three

1K 95 50
                                    

Mata coklat Zayn berbinar-binar saat melihat rumah pohon yang sudah jadi. Dengan segera anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu memanjat tangga yang menempel di batang pohon dan masuk ke dalam rumah pohon tersebut.

"This is so cool!" Teriak Zayn ketika anak itu sudah masuk ke dalam rumah pohon. Matanya menyapu seluruh sudut rumah pohon tersebut.

Rumah pohon itu tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk lima sampai enam anak kecil. Di dalamnya terdapat matras yang beralaskan karpet tipis. Ada dua jendela kecil di sisi rumah pohon itu. Karena di dalam rumah pohon tersebut belum ada apa-apa, Zayn berpikir untuk menatanya bersama Liam.

"Zayn! Kau di dalam?" Teriak seseorang yang Zayn kenal betul suaranya; Liam.

"Naiklah, Liam!" Zayn balas berteriak melalui jendela rumah pohon.

Mendengar jawaban dari Zayn, Liam langsung naik ke dalam rumah pohon dan ikut mengaguminya bersama Zayn.

"Kita bisa menatanya bersama, Zayn! Kita bisa menaruh rak buku dengan banyak buku komik disana, juga kalau kau mau kau bisa menaruh alat gambarmu. Kau tahu, kau bisa melukis dinding kayu ini dan aku akan menaruh banyak bantal dan selimut disini-"

Liam terus mengoceh soal menata-rumah-pohon sementara Zayn memperhatikan cara Liam berbicara. Kalimatnya yang kadang tidak teratur atau tangannya yang bergerak kesana kemari atau begitu banyak kata 'kau tahu' di ucapannya.

Zayn bisa merasakan dirinya tersenyum. Melihat Liam bersemangat seperti itu Zayn merasakan ada sesuatu yang membuatnya ingin tersenyum.

"Kau tahu, Zayn, kita juga bisa menaruh banyak snack disana. Atau mungkin berbagai macam permainan papan! Kau tahu, kita akan-" Liam menengok kearah Zayn yang sedang tersenyum dan berhenti berbicara.

"Seriously, apa kau bahkan mendengarkanku, Zayn?" Meskipun agak kesal, Liam ikut tersenyum saat melihat senyuman Zayn.

"Aku bahkan tidak bisa menangkap satu katapun, Liam. Kau berbicara terlalu banyak dan terlalu cepat." Tukas Zayn sambil terkekeh.

Liam menonjok bahu Zayn lalu merangkul sahabatnya. Dia menyadari kalau badannya sudah lebih tinggi dari Zayn (a/n zayn is so tiny and smol okay).

Tak berapa lama, muncul sebuah truk dari jauh. Liam dan Zayn memperhatikan kalau truk itu membawa banyak muatan. Sedangkan di belakangnya ada sebuah mobil mengikuti. Karena kaca mobil itu bening, mereka menyadari bahwa di dalam mobil itu ada seorang anak perempuan seusia mereka.

"Zayn," panggil Liam.

"Hm?" Zayn menjawab sambil menengok pada Liam.

"Kau lihat anak perempuan yang naik mobil barusan?" Tanya Liam, kali ini dia mengalihkan pandangannya pada Zayn.

"Ya. Kenapa?"

"I don't know. I just... Do you think she's beautiful?"

Zayn merasakan tubuhnya terasa beku saat Liam membicarakan seorang perempuan. Dadanya juga terasa agak ngilu.

Liam menatap Zayn tepat di manik mata, begitu juga sebaliknya. Baru kali ini Zayn menyadari kalau mata sahabatnya ini benar-benar bagus. Warnanya terlihat lebih gelap dari seharusnya tapi untuk Zayn, itu sempurna.

'Let me tell you what's beautiful, Liam. It's your eyes.'

Zayn ingin mengucapkan itu dengan keras, tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya. Zayn hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Liam.

+++

Liam dan Zayn berjalan beriringan menuju kelas mereka. Liam terus berceloteh tentang apa saja yang muncul dikepalanya, seperti biasanya. Tapi Zayn tidak seperti biasanya. Biasanya Zayn akan menimpali omongan Liam dengan apa yang ada di kepalanya juga. Tapi kali ini dia cuma diam.

Ketika keduanya sampai di depan kelas, mereka masuk dan langsung menaruh tasnya di bangku masing-masing.

"Zayn, kau kenapa? Sakit?" Tanya Liam. Cowok itu sudah berhenti berbicara sejak mereka menaruh tas. Tapi Zayn tetap diam.

Zayn hanya bergumam 'nah' sebagai jawaban dan menyenderkan punggungnya di kursi. Entah kenapa, setelah Liam bertanya soal perempuan-yang-menurutnya-cantik itu, Zayn tidak selera berbicara dengannya.

Liam mengangkat bahu. Cowok itu mengerti Zayn sedang tidak mood bicara dengannya. Tapi yang dia tidak mengerti adalah, kenapa?

Bel sekolah berbunyi dan tidak lama guru mereka masuk dengan seseorang yang Zayn benar-benar tidak ingin lihat lagi.

"Zayn, itu... anak yang kemarin, kan?"

Zayn mengangguk dengan enggan untuk menjawab pertanyaan Liam.

Saat anak itu memperkenalkan diri, Liam tidak bisa melepaskan matanya dari anak itu.

Claire Augustine. Namanya membuat Zayn memutar mata. Mainstream, pikirnya. Tapi dalam hati Zayn tahu, bagi Liam, namanya terdengar begitu bagus.

***
I feel like updating so here ya go jealous zayn is life tho

crush || ziam auWhere stories live. Discover now