18. Alasan.

37.9K 5K 529
                                    

And all i can do is watch and cry. I miss the air, i miss my friend.

(Adele – Million Years Ago)

×××

Sabtu, 9 September 2808

Author POV

Saat Gensa tiba-tiba mengirimkan pesan melalui line yang berisi, "Van, mau malming bareng ga? Kalau mau lo cepetan ke rumah Fera ya." Otak Vani sepenuhnya sadar kalau ia harus menolak ajakan itu. Karena Vani tahu, ini pasti akan teramat menyakiti Fera.

Oke, Vani sadar kalau ia pernah—mungkin lebih tepatnya sering membuat Fera merasakan hal-hal seperti sakit, kecewa dan sebangsanya. Tapi tidak untuk kali ini, karena Fera pasti tidak hanya akan merasakan sakit; tapi Fera juga akan merasa tidak diinginkan.

Dan Vani tahu, merasa tidak diinginkan adalah hal yang paling dibenci oleh semua orang. Bagaimana Vani bisa tahu? Karena Vani pernah merasakannya.

Setelah menghabiskan beberapa menit hanya untuk memikirkan ini, Vani memutuskan untuk membalas, "Sorry, Sa, gue gak bisa, hehe."

Namun belum sempat Vani menekan tombol kirim, sebuah ingatan akan perkataan seseorang dua tahun yang lalu, membuat Vani mengurungkan niatnya.

Seseorang itu berkata, "Vani emang caper, sok pinter, sok baik, Vani itu munafik."

Lalu, tanpa sadar, Vani menghapus ketikannya, dan dengan cepat membalas, "Oke, tunggu gue ya, Gensa!"

Karena, Vani baru sadar, kenyataannya, seseorang yang membuat Vani merasa tidak diinginkan adalah cewek itu, Alexandra Ferandyl.

×××

"Gue pikir lo gak dateng," ujar Gensa sambil membukakan gerbang rumah Fera.

Vani menatap Gensa dengan bingung. "Kok lo yang buka? Fera-nya mana?" tanya Vani.

Gensa menatap Vani sejenak, lalu memberikan gestur agar Vani masuk. Sambil berjalan kearah teras rumah Fera, Gensa berbisik, "Fera lagi berak."

Bisikan Gensa membuat Vani tanpa sadar tertawa kecil. "Ternyata dia belom berubah," gumam Vani pelan.

"Apa? Apanya yang berubah?" Gensa mengangkat alisnya—pertanda bahwa ia bingung.

"Fera itu kalo nervous, bawaannya selalu mules dan pengen defekasi*. Dan lo tau? Dulu waktu pengambilan nilai UN SD, dia bahkan 3 kali bolak-balik ke toilet—saking gugupnya," cerita Vani sambil tertawa kecil—tanpa sadar.

Gensa menatap binaran mata Vani ketika bercerita tentang Fera. "Van, lo sejak kapan deket sama Fera?" tanya Gensa pelan.

"Eh?" Vani terdiam sejenak. "itu—gue gak pernah deket sama dia. Gue sama dia Cuma kebetulan pernah satu SD," jelas Vani. Iya, Cuma kebetulan pernah satu SD, tekan Vani dalam hati.

Penjelasan Vani membuat Gensa mengangguk-anggukan kepalanya.

Sambil menunggu Fera selesai dengan urusannya, Gensa dan Vani memilih duduk di teras sambil mengobrol dengan santai.

Namun ketika mendengar suara pintu terbuka, dengan cepat Vani berdiri dan berkata, "Hai Fera." Sambil tersenyum Vani melanjutkan, "Gensa tadi tiba-tiba ngajakin gue buat ikut malming bareng. Enggak apa-apa 'kan, Fer?"

Dan tepat ketika Vani menyelesaikan perkataannya, disana, tepat di manik mata Fera, terlihat sebuah cairan bening yang sudah bergerumul.

Fera tersenyum, sambil berusaha menahan tangisnya. "Baguslah lo ikut, Van. Soalnya gue baru mau bilang ka... kalo gu-e kayanya ha-rus berak part dua... eh hiks," jelas Fera terbata-bata.

"Jadi lo gak ikut?" tanya Gensa—yang terlihat berusaha menyembunyikan rasa senangnya.

Sambil menunduk, Fera menggelengkan kepalanya. "Enggak... hiks, sorry ya, Gensa." Fera terlihat mengatur nafasnya, lalu—masih dengan menunduk, Fera berkata, "Gue haus, gue ke dalem ya." Tanpa menunggu jawaban dari Vani ataupun Gensa, Fera masuk ke rumahnya.

Meninggalkan Vani yang masih terpaku di tempatnya. Lo bilang lo mau berak part dua, tapi tadi lo bilang lagi kalo lo haus. Gue tau lo bohong, Pel. Tapi, emangnya gue sejahat itu sampe lo nangis?

"Bagus deh dia gak ikut," gumam Gensa lalu menatap Vani dengan senang. "Ayo, Van." Gensa mengulurkan tangannya.

Namun, bukannya membalas uluran tangan Gensa, Vani malah berlari menuju rumahnya dan tanpa sadar air mata menetes dari matanya.

Karena, lagi-lagi, Vani kembali teringat peristiwa 2 tahun yang lalu saat dia dan Fera masih kelas 7. Dan peristiwa itu lah yang membuat Vani dan Fera menjadi seperti ini.

×××  

Keterangan:
*defekasi: defekasi itu kata lainnya dr berak. simplenya sih gitu. kalo lo pengen tau lebih lanjut cek google aja ya.

[yak sip itu emg ga jelas. tp jangan protes ya yang]

×××

a/n:

jujur, ini part yg paling susah gue buat. krn part ini dr sudut pandang vani, dan gue bener-bener bingung bikin part ini scr vani kan pemikirannya rumit. jd gue mau ngasih tau kalo part ini gue buat tanpa edit (serius) jadi ampuni aku kalo ga sesuai keinginan kalian ya.

oh ya! ga kerasa ya 150 cm udh 6 bulan didunia perwattpadan (fyi aja, 150 cm dibuat tgl 30 juni) makasih loh buat hampir 100k readersnya. mau kalian sider, atau yg rajin vote, intinya gue sayang kalian (bahkan gue lebih sayang kalian daripada doi)

makasih jg buat fireforlyf [inget ga sih waktu gue cerita betapa senengnya gue dapet 100 readers ;( ] sama sophienbl [gue gatau apa fungsi lu. tapi makasih lah! hahaha]

sampai jumpa!

30/12/2015
11:31 PM







 

btw, gue mau nanya, kalo misalnya gue ngeprivate salah satu part dr cerita gue, trus tiba-tiba gue pengen ubah ke publik lagi, bisa ga? thx.


150 CMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang