar. Kalau lama kelamaan Liam terus membicarakan Claire, lebih baik dia tidak usah mendengarkan lagi. Membuat sakit hati saja.

"Mungkin."

Liam mengernyit mendengar respon Zayn yang tidak seperti biasanya. Dia sadar Zayn begitu sejak dia membicarakan Claire, tapi memangnya kenapa kalau Liam membicarakan Claire?

Liam akhirnya cuma diam. Begitu juga dengan Zayn. Anak laki-laki itu masih berusaha menetralisir perasaan aneh di dadanya.

Angin sore yang biasanya membuat hawa menjadi sejuk, malah membuat Zayn merasa terganggu, entah kenapa.

Entah kenapa, berada di sisi Liam saat ini membuat Zayn menjadi sangat tidak nyaman. Padahal biasanya Liam yang selalu bisa membuatnya nyaman.

Merasa tidak bisa tinggal lebih lama, Zayn segera keluar dari rumah pohon dan menuruni tangganya dengan cepat. Dia bahkan tidak memperdulikan panggilan Liam yang terdengar sedih.

Malamnya, Zayn sedang tiduran di tempat tidurnya saat Liam masuk ke kamarnya. Zayn menghela nafas. Liam adalah orang yang tidak mau dilihatnya saat ini, entah kenapa.

"Zayn, look, aku m-minta maaf. Aku berbicara terlalu banyak soal Claire, ya? Maaf, Z-zayn,"

Zayn memejamkan mata kuat-kuat. Dia memang tidak tega mendengar suara sedih Liam.

"Maaf, Jaan."

Dan tepat saat Liam mengatakan hal itu, hati Zayn seolah jatuh ke perutnya. Liam baru saja memanggilnya Jaan.

Jaan.

"K-kau tau da-darimana...? Liam..."

"Aku... Aku pernah mendengar Uncle Yasser memanggil Aunt Trisha dengan sebutan itu. Aku... Aku rasa itu berarti love atau sesuatu seperti itu. Jadi..."

Zayn memang belum begitu tau apa itu cinta. Tapi saat mendengar kata Jaan atau love yang ditujukan untuknya dari Liam, perutnya seolah dibolak-balikan. Jantungnya terasa memompa lebih cepat. Dia merasa lidahnya kelu dan tubuhnya beku.

"Jaan means the love one. Jaan itu panggilan sayang dari seseorang untuk orang yang dicintainya, benar-benar dicintainya, untuk seseorang yang benar-benar berharga untuknya."

Zayn menjelaskan dengan pelan. Liam mengangguk.

"Aku... I love you, Zayn. Kumohon jangan marah padaku."

Zayn mendongak dan menatap mata Liam yang selalu tampak sangat indah baginya.

"Y-you love me?" Zayn bisa merasa bahwa suaranya bergetar.

"Tentu saja. Kau... Kau sahabatku, Zayn. Aku nggak akan pernah menganggapmu nggak penting buatku. Kau jauh lebih penting dari Claire. Kau sudah seperti saudara bagiku."

Detik itu juga rasa sesak yang semula telah hilang dari dada Zayn kembali lagi.

***
Biasanya kan di fanfic-fanfic zayn yang manggil liam jaan ini liam yang manggil lol

Gue mau speech contest doain ya :")

crush || ziam auWhere stories live. Discover now